Sunset memang membawa melankoli yang misterius. Dibanding gerak-gerik baskara, Nicole selalu memilih memerhatikan gumpalan-gumpalan awan yang bergilir keemasan. Sunset. Bersama deru kendaraan yang meraung bebas. Udara mengibas rambut mereka ke belakang. Oksigen terkontaminasi memasuki paru. Dan sekali lagi: sunset.
Tidak ada yang istimewa dari jembatan penyebrangan orang ini, selain desainnya yang diperbarui menjadi sedikit lebih estetik. Meskipun demikian, ini tetap senja paling indah yang pernah Nicole lihat per tanggal 13 Februari 2017. Juga paling … romantis? Absurdnya proses hukum kemarin pasti mengobrak-abrik pikirannya.
“Kau suka?” Nicole mendengar Ethan bergumam, “Atau kau kira aku akan membawamu ke tempat yang lebih mewah untuk merayakan sidang hari ini?”
Nicole menggeleng pelan. Mulai menyaksikan kesibukan metropolitan di bawah instalasi. “More than enough.”
Selama beberapa menit, mereka mengambil waktu untuk menikmati ketenangan bersama diri masing-masing.
“Jadi sekarang ….”
Perhatian Nicole sepenuhnya teralihkan. Ia menantikan kelanjutan kalimat yang membuat Ethan mengelap kacamatanya dengan kikuk.
“… bisa kubilang status kita sudah ditentukan ‘kan?” Menggemaskan sekali, sih!
“Hmm~ Kalo kau setampan, se-stylish, dan sepeka Julian, mungkin bakal kupertimbangkan?”
“Wait a few months, then.”
Melihat ekspresi Nicole yang menatap penuh curiga dan keingintahuan, Ethan menambahkan, “Apa? Rambutku nggak mungkin memanjang dalam dua puluh empat jam ‘kan?”
Ethan Huang adalah orang terakhir yang Nicole kira akan menanggapi celetukannya dengan lelucon sarkas yang tak sejalan dengan ekspresi polosnya.
“Kantong matamu nggak bohong. Kayaknya kau kecapekan, deh,” balasnya sambil cekikikan.
“Aku suka melihatmu banyak tertawa begini.”
“Oh.” Nicole berusaha bereaksi netral walaupun sel-selnya gaduh berdemo. “Kalo gitu, kau belajar melucu dulu sama Rey, gih!”
“Kapan-kapan.”
Baru pertama kalinya, Nicole menemukan Ethan menyambar dengan muka cemberut yang menyemburatkan ketersinggungan. Dan itu terjadi ketika nama Reyhan disebut.
Setelah memerhatikan Ethan diam seribu bahasa, Nicole hanya bisa keluar dengan satu kesimpulan. Segera dicarinya topik pembicaraan untuk mengontrol lonjakan hormonnya.
“Rey nggak pernah cerita punya sepupu yang dekat dengannya. Bagaimana bisa dia dan Ju menyembunyikan dan menyusun rencana tanpa sepengahuanku? But yeah, semoga kau juga bisa sedikit eumm … ramah padanya?”
“Ramah?” Nada sarkastik lagi.
“Yaa, ramah. Minimal sebagai dua cowok terdekatku, lah,” negonya.
“I still don’t get it, Nic. Dia meninggalkan trauma sebesar itu dan kau masih tidak membencinya sama sekali?”
“Meh. Looks like someone’s jealous.”
“Iya. Aku cemburu.”
Excuse me?
Nicole menusuk telapak tangannya dengan kuku jempol untuk membangunkan dirinya dari khayalan. Seperti membaca pikiran, Ethan mengulangi. Lebih lantang dan komprehensif. Terlepas dari telinganya yang memerah.
“Aku cemburu kalau kau membahas laki-laki lain dengan wajah berseri-seri.”
Aku? Berseri-seri? “Walaupun dia kakak sambungku and you know I’ll never-ever even in my wildest dream consider him as a love interest?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderline
RomanceNicole Artemisia Thompson didiagnosis menderita kelainan mental. Katalisnya Ethan Huang, psikiater yang menariknya ke Klinik Kesehatan Jiwa Nirvana malam itu. Bukannya berhasil membuat Ethan menyerah, si model belia malah terjerumus dalam labirin ke...