9. Melarikan diri?

718 131 58
                                    

Tok, tok, tok.. Orion memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar sang adik yang baru saja di tutup dengan kasar oleh sang empunya. Saat ini hatinya tengah di selimuti perasaan khawatir lantaran melihat adik kembarnya yang tadi tak sengaja berpapasan dengannya terlihat seperti sudah menangis, bahkan Orion dapat melihat ada kekecewaan di sorot mata adik kembarnya itu, makanya ia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Rigel untuk memastikan bahwa adiknya baik-baik saja dan berharap sang empunya akan membuka pintu kamar.

"A-adek.. Ini kakak Ri-rion," ucapnya pelan namun tak ada sahutan dari dalam sana.

Tok, Tok, tok.. Orion kembali mengetuk pintu dan tak lama dari itu, DUK! ia sedikit terkejut saat sang empunya bukannya membuka kan pintu malah menendang pintu itu dengan keras membuat Orion terkejut, tentu saja.

"Pergi Orion! Gue ga mau di ganggu! Gue lagi mau sendiri!" sahut sang empunya kamar, siapa lagi kalau bukan Rigel?

"A-adek buka dulu pintunya sebenetar, izinin kakak masuk ya? Kakak mau bicara–"

"EH LO DENGER GA SIH?! GUE BILANG GUE LAGI GA MAU DI GANGGU, GUE MAU SENDIRI! SANA LO PERGI ORION BUDEG!" sentak Rigel seperti berapi-api dari dalam sana membuat sang kakak kembar yang berada di luar kamarnya menunduk sedih.

"Kakak minta maaf kalau kakak ada salah sama adek, nanti kalau adek udah mau di ganggu bilang sama kakak ya?" ucap Orion masih berusaha menunjukan senyum di wajah pucatnya meskipun sang adik tak dapat melihatnya.

"..." tak ada sahutan dari dalam sana membuat Orion menghela napas pasrah dan tak akan lagi mengganggu sang adik untuk saat ini. Orion paham, adiknya itu butuh waktu sendiri.

"Adek kenapa sih? Emangnya Rion salah apa? Rion kan baru keluar dari kamar," gumamnya pelan seraya melangkahkan tungkainya menjauh dari kamar sang adik berniat untuk kembali ke kamar.

Namun langkahnya tiba-tiba terhenti seketika saat mengingat sesuatu, "ini pasti ada hubungannya sama ayah, mas Aka dan kakak-kakak yang lain! Iya pasti soalnya ibu bilang, setelah sarapan Rigel bakalan di sidang! Ga bisa, Rion harus minta penjelasan sama ayah tentang apa yang terjadi sama adek sampai-sampai adek semarah ini!"



Sepeninggalan Rigel dari ruang keluarga suasana pun mendadak hening seketika. Gibran hanya diam seraya mengurut pangkal hidungnya pelan, begitu juga dengan si sulung Alaska. Kavin dan Zayn saling pandang satu sama lain, memberi kode agar salah satu dari mereka dapat memecah keheningan. Sedangkan si cantik Aletta pun hanya duduk dalam diam. Hingga tak lama dari itu keheningan pun sirna saat seseorang berjalan memasuki area ruang keluarga.

"Ayah, mas Aka, mbak Ale, bang Kavin, kak Zayn.." panggilnya membuat semua nama yang di sebut pun sontak langsung menoleh.

"Orion?"

Ya, seseorang itu memang Orion. Terlihat anak menggemaskan itu berdiri tepat di depan sang ayah dengan tangannya yang membawa tabung oksigen kecil miliknya, ingatkan Orion masih menggunakan selang oksigen.

"Lho kacil ngapain disini? Kacil kan harusnya istirahat di kamar," ujar Aletta lembut namun sepertinya tak di gubris oleh sang adik kecil.

"Kalian apain adeknya Rion? Ayah, mas Aka, mbak Ale, bang Kavin, dan kak Zayn pasti habis marahin adek 'kan?" tanya Orion dengan tatapan galaknya namun tak membuat sang ayah dan kakak-kakaknya takut.

"Engga, ayah ga marahin adek. Ayah cuma nasehatin adek aja kacil," jawab Gibran seraya beranjak dari duduknya lalu berjalan menghampiri sang anak.

"Ayah bohong! Ayah pasti marahin adek kan sampai adek nangis kaya gitu? Mood adek juga keliatannya buruk banget sampai sampai adek ga mau ketemu sama Rion!" Orion mulai sedikit meninggikan bicaranya.

•What If Orion & Rigel Live Together•Where stories live. Discover now