-02-

28 10 33
                                    

"Makasih, ya, Kak Redav. Duh, untug aja ada Kakak. Kalau enggak Hika udah tumbang lagi," ucap Rayshifa melirik Hikari yang sudah tertidur.

Redav mengangguk. "Gapapa, santai aja. Ya udah, aku ke sana dulu. Kalau butuh bantuan lain, bilang aja langsung ke Kakak."

"Siap, Kak."

Rayshifa sangat menghormati Redav. Selain karena Redav adalah anggota OSIS seperti Gempa, Redav dihormati karena perempuan itu memperlakukan semua orang dengan adil tanpa pilih kasih.

Setelah pembagian sembako, Rayshifa memutuskan untuk berjalan ke luar tenda agar dirinya tidak merasa bosan. Baru saja Rayshifa keluar jalan-jalan, ada pertikaian yang terjadi di tenda itu.

"Mana HP ku?" tanya Delilah.

Gadis itu mengulurkan tangan, meminta ponselnya dikembalikan dengan tatapan datar.

"A-aku gak tahu. Emang kamu simpen HP di mana? Aku gak tahu apa-apa," jawab Fura. Gadis itu merasa ketakutan ketika semua orang yang berada di tenda beralih menatap dirinya. 

"Bohong. Tadi kata Evelyn HP ku diambil sama kamu. Sekarang mana HP punyaku? Aku butuh HP itu, Ataya Fura." Dengan tatapan tajamnya, Delilah menekan setiap kalimat yang ia lontarkan. Dia masih sabar menunggu Fura mengembalikan HP nya.

Dahi Fura semakin berkerut. Dia memaksakan kepalanya untuk mengingat seorang murid bernama Evelyn. Namun, seberapa keras usahanya untuk mengingat, gadis itu tidak punya kenalan bernama Evelyn.

"A-aku gak kenal. Siapa Evelyn? Kenapa gak kamu tanya aja ke dia? Aku sama sekali gak tahu apa-apa soal HP kamu, Del. Aku dari tadi sibuk sama sketchbook, gak mainin HP atau bahkan ambil HP orang lain," bantah Fura berusaha membela dirinya.

Delilah termasuk gadis yang minim berekspresi. Namun, dari tatapannya terlihat sekali Delilah merasa kesal.

"Evelyn sendiri yang bilang dia nitipin HP ku ke kamu, Ataya. Kamu gak kenal temen seangkatan sendiri? Dia aja kenal kamu, loh. Hhh, cepetan mana HP aku, Ataya? Kamu gak mau dituduh pencuri, kan?" sergah Delilah semakin memojokkan Fura yang sudah panik.

Namun, segala cara Fura lakukan agar Delilah mau percaya. "Kamu kenapa, sih? Aku udah jujur, Delilah. Aku dari tadi gak pegang HP sama sekali. Cuman sketchbook sama pulpen doang, gak ada yang lain."

"Apa ini ribut-ribut?"

Seorang perempuan yang nimbrung dalam obrolan, membuat Delilah dan Fura menoleh bersamaan. Di sana terlihat Hikari yang menatap mereka dengan kesal.

"Hika?" Fura membeo.

"Bukan," sahut Hikari membalas datar. "Apaan ribut-ribut? Kepala gue makin sakit gara-gara keributan kalian."

"Dia gak mau ngaku nyembunyiin HP aku. Aku cuman minta HP aku dikembalikan, dia terus ngelak."

"Tapi aku gak nyembunyiin HP nya, Hika. Dari tadi aku sama sketchbook, loh. Tapi Delilah gak percaya," bantah Fura berusaha membela diri.

Hikari melirik mereka satu persatu. Tak lama, ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikan barang tersebut ke tangan Delilah. "Tuh HP lo. Gak usah tantrum lagi."

Delilah terdiam beberapa saat melihat HP yang berada di tangannya. Tak lama, ia melihat Hikari yang sama-sama memperlihatkan wajah datarnya.

"Kenapa ada di kamu?" tanya Delilah dengan nada mengintimidasi.

"Evelyn nitipin HP lo ke gue. Dia ngira gue Fura mungkin karena kita berdua pake kacamata. Udah? Gak nuduh orang lagi?" Samar-samar Hikari menyunggingkan senyum miring.

"Cih. Thanks," ucapnya pelan.

"Lain kali jangan asal tuduh tanpa bukti." Hikari melipat tangannya di dada. "Takut nanti muka lo gak ada harganya karena kelewat malu. Kan kasihan."

Ambisi Where stories live. Discover now