Ring 6

243 42 3
                                    

Ameera memeras otaknya sampai akhirnya ia menyerah karena tetap tidak menemukan jawaban apapun dari semua keanehan ini. Untuk memenuhi rasa penasaran sekaligus kebingungan yang sedang memenuhi kepalanya, Ameera melangkah turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati jendela besar yang ditutupi oleh tirai putih tranparan. Perlahan ia menggeser tirai tersebut dan detik berikutnya ia dibuat terkejut oleh halaman rumah yang begitu luas. Rumput hijau yang terhampar luas sebesar lapangan tennis memberikan keindahan dan kesegaran mata. Dua kursi besi bercat putih yang saling berhadapan dan hanya dibatasi sebuah meja kaca bulat memberikan keinginan siapa saja yang melihatnya untuk menikmati keindahan tanaman bunga dan angin sejuk yang akan membelai pohon-pohon disekitarnya yang tertata begitu rapi. Seakan ingin memperlihatkan keterampilan sang pemilik rumah.

"Di mana aku?' gumam Ameera pelan. Ia benar-benar merasa asing dengan tempat ini. Juga bagaimana bisa ia berada di rumah ini? Juga siapa mereka? Ayah dan putri yang memanggil dirinya dengan sebutan 'mami'? Ah, memikirkan semuanya sekaligus membuat kepalanya terasa sakit. 

Suara pintu terbuka membuat Ameera keluar dari pikirannya dan menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar. "Pagi nyonya, tuan meminta saya bertanya kepada nyonya. Apakah nyonya mau sarapan di kamar atau di ruang makan?" tanya seorang wanita paruh baya yang di jaman modern seperti ini masih memilih mengenakan pakaian kebaya.

"Um... Di ruang makan saja." Jawaban Ameera dibalas anggukan kepala dari wanita itu sebelum keluar dari kamar. Di tempatnya Ameera memandang pintu kamar tersebut dalam diam. Ya, ia harus keluar dari kamar ini dan mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dan dimana dia saat ini. Dan diam saja di dalam kamar ini tidak akan memberikannya jawaban apapun. Ameera menarik napas panjang dan memberanikan diri memandang dirinya di dalam cermin. Alangkah terkejut dirinya setelah melihat penampilannya yang berantakan dalam balutan gaun tidur berwarna peach. Wajahnya tampak pucat, kantung matanya sudah mirip dengan panda, rambutnya berantakan dan bibirnya kering. Bagaimana bisa dia berpenampilan seperti ini di depan pria setampan suaminya? Suami? Bagaimana bisa dia memiliki pemikiran seperti itu? Memangnya pria tampan itu suaminya? Suami yang bahkan namanya saja tidak ia ketahui. Sadar Ameera! Yang harus kamu pikirkan saat ini adalah mencari jalan keluar dan kebenaran yang sedang terjadi di sini! Bukan waktu yang tepat untuk terbuai dengan ketampanan seorang pria!

Detik berikutnya Ameera melangkah menuju sebuah ruangan yang merupakan walking closet dan kamar mandi pribadi. Tanpa menunggu lebih lama, Ameera langsung membersihkan dirinya dan alangkah terkejutnya dia saat mengenakan gaun yang tergantung di salah satu lemari dan ternyata sangat pas dengan ukuran tubuhnya. Bagaimana bisa? Seakan gaun ini memang milik dirinya? Akhirnya Ameera memutuskan untuk mengambil gaun berwana peach dengan motif bunga diatasnya. Lengannya pendek dan panjangnya mencapai lutut. Bagian atasnya begitu pas membentuk tubuhnya sedangkan bagian roknya bergelombang. Setelah itu Ameera menghampiri meja rias dan terkejut karena semua warna dan merek make up yang tersedia sesuai dengan seleranya. Bagaimana bisa? Ameera meraih lipstick yang sama dengan yang selalu ada di dalam tasnya dan menyapukannya ke atas bibirnya. Wajahnya yang memucat telah hilang. Ameera mencoba menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Alangkah baiknya jika ia tersenyum seperti ini. Sama seperti dirinya beberapa waktu lalu sebelum melihat aksi bejat yang dilakukan oleh kekasihnya. Ameera menarik napas panjang. Mengapa ia harus mengingat hal buruk itu lagi? Sebaiknya ia segera memoleskan make up di hadapannya ini dan segera keluar dari kamar ini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Di ruang makan, dua pasang mata menoleh ke arah datangnya Ameera yang baru saja tiba di ruang makan. Jujur saja ia begitu terkejut ketika mendapati dirinya berada di luar kamar. Rumah ini begitu asing. Sampai dia tak tahu harus ke mana untuk memulai semuanya. Namun, untunglah wanita yang tadi mendatangi kamarnya muncul dan seperti mengetahui kebingungan Ameera wanