1. Ending Dan Prolog

105 19 35
                                    

Di duniaku saat ini, aku mengalami kebosanan abadi.
Kebosananku yang tercipta karena aku terjebak di dalam kamar rumah sakit. Benar! aku adalah seorang pasien yang menderita penyakit jantung koroner. Aku telah kesepian dan merasa hampa, aku ditinggal oleh kedua orang tuaku dikamar ini sendirian. Namun, Ada satu hal yang selalu menemaniku disaat diriku merasakan kehampaan ini sendirian.

Itu adalah Hobiku sebagai seorang Penulis.

Aku yang dirawat dirumah sakit ini selama lima tahun. Tak pernah keluar selama lima tahun, dan selama lima tahun itu pula kugunakan waktuku untuk menulis sebuah cerita. Di dunia nyata ini, aku bukan siapa-siapa, aku hanya seorang pasien yang akan meninggal tak lama lagi.

Namun dalam cerita yang kubuat ini, aku merasakan kebebasan. Kebebasan dimana aku bisa menulis sesuai keinginan ku. Apapun yang kuinginkan bisa terjadi dalam cerita yang kubuat. Itulah kebebasan ku di dalam sebuah kamar membosankan ini.

Disaat aku melanjutkan tulisan ku pada bab ke sembilan puluh lima, pena ku terjatuh.
Aku tak sempat mengakhiri kisah ini, karena pada waktu itu, jantungku dipaksa tuk berhenti.
Itulah saat terakhir ku.
Kematian itu sebuah kepastian, tapi bolehkah aku tetap berharap bisa melanjutkan cerita ini lagi setelah mati?.

Hembusan nafas terakhirku terdengar agak sesak, penaku yang terjatuh ke lantai, dan kertas-kertas yang berisi cerita yang kubuat selama lima tahun ini berserakan. Aku hanya berharap, aku bisa melanjutkan ceritaku demi kebebasan yang masih kusimpan dalam hatiku.
Itulah penyesalan terbesarku disaat akhir hayatku menghembuskan nafas terakhir. Tak bisa melanjutkan Ending dari cerita tersebut.

Satu cerita yang kudedikasikan selama lima tahun, berakhir begitu saja tanpa ending yang pasti. Aku kecewa pada diriku karena membuat kebebasan tanpa akhir.
Setidaknya, jika kisahku berakhir disini, maka biarlah aku juga mengakhiri kisah yang kumulai.
Biarlah. Lagipula aku tak bisa hidup kembali untuk menulis cerita yang hanya dibaca oleh diriku sendiri.

[...........]

Seharusnya orang mati itu tidak bisa merasakan indra mereka. Ini aneh, seharusnya sudah pasti bahwa aku telah tiada. Bagaimana aku bisa merasakan indra perasaku? Aku seharusnya sudah tiada!
Perlahan ku buka mataku, dan aku sudah keluar dari rumah sakit. Tapi, Dimana aku?

Tempat apa ini?
Ini aneh!
Aku tak tau bahwa ada tempat seperti ini, kamar ini sungguh asing untukku.

{Bebaskan dirimu wahai sang pencipta}

Kata itu muncul didepanku seperti sebuah notifikasi. Tapi, apa maksudnya sang pencipta dan apa aku disuruh membebaskan diriku?.
"Rasta, bangunlah, sarapan sudah siap," ucap seorang perempuan dari lantai bawah memanggilku.
Dengan perasaan campur aduk, aku berjalan ke lantai bawah. Tercium aroma menyedapkan dari makanan yang tersedia di meja. Begitupula dengan dua orang asing yang tidak kukenal duduk di meja.

Aku belum paham, dimana aku berada?
Siapa mereka berdua?
Lalu, bagaimana mereka tau akan namaku?
Ada banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan.
Namun untuk sekarang aku harus memahami situasi ku.
Dalam kondisi ini, seharusnya sudah pasti ini adalah kejadian trend yang terjadi pada suatu novel.

"Reinkarnasi" dalam pikiranku dan hatiku bercampur aduk antara kebingungan dan kesenangan. Namun, saat ini hanya ada satu hal yang harus kulakukan di dunia ini.
"Beradaptasi".
Itu adalah hal yang harus kulakukan di dunia ini agar aku bisa hidup dan menikmati kebebasanku yang baru ini, mungkin!.

One Story Before Death Where stories live. Discover now