22. Kenangan Yang Terlupakan

3 3 0
                                    

[Di sebuah Gang kecil di kota]

"hus.. ha.. baiklah, kini kau juga ya?" Neshfal"

"Maaf saja ya, Tapi karena kau ini teman baik ku, aku akan membunuh mu tanpa rasa sakit, Rasta"

"Aku tak yakin ini bisa dibilang tanpa rasa sakit"

"Karena itu sebaiknya kau diam dan mati saja"

{Memulai penyalinan sihir tanah}
{Memulai identifikasi penyalinan}
{Penyalinan Gagal}

******

"Lautan kebebasan yang riuh tidak pernah tanpa ombak, Bukan kah begitu? Rasta!!!" tanya Neshfal.

"Itu benar, namun perlu kau ketahui bahwa gelombang tidak perlu mati untuk menjadi air,karena dia sudah menjadi air itu sendiri," balasku pada Neshfal.

"Jika begitu, buktikan lah dirimu padaku agar aku tidak ragu lagi menggunakan kekuatanku untuk mu, Rasta!" teriak dirinya padaku.

"Jika itu yang kau mau," balas ku.

----------------

[Beberapa saat yang lalu]

Hari ini, kami pulang. setelah kami berpisah satu sama lain, Neshfal ingin berjalan bersama diriku sebelum pulang. Aku mengiyakan ajakannya untuk jalan-jalan, walau sebenarnya, aku tau, ada sesuatu yang membuat perasaan ragu akan diriku. Aku mengenalnya dengan baik, karena aku llah yang membuat karakternya menjadi seperti itu.

Asha dan Cherly sudah pergi, kuharap mereka baik-baik saja di perjalanan pulang. Saat Cherly berpamitan dengan ku, setelah ia berbalik menuju rumah, Neshfal mendekatiku dan berbicara padaku.

"Rasta, maukah kau berjalan-jalan di sekitar kota sekarang?" tanya Neshfal padaku.

"Baiklah," aku menjawab dengan nada lembut.

Sebenarnya, aku tau, dia yang merasa paling terpukul disini. Karena ia menjunjung tinggi rasa persahabatan. Setelah melihat temannya mengkhianati temannya sendiri, dia pastilah tak percaya bahwa alasan pengkhianatan itu sangat simpel. Karena itu, meski apapun yang terjadi, ia harus tetap menegakkan rasa persahabatannya.

Apa yang dia ragukan? mengapa ia masih meragukan diriku? Tentu saja dia ragu padaku! siapa juga yang percaya pada seorang pencipta yang selemah diriku!.

Aku berterimakasih padamu, karena telah meragukan diriku.

"Hey rasta, disana ada gang yang kecil, ayo jalan-jalan kesana, sekalian ada yang mau kubicarakan pada dirimu," kata Neshfal mengajakku sambil menunjuk ke arah gang kecil tersebut.

"Baiklah, ayo kita kesana, akan kudengarkan apa yang ingin kau bicarakan," jawabku sambil berjalan menuju gang kecil tersebut.

Awalnya kami hanya berjalan, menghampiri gang kecil tersebut, tanpa saling tersenyum.

"Rasta, kamu tidak pernah benar-benar tahu apa yang akan datang. Gelombang kecil, atau mungkin yang besar. Yang benar-benar dapat kamu lakukan adalah berharap bahwa ketika itu datang, kamu dapat menghadapinya meski sulit, daripada tenggelam dalam kengeriannya," kata neshfal sembari mengaktifkan sihir tanahnya dan mulai menyerang diriku.

Dia tiba-tiba menyerangku, tentu saja aku berhasil menghindari serangan itu, tapi, kakiku terluka saat melompati tanjakan tanah yang ia buat.

"hus.. ha.. baiklah, kini kau juga ya? Neshfal," kataku dengan tatapan tajam dan diiringi dengan senyum yang polos.

"Ada yang lebih menyedihkan dari menunggu. Yaitu saling menunggu tapi tak saling tahu, karena itu lah, Rasta, beritahu aku segalanya yang kau ketahui, yah.. itu pun jika kau menganggap dirimu sebagai sang pencipta," ujar Neshfal sembari mengarahkan sihir serangan padaku.

One Story Before Death Where stories live. Discover now