Chapter 3

149 24 2
                                    

Dengan posisi yang masih berjongkok. Alora menurunkan tangannya dari kepala lalu tangan itu mencoba mengelus dadanya. Sial, berkat suara petir dan gemuruh hujan yang sangat amat keras. Jantung Alora sekarang sudah berdetak dengan begitu kencang. Alora bisa menebak jika petir itu berjarak sangat dekat dengan tempatnya. Karena tadi ia sempat merasakan cahaya dari petir itu dapat membuat tempat ini menjadi terang dalam sepersekian detik.

Gadis itu berdiri. Tapi sedetik kemudian, tubuh Alora menengang bukan main saat manik mata itu menatap keluar jendela. Sungguh, Alora benar-benar yakin jika tadi masih malam hari serta tengah hujan lebat. Bahkan Alora selalu mendengar suara gemuruh hujan walaupun sudah memakai headphone. Tapi sekarang? Didepan matanya ini, ia malah melihat dengan jelas langit yang berwarna biru serta cahaya matahari yang terlihat begitu menyilaukan. Apalagi suara dari burung yang tengah berkicau seakan menambah rasa bingung Alora dengan pemandangan di depannya.

"Nggak mungkin." Tangan itu terangkat. Mencoba melepaskan headphone bluetooth miliknya hingga kini sudah mengantung begitu saja di leher jenjangnya. Tanpa pikir panjang, Alora dengan cepat membuka ponsel. Tapi gadis itu langsung saja mengumpat saat tidak menemukan sinyal sama sekali.

"KAK NOVAN!!! KAK ZACO!!" Teriak Alora sambil berlari ke posisi awal. Tepat dimana ia terakhir kali berpisah dengan kedua kakaknya.

"KAK ZACO!!!" Alora frustasi setengah mati disela-sela ia berlari menuruni anak tangga "KAK NOVAN!!"

"KAK INI NGGAK LUCU!!" Sial, padahal kedua kakaknya sudah bilang jika mereka akan datang saat ia meneriaki nama mereka. Tapi sekarang? Kedua kakaknya malah menghilang begitu saja "KAK PLEASE!! INI NGGAK LUCU SAMA SEKALI!!"

Kini, Alora sudah sampai di lantai bawah, tepat dimana ia dan kedua kakaknya berpisah. Dengan nafas yang memburu. Alora mencoba menatap kesekeliling guna mencari keberadaan kedua kakaknya. Tanpa peduli dengan kepanikannya. Alora berusaha sebaik mungkin untuk menyusuri kastil ini berharap ia dapat menemukan kedua kakaknya. Tapi sayang, usahanya benar-benar sia-sia saja.

"Kak Zaco, Kak Novan." Lirih Alora saat ia sudah merasa jika tidak ada siapapun di kastil terbengkalai ini. Bahkan ia merasa hanya ada dirinya di tempat ini. "Kak.... Kalian dimana?"

Gadis itu menunduk. Hingga tanpa sadar, mata itu terfokus pada kristal hitam yang sedari tadi tanpa sadar ia gengam. Karena tak ingin berpikir terlalu rumit, Alora mengantongi kristal itu disaku coat hitam miliknya. Manik mata sekelam malam itu kemudian melirik ke arah pintu masuk yang terbuka setengah.

Dengan perasaan yang berkecambuk. Alora akhirnya memutuskan untuk melangkahkan kakinya guna keluar dari kastil tua ini. Ini memang sangat bahaya untuk keluar ditempat yang sama sekali tidak ia ketahui. Tapi Alora tidak ada pilihan lain. Ia hanya ingin mencari jalan keluar dan mengetahui tempat sialan apa ini. Lagipula, jika dirinya tidak beruntung. Ia pasti juga akan mati. Pilihannya hanya ada dua. Mati kelaparan di dalam kastil. Atau mati mengenaskan di alam bebas. Semuanya sama saja.

Langkah demi langkah yang Alora ambil membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Dan saat ia sudah keluar dari dalam kastil, Alora langsung menahan nafas saat melihat pemandangan di depannya. Hutan ini sangat berbeda dengan hutan yang berasa di belakang rumah kakeknya. Ini terasa asing. Dan seketika saja, Alora merasa ragu untuk melangkah lebih jauh.

Tapi baru saja Alora ingin melangkahkan kakinya lagi. Sebuah pergerakan dari balik pepohonan membuat fokus Alora teralihkan begitu saja. Manik mata sekelam malam itu langsung saja menatap tajam kearah suara itu. Hingga beberapa menit kemudian, munculah seorang manusia yang berpakaian begitu aneh dan terlihat kuno. Jika Alora boleh menebak. Umurnya seseorang yang berjenis kelamin wanita itu mungkin sekitar 60 tahun keatas.

SELCOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang