03: Daddy

569 31 22
                                    

YOU POV

Sial!

Bagaimana ini?

Pak Jihoon malah semakin agresif mengunci tubuhku dalam pelukannya saat lelaki itu terus melumat bibirku penuh kesan menuntut. Seperti ingin melepas rindu pada makanan yang selama ini ia inginkan. Pak Jihoon bahkan tak biarkan aku untuk membalas ciumannya atau sekedar menarik napas di sela pungutan bibirnya. Terus pria itu lumat bibirku sambil sebelah tangannya naik menuju bagian dadaku.

Pria itu remas dadaku dengan kasar yang malah membangkitkan hasrat dalam diriku hingga berpuluh kali lipat, apalagi saat ku rasakan pak Jihoon mulai menempatkan kakinya di antara kedua pahaku. Sengaja pria matang itu gesekkan pahanya pada selangkanganku yang perlahan memberikan reaksi basah.

Sekuat tenaga berusaha aku hentikan lelaki itu dengan mendorong tubuhnya agar ciuman kami terlepas dan aku bisa menarik napas panjang. Sungguh, aku tak kuat jika harus kembali menuruti hasrat pria matang ini yang begitu begelora.

"I miss you, baby girl." bisik pak Jihoon sukses membuat sejujur tubuhku menegang hebat. Apalagi saat pak Jihoon mengatakan itu sambil memperhatikan dan mengelus permukaan bibirku penuh kelembutan.

Jujur, aku sangat menyukai suara berat dan desahan pak Jihoon saat ia tak bisa mengendalikan dirinya seperti ini. Namun, yang paling aku sukai dari lelaki ini tentu saja kejantanannya yang sangat kekar serta tatapan matanya yang begitu manis namun dominan. Sialnya, tak ada rasa canggung sama sekali yang pria itu rasakan, padahal sudah enam bulan lebih kami tak bertemu, maupun saling memanjakan diri seperti ini.

Aku beranikan diri menatap wajah tampan pria itu. Sejujurnya, aku sangat menyukai aura dominan, berwibawa, serta agresif yang pak Jihoon miliki. Rasanya lelaki ini mampu memberi makan egoku yang terus merasa kekurangan kasih sayang dari semua orang, terutama dari bapakku sendiri.

Menjalin hubungan dengan pak Jihoon memang dapat memenuhi segala yang aku inginkan, namun pria ini sangat menyukai seks tanpa pengaman dan cenderung kasar dalam permainannya. Terlepas dari penyakit seksual yang menghantui kami, aku merasa begitu takut saat mengandung anak pak Jihoon beberapa bulan yang lalu.

Aku tahu, kebobolan merupakan konsekuensi utama dari pekerjaan yang saat itu aku lakukan. Namun, jika harus kebobolan anak pria itu rasanya aku tak sanggup untuk menggugurkannya. Aku sangat mencintai pak Jihoon, tapi di satu sisi aku tahu kami tak akan mungkin bersama walau status pak Jihoon saat itu telah menduda.

Istri pak Jihoon meninggal saat melahirkan anak kedua mereka dan hanya latar belakang itu yang aku ketahui dari beliau. Aku tak tahu ia bekerja dimana, aku bahkan tak tahu ia pernah menghabiskan malam bersama siapa sebelumnya. Dalam pikiranku saat itu hanya terus menjalankan permintaannya sebagai pelangganku sambil berusaha menahan diri untuk tidak menaruh perasaan lebih padanya.

Sama sekali aku tak terpikirkan kejadian ini akan terjadi padaku suatu saat nanti. Namun setelah aku mengetahui diriku hamil anak pak Jihoon, aku berusaha menyembunyikan kenyataan tersebut dari semua orang sambil terus mencari cara agar menghindar dari pak Jihoon. Aku tak ingin ia tahu tentang kehamilanku karena aku sadar inilah konsekuensi yang harus aku terima dari pilihanku.

Kenapa aku tak kuat jika harus mengugurkan anak pak Jihoon? Selain pria itu yang telah mengambil perawanku, aku merasa begitu terbawa perasaan dengannya sehingga tak mungkin aku gugurkan anak dari pria yang sangat aku cintai, bukan?

Begitu banyak waktu dan momen manis yang aku habiskan bersama pak Jihoon, itulah sebabnya aku merasa perasaan cinta ini memang tak seharusnya ada.

Berusaha aku lupakan perasaan tersebut dengan cara menjauhi segala hal yang menghubungkan aku dengan pak Jihoon. Ditambah lagi, salah seorang pelangganku yang lain mulai mengambil sikap untuk mendekatiku lebih dari sekedar pelanggan.

NO LIMIT (JENO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang