02: Keputusan

412 30 16
                                    

YOU POV

Hari pertama aku magang diwarnai berbagai kejutan yang mampu membuatku tak fokus dalam bekerja. Mulai dari identitas CEO perusahaan induk yang tak lain adalah mantan pelangganku dulu, ancaman yang pria itu berikan untuk dapat merasakan tubuhku kembali, hingga berbagai tekanan yang aku dapatkan sebagai karyawan magang baru dalam perusahaan ini.

Aku wajib menguasai segala hal, mulai dari rumus excel yang mengarah ke perumusan rumit hingga penjurnalan transaksi yang cukup berat untuk otakku yang lamban ini. Tak lupa dengan kewajiban memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan seluruh staff dalam lantai tersebut yang jumlahnya lebih dari 50 orang.

Aku bahkan diwajibkan ikut serta dalam pembuatan laporan keuangan pada bulan ini dan aku juga memiliki tugas rutin yang harus aku kerjakan setiap harinya, yaitu men-jurnal setiap pembayaran aset yang perusahaan itu miliki untuk beberapa tahun ke depan. Semua pekerjaan berat itu diberikan pada satu waktu yang membuat diriku semakin merasa tertekan di hari pertama aku bekerja.

Bagaimana tidak? Ancaman dari pak Jihoon saja sudah terasa berat untukku apalagi berbagai kewajiban yang harus aku lakukan sebagai karyawan magang baru di tempat ini. Mungkin, baru seminggu aku bekerja di kantor ini mampu membuatku keluar masuk rumah sakit jiwa saking tak kuatnya melalui segalanya. Semua terasa begitu berat, terutama untuk pilihan yang pak Jihoon berikan padaku agar dapat menikmati tubuhku secara terus menerus.

Aku hembuskan napas kasar sambil menyelesaikan penjurnalan terakhir pada sistem yang perusahaan ini miliki. Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 12 siang yang berarti waktu istirahat telah di mulai. Aku harus segera menentukan pilihanku, namun saat aku melihat pesan masuk dari ibu kandungku yang meminta uang untuk makan sehari-hari keluargaku di Daegu, niat untuk mengundurkan diri dari program magang mandiri ini perlahan menghilang.

Tak mungkin aku menganggur sementara keluargaku di Daegu sangat bergantung hidup padaku?! Aku harus mencari banyak uang dan kuat melalui segala cobaannya walaupun badai tornado sedang menunggu kehidupanku di masa depan.

Disaat staff lain perlahan meninggalkan kantor ini untuk menikmati waktu istirahat di luar kantor maupun kantin, aku berjalan menuju arah lift dengan penuh keraguan. Bahkan saat semua orang menekan tombol lantai lift tujuan mereka, aku hanya terus diam di pojokan lift tersebut hingga tibalah kami di lantai utama gedung ini. Semua karyawan berbondobg-bondong keluar dan hanya menyisakan diriku seorang dalam lift ini.

Buru-buru aku tekan tombol menuju lantai paling atas sebelum seorang lelaki berlari memasuki lift yang hampir tertutup ini. Lelaki itu sempat meminta maaf dengan napas yang tersengal-sengal, namun aku tak begitu peduli karena yang ada di pikiranku saat ini hanyalah CEO perusahaan bernama Pak Jihoon!

"Karyawan baru ya mba? Saya jarang liat wajah mba di gedung ini!" lelaki asing itu ajak berbicara diriku sambil sesekali menoleh ke arahku. "Iya mas, saya karyawan magang yang baru banget masuk hari ini" jawabku yang hanya di jawab anggukan kepala oleh karyawan lelaki itu.

Suasana sempat hening sebentar hingga lelaki itu kembali mengajakku berbicara dengan melayangkan pertanyaan, "Apa mba tahu, lantai paling atas di gedung ini adalah ruangan apa? Jika kau mencari rooftop seperti kebanyakan kantor, kau salah! Di atas adalah lapangan terbang helikopter milik CEO kita, pak Jihoon!" jelas lelaki itu begitu antusias, hingga tak terasa lift itu berhenti di lantai yang karyawan lelaki itu tuju, yaitu lantai delapan.

