Bab 4 - Sneak into the forest

8 4 0
                                    

Sudah terhitung seminggu sejak Faylinn tinggal di rumah Dieter. Selama itu, Faylinn mulai memahami rutinitas Dieter yang cukup sibuk. Pemuda itu akan berangkat pagi, bahkan bisa sangat pagi ketika ada telpon yang berdering, menandakan kondisi gawat yang harus segera ditangani. Namun, ada kalanya pagi hari diisi dengan tenang. Bahkan Dieter menyempatkan diri untuk lari pagi menyusuri jalan setapak ke arah bukit lalu turun hingga ke perbatasan desa yang mengarah ke kota.

Faylinn memang tidak ikut bepergian dengan Dieter untuk dapat mengetahui itu semua. Namun, Dieter lah yang menceritakannya dengan sangat antusias.

Setiap pulang dari luar, Dieter akan memasak hidangan dan menyantap makan malam bersama dengan Faylinn. Dieter memang tidak terlalu pandai memasak, tetapi pemuda itu selalu memberi rasa aman dan nyaman yang membuat Faylinn menantikan kepulangannya.

Faylinn menduga bahwa Dieter menyukai cokelat. Sebab, setiap kali Dieter pulang bekerja, ia akan membawa sekotak atau dua kotak cokelat untuk disimpan sebagai persediaan. Faylinn pernah mencobanya dengan penasaran. Rasanya seperti perpaduan antara manis dan pahit. Teksturnya lembut dan meleleh saat berada di mulut.

"Ada yang bilang katanya cokelat itu dapat membuat suasana hati yang sedang buruk menjadi bahagia," kata Dieter sambil melahap potongan cokelat.

Faylinn menatap pemuda itu, meragukan kalimatnya. "Benarkah?"

Dieter tersenyum dan mengangguk. "Kamu coba saja nanti kalau suasana hatimu sedang buruk. Aku punya beberapa stok bola cokelat di toples. Kusimpan di lemari dapur, kalau kau mau."

Kali ini Faylinn yang mengangguk. Dia akan mencobanya. Tapi, barangkali tidak harus menunggu suasan hati yang buruk untuk memakan camilan itu. Misalnya saja seperti sekarang, mereka memakan cokelat itu bukan untuk mengusir kegundahan.

Padahal waktu baru saja berjalan seminggu, tetapi Faylinn merasa seakan dia sudah mengenal akrab Dieter. Ada suatu emosi menyenangkan ketika mendengar Dieter berbicara, bahkan sekadar bercerita tentang hari yang telah dilaluinya.

Untuk membalas kebaikan Dieter, Faylinn memang belum bisa berbuat banyak hal. Dia mencoba membantu membersihkan rumah dan merawat tanaman terbengkalai di pekarangan.

Tanaman-tanaman di halaman depan rumah Dieter kebanyakan hanya ditumbuhi semak dan rumput liar. Mungkin bila orang lain yang melihatnya akan tampak seperti rumah tidak berpenghuni alih-alih rumah seorang dokter hewan lajang.

Faylinn akan mencoba memberitahu Dieter untuk membawakannya benih dan bibit bunga-bunga agar halaman depan rumahnya menjadi lebih hidup dan terawat. Namun, tiap kali seseorang lewat di depan pagar, Faylinn akan buru-buru masuk ke dalam dan berhenti membersihkan gulma. Sebab, ketika orang-orang yang lewat itu melihatnya, tatapan mereka selalu mengarah ke tempat yang sama, yaitu pada kakinya yang tidak sempurna.

Meski tidak terlalu paham mengapa orang-orang itu mempermasalahkan kondisi fiksinya, tetapi Faylinn merasa tidak nyaman akan tatapan itu dan lebih memilih menghindarinya.

Suatu malam, ia menceritakan hal tersebut pada Dieter. Lalu, pemuda itu mencoba memberi saran.

"Jika tatapan mereka seperti memusuhimu, abaikan saja. Jika mereka menatapmu dengan kasihan, juga abaikan saja."

Faylinn mengerutkan alis, heran. "Saran macam apa itu?"

Dieter hanya tertawa saat melihat Faylinn sedang kesal. Pemuda itu lekas menghabiskan makan malamnya dan berkata dengan sungguh-sungguh.

"Bagaimana kalau kapan-kapan kau berkunjung ke klinik tempatku bekerja? Aku janji tidak akan meninggalkanmu sendirian jika kau merasa takut."

Faylinn menimbang tawaran itu. Memang terdengar menarik, tetapi ada suatu hal lain yang Faylinn inginkan. Ada kepentingan yang harus Faylinn lakukan. Ia harus menemukan caranya bersatu dengan esensi pohon sebelum terlambat. Namun, barangkali dengan menerima tawaran Dieter dapat memberinya petunjuk menemukan caranya.

For The Verdant HeartWhere stories live. Discover now