-03-

24 9 38
                                    

Karena tidak bisa tidur, Hida memilih untuk berjalan-jalan menelusuri setiap lorong yang berada di asrama tersebut. Pikirannya berkelana memikirkan kelas yang akan ia pilih.

"Milih kelas apa, ya?" gumam gadis itu menatap datar.

Tak lama, ia mendengar suara langkah kaki mengikutinya dari belakang. Dengan gerakan yang cekatan, Hida berkelit ke belakang dan hendak memukul seseorang yang mengikutinya.

"Hei, tenang. Gue Solar, oke? Jangan sampe tangan lo itu ngerusak wajah tampan gue. Nanti gak ada cewek yang suka sama gue lagi," ucap Solar dengan kedua tangan yang melindungi wajahnya.

Melihat siapa orang yang mengikutinya, Hida menatap datar dan membuang napas kesal. Ia kembali berbalik arah dan berjalan.

"Ngapain sendirian aja di lorong asrama?" tanya Solar berjalan di samping Hida.

"Lo juga ngapain di sini ngikutin gue." Hida membalas pertanyaan Solar dengan sebuah pertanyaan lagi. Kali ini tatapan yang Hida berikan mulai sedikit tajam.

Solar terkekeh pelan. "Loh kenapa? Emangnya gak boleh kalo gue nemenin lo?"

"Emang gak boleh," ketus Hida memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana.

"Biarin, dong. Gue gabut di asrama mulu. Bang Thorn malah mabar sama Bang Taufan dan Bang Blaze. Btw, lo udah tahu mau masuk kelas apa?" tanya Solar.

Hida menggeleng pelan. Gadis itu masih merasa bimbang untuk memasuki kelas mana yang akan ia pelajari lebih dalam.

"Gak tahu, masih bingung gue. Lo sendiri mau milih apa?"

"Tadinya gue mau milih kelas bagian hacker gitu, tapi ternyata gak ada anjay. Palingan kelas analisis, sih. Gue denger denger di kelas analisa cukup banyak peminatnya, dan susah buat masuk. Yang gak masuk analisis, dapet kelas buangan."

Hida melirik Solar sesaat, sempat terkejut dengan jawaban dari pemuda di sampingnya itu. Namun, Hida kembali berekspresi datar.

"Oh, gitu. Kelas analisa, ya. Lumayan menggiurkan. Tapi gue gak suka menganalisis. Kalau ikut bela diri, ceweknya sendiri," ungkap Hida membuang napas resah.

"Iya, sih. Tapi kenapa gak mau ambil kelas melukis? Setahu gue, lo suka menggambar, kan?" Solar memberikan usulan, berharap usulannya itu bisa mengubah pikiran Hida.

Namun, Hida menggelengkan kepala. "Menggambar itu sebatas hobi gue doang, Solar. Gue lebih tertarik ke dunia komputer dan hack. Kalau masuk kelas lain juga tapi kitanya gak menjalani dengan sepenuh hati, yang ada ilmunya gak dapet. Cuman dapet capeknya doang."

Solar terdiam sejenak. Benar juga, sih, apa yang Hida katakan.

"Oh iya, asma lo gimana? Gak kambuh lagi, kan?" tanya Solar mengalihkan topik.

Masih dengan tatapan datar, Hida menoleh. "Apa? Kok tiba-tiba ngalihin topik? Ngerasa kesindir bilang aja."

"Anjir, udah diem. Gue cuman nanya doang, elah. Waktu kebakaran gara-gara gas bocor di dapur sekolah itu, asma lo kambuh. Dan banyak orang yang harus nanganin lo sampe lo siuman," elak Solar mencoba membela diri.

Ucapan Solar membuat Hida mengerutkan keningnya, mengingat kejadian di mana asmanya kambuh. Tak lama, gadis itu tertawa pelan. "Oh, pas gue pingsan gara-gara asma kambuh banyak orang yang nanganin, ya, sampai gue sadar?"

"Iyalah, njir. Gue juga ikut serta. Panik gue. Apalagi pas ditanya tapi lo gak ngasih jawaban, malah nangis terus-menerus."

"Gak lama tahu-tahu lo gak sadarkan diri. Bahkan Gempa ngecek napas sama denyut nadi di tangan sama leher lo gara-gara gak ngerasa lo bernapas."

Ambisi Kde žijí příběhy. Začni objevovat