Saat karyawan lelaki itu berniat keluar dari lift ini, aku jawab pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya, "Saya hanya ingin mengambil barang saya yang tertinggal di meja kerja asisten pak Jihoon, mas. Terima kasih atas informasinya!" jawabku begitu sopan agar tak meninggalkan kesan buruk di awal perkenalan.

Karyawan lelaki itu tersenyum ke arahku dan tiba-tiba memperkenalkan dirinya padaku, "Nama saya Jaehyun. Kamu?". Langsung aku jawab, " Saya Y/n, mas!" sebelum akhirnya pintu lift tersebut tertutup dengan sempurna dan mengakhiri interaksi canggung antara kami.

Tinggal lah aku sendirian dalam lift yang naik menuju lantai paling atas gedung ini. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya lift tersebut berhenti di lantai tujuanku, yaitu lantai 38.

Sempat aku hembuskan napas kasar sebelum memberanikan diri keluar dari lift tersebut. Suasana sangatlah sepi, tak ada staff yang menjadi tangan kanan sang CEO dalam ruangan ini, bahkan asisten pribadinya juga sedang tidak berada di tempat. Membuatku sedikit berpikir mengenai keberadaan pak Jihoon di ruangannya, apa ia benar menungguku?

Walau keadaan di lantai ini sangatlah sepi, tetap aku gunakan tata krama dengan mengetuk pintu ruangan pak Jihoon terlebih dahulu sebelum mendorong pintu besar itu. Aku dorong dengan perlahan agar tak menimbulkan kegaduhan, setelah aku rasa aman barulah aku masuk ke dalam ruangan beliau.

Detik itu juga, aku menyadari keberadaan seorang pria yang tengah berdiri bersandar pada dinding tepat di samping pintu ruangan. Secara mendadak, tubuhku seperti ditarik untuk bersandar pada dinding tersebut oleh pak Jihoon menggunakan kedua tangannya. Sempat pak Jihoon tertawa penuh rasa puas padaku, sebelum pria itu tergerak mengunci pintu ruangan ini dari dalam.

Nafasku tercekat saat pak Jihoon perlahan membunuh jarak di antara tubuh kami. Senyuman mematikan itu perlahan terukir di wajah tampan beliau yang membuat sekujur tubuhku sukses menegang hebat dibuatnya. Sekarang, aku sadar kalau aku tak akan mungkin bisa lepas dari cengkraman pria matang ini, sambil menunggu waktu hubungan terlarang kami diketahui semua orang.

Aku takut sekali!

Pak Jihoon mempunyai segala hal dalam hidup ini untuk dapat membawaku kembali ke dalam pelukannya. Namun berkat obsesi dan kegigihannya tersebutlah ia berhasil membawaku tanpa sadar masuk ke dalam kandangnya sendiri.

"Good girl!" puji lelaki itu sambil mengelus wajahku dengan lembut menggunakan jemari tangannya. Aku yang merasa ketakutan pun hanya bisa menundukkan kepalaku sambil menatap tanganku yang bertaut di depan tubuhku.

"Daddy sudah menunggumu sejak tadi, sayang! Kenapa lama sekali?" tanya pria itu dengan perlahan membawa wajahku naik agar tatapan kami bertemu. Seperti biasa, lelaki mapan ini sukses menghipnotisku dengan tatapan matanya yang dalam. Aku tanpa sadar menahan napasku saat wajah pria itu perlahan mendekat ke arahku.

Sangat dekat,

Lebih dekat,

Hingga perlahan bibirnya menyentuh permukaan bibirku dengan lembut, detik itu juga aku tersadar kalau hidupku berhasil pria ini penuhi lagi dengan segala yang ia miliki. Sial!

TBC

ADEGANNYA CHAPTER DEPAN YA!

NO LIMIT (JENO) Where stories live. Discover now