-01-

42 12 47
                                    

Terik matahari tepat berada di atas kepala. Beberapa orang ada yang mengibaskan tangan mereka untuk mengurangi kegerahan, bahkan ada yang rela kembali ke tenda untuk meredakan pusing.

Antrian di sana cukup panjang, padahal hanya diberi beras serta kebutuhan lainnya. Sekolah lama yang dihuni ribuan murid beserta seorang guru hangus terbakar karena suatu hal. Karena itulah, murid SMA Berdikari rela mengantri.

"Hhh, panas," keluhnya. Ia melirik orang-orang yang mengantri di depan.

"Lama amat astaga, pembagian sembako doang loh ini."

Gadis bernama Hikari mendengus, sesekali memegang keningnya yang diperban karena kembali merasakan sakit.

"Lo gapapa?" tanya seseorang di sampingnya.

Hikari melirik. "Solar? Hn, seperti yang lo liat."

Ketika Solar hendak membuka mulut, seseorang berlari memeluk Hikari dari belakang.

"HALO AYAMKU!"

Rayshifa. Salah satu murid jurusan IPS yang memiliki hubungan dekat dengan Hikari menyapanya, membuat Hikari melirik datar.

"Oh, halo my induk."

"Kenapa, nih? Kepalamu gapapa kan?" tanya Rayshifa.

"Sedikit pusing, tapi lumayan." Tatapan Hikari cukup buram. Ah, sial. Gadis itu melupakan kacamatanya.

"Noh, kacamata. Makanya pake, jangan lepas pasang," ucap Rayshifa memberikan kacamata milik Hikari.

Tanpa banyak bicara, Hikari mengambil kacamata tersebut dan memakaikannya.

"Thanks. Oh iya, ngapain lo ke sini, Lar?" tanya Hikari melirik Solar yang berada di samping kirinya.

"Oh, gue cuman mau bilang. Kalau lo butuh lebih banyak bahan makanan, gue ada lebih di sana. Lo boleh ambil," jawab Solar.

Mendengar hal itu, Hikari hanya mengangguk dan membiarkan Solar pergi ke tenda darurat. Pikirannya terbagi-bagi, membuat Hikari tidak bisa fokus pada satu hal saja.

"Heh, lama anjir. Sakit kepala gue," keluh Hikari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dengan gerakan refleks, Rayshifa menahan tubuh Hikari yang sempat limbung itu. "Hei, gak ke tenda darurat aja? Biar konsumsi yang dikasih sama aku aja dibawanya."

"Gak, gak perlu. Gue gapapa," tolak Hikari menjaga keseimbangan.

"Heh, serius? Jangan maksain diri, weh. Beneran gapapa, sumpah. Lo ke tenda darurat aja, Kar." Terdapat paksaan dari nada bicara Rayshifa, seolah gadis itu ingin temannya tidak memaksakan diri.

Namun, Hikari memiliki pribadi yang keras dan tidak mudah luluh dengan perkataan orang lain jika sudah menyinggung prinsip-prinsipnya. Gadis itu tetap menolak paksaan Rayshifa.

"Demi apa pun gue gapapa, Ray. Ntar kalo emang beneran gak kuat gue bilang, deh. Sakit kepala yang ini gak seberapa. Kalau gue balik sekarang, gue lemah," finalnya mencoba memberikan kesepakatan.

Helaan napas berat yang Rayshifa lakukan menjawab kesepakatan Hikari padanya, bahwa dia menerima kesepakatan Hikari dengan berat hati.

Beberapa menit setelah lama menunggu, akhirnya mereka berdua mendapatkan sembako untuk menambah stok makanan.

"Akhirnya dapet juga. Habis ini kau ke tenda, loh. Turu, ya. Jangan ngeyel," ucap Rayshifa menasihati Hikari.

Hikari yang sedikit kesulitan membawa sembako pun menghela napas.

"Gak janji," jawabnya singkat.

"Harus. H-A-R-U-S."

"Perlu bantuan?"

Ambisi Where stories live. Discover now