8. Sidang

608 125 50
                                    

Suasana di dalam mobil mewah Alaska begitu sunyi dan sedikit menegangkan. Dari ketiganya tak ada yang mengeluarkan suaranya sama sekali, hanya sesekali terdengar suara rintihan kecil dari Orion yang duduk di depan dengan Alaska yang fokus menyetir namun tatapannya terlihat begitu dingin, datar, tajam dan terlihat juga ada amarah di matanya. Sedangkan Rigel hanya duduk dalam diam di kursi penumpang seraya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil menatap jalanan yang mulai sepi lantaran hari sudah semakin larut.

Kesunyian itu terus berlangsung sampai tak terasa mobil yang di kendarai Alaska pun mulai memasuki perkarangan mewah keluarga Nataprawira. Mobil Alaska berhenti tepat di depan pintu utama. Lantas tanpa mengatakan apapun Rigel pun turun dari mobil.

BRAK! Si bungsu Nataprawira itu menutup pintu mobil dengan sedikit keras membuat sang kakak sulung menghela napas lelah. Sedangkan kakak kembarnya masih terdiam berusaha untuk menetralkan rasa sakit yang sejak tadi terus-terusan menghujam area dada kirinya.

"Rion.." panggil Alaska.

"Eungh.. s-sebentar ya mas," Orion yang sejak dalam perjalanan hanya terdiam dengan menggigit bibirnya sampai berdarah pun akhirnya mengeluarkan suaranya yang terdengar begitu menyakitkan bagi Alaska. Belum lagi keringat dingin terus bercucuran di pelipis Orion serta wajahnya yang kian memucat dengan bibirnya yang ikut membiru di khiasi dengan sedikit bercak darah membuat Alaska semakin tak tega melihatnya.

"Mas gendong ya?" tawar Alaska namun adik kecilnya menggeleng pelan.

"R-rion masih b-bisa jalan kok.."

Setelah menarik napas dalam, tangan bergetar Orion yang sejak tadi mengurut dada kirinya kini beralih untuk membuka safety belt. Alaska yang mengerti pun langsung turun dari mobil, membuka kan pintu untuk adiknya. Setelah itu Alaska memapah tubuh ringkih sang adik dengan perlahan memasuki area rumah mewah Nataprawira.

Sedangkan Rigel sendiri ia berjalan memasuki rumah mewahnya dengan tergesa tanpa memperdulikan apapun dan siapapun. Hingga langkahnya berhenti tepat di ruang tamu utama.

"A-ayah.. I-ibu.. Mbak Ale.."

Betapa terkejutnya Rigel saat melihat sang ayah, ibu serta kakak perempuannya tengah berdiri di ruang tamu utama seolah-olah menunggu kedatangnnya dan juga kedua kakaknya yang lain. Dapat Rigel lihat tatapan ayahnya begitu dingin dan datar membuatnya langsung menunduk takut. Sedangkan sang ibu menatapnya sendu namun dapat Rigel lihat ada sorot kecewa dari tatapannya, begitu juga dengan mbak cantiknya.

"Masuk kamar istirahat, ayah ga butuh penjelasan sekarang! Dan jangan harap besok kamu bisa pergi dari rumah Rigel!" ucap Gibran tegas.

"M-maaf yah.." sahut Rigel pelan dan begitu lirih seraya masih menundukan kepalanya.

Tak lama dari itu Alaska pun datang dengan memapah Orion yang nampaknya kian melemas.

"Yah.." panggil Alaska membuat seluruh pandang mata teralih padanya kecuali Rigel.

Tanpa mengatakan apapun lagi Rigel pun melangkahkan tungkainya berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kakak sulung dan kakak kembarnya yang baru saja datang, juga ayah, ibu serta kakak cantiknya toh bukan kah sang ayah tadi menyuruhnya untuk pergi ke kamar? Begitulah pikirnya.

"Mbak, tolong obatin luka-luka adek ya, pastiin adek ga kenapa-kenapa dan istirahat dengan baik," ucap Nadine pada anak cantiknya.

Sejujurnya ia begitu khawatir dengan anak bungsunya, tetapi di saat yang bersamaan Nadine pun kecewa jadi ia sedikit mendiamkan sang anak bungsu untuk memberinya sedikit pelajaran agar anak bungsunya itu mengerti bahwa kali ini Nadine benar-benar marah dengan ulah yang di buat oleh Rigel.

•What If Orion & Rigel Live Together•Where stories live. Discover now