Sebuah Hukuman & Pengampunan

173 14 0
                                    

Saat mereka selesai membersihkan diri, Dazai mengubah wujudnya menjadi wujud malaikat, tangannya terulur untuk menggandeng Chuuya. “Ayo, konsekuensi kita menunggu,” katanya sambil menyeringai.

.
.
.
.
.

Mereka berjalan bersama, sayap mereka berkibar serempak. Udara di sekitar mereka berkilauan dengan cahaya saat mereka berjalan menuju ruang takhta tempat Tuhan menunggu mereka.

Saat mereka mendekat, ruangan itu terlihat ; lantai dan dinding marmer dihiasi dengan desain rumit yang menggambarkan pemandangan dari penciptaan. Di tengahnya terdapat singgasana besar yang terbuat dari emas murni, ditempati oleh sosok yang diselimuti cahaya.

Dazai menggenggam erat tangan Chuuya, meyakinkan saat mereka mendekati singgasana.

Ketika mereka sampai di sana, Dazai berlutut di depan sosok itu, menundukkan kepalanya tanda ketundukkan. Dia berbicara dengan lembut, "Tuanku, kami telah mematahkan kutukan yang mengikat Chuuya. Tapi kami juga telah melakukan dosa dalam keinginan kami satu sama lain."

"Maafkan kami, karena kami tidak bisa menolak cinta yang mengikat kami." Chuuya berlutut di sampingnya, kepalanya tertunduk dalam kerendahan hati. Perasaan hangat menyebar melalui dirinya saat dia merasakan tangan Dazai masuk ke dalam genggamannya, sayap mereka saling bergesekan untuk menunjukkan kesatuan.

Sosok di singgasana terdiam beberapa saat, lalu berbicara dengan suara yang menggema ke seluruh ruangan.

"Dosamu bukanlah karena keinginan, tapi karena keegoisan. Tapi aku melihat cinta yang mengikat kalian berdua begitu kuat."

"Chuuya, mengenai konsekuensimu, Aku akan memberimu kefanaan."

Chuuya mendongak, dengan campuran emosi di wajahnya. "Baik, Tuanku," dia berkata dengan lembut. Beralih ke Dazai, dia menempatkan ciuman lembut di pipinya. "Aku menerima kefanaanku." Bisiknya.

"Dan kau, Dazai. Untuk kesetiaan mu selama ini dan kebaikanmu yang membantu Chuuya mematahkan kutukannya, aku akan memberimu pengampunan."

"Kau bisa melanjutkan hidupmu di dunia manusia, menyamar sebagai manusia biasa."

Dazai menundukkan kepalanya dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Tuanku." Dia menoleh ke arah Chuuya, senyuman tersungging di sudut bibirnya. "Jadi sepertinya konsekuensi yang kita terima telah memberi kita kesempatan untuk hidup bersama."

Perasaan Chuuya membuncah bahagia saat dia menatap mata Dazai. "Iya, awal yang baru untuk kita berdua," jawabnya lembut sambil menggenggam erat tangan Dazai.

"Dan sekarang, kau harus berubah ke bentuk manusia dan menjalani hidup yang fana." 

Tiba-tiba Chuuya merasakan kekuatan iblisnya memudar, sayap dan tanduknya perlahan menghilang. Dia menatap dirinya sendiri, berharap untuk melihat wujud manusianya sekali lagi, namun malah mendapati dirinya berdiri telanjang di depan Dazai dan Tuhannya.

"Oh iya," kata Dazai sambil terkekeh. "Kau akan membutuhkan beberapa pakaian." Dia menjentikkan jarinya, dan setumpuk pakaian muncul di depan mereka—kemeja putih, celana panjang hitam, dan sepatu formal.

Chuuya tertawa sambil cepat-cepat berpakaian, berterima kasih atas perhatian Dazai. Saat dia mengenakan pakaian terakhirnya, dia mendongak dan melihat tuhannya mengangguk.

"Baiklah, Kalian boleh kembali ke dunia manusia sekarang."

Cahaya terang memenuhi ruangan, dan ketika cahaya itu memudar, mereka mendapati diri mereka berdiri di gang yang familiar.

Dazai menghela nafas lega saat mereka muncul kembali di dunia manusia. "Nah, ini dia," katanya, berbalik menghadap Chuuya dengan tekad yang tergambar di wajahnya. "Mari kita buat kehidupan baru kita bersama berarti."

Chuuya menggandeng tangan Dazai saat mereka melangkah keluar ke jalanan kota yang ramai. Dan dengan itu, perjalanan mereka dimulai dari awal—penuh dengan cinta, kesetiaan, dan berbagai kemungkinan yang tak terbatas.

.
.
.
.

END.

*Kefanaan/fana : tidak kekal, sementara, terbatas, sesuatu yang pada suatu saat akan lenyap dan musnah.

Love and Curse Where stories live. Discover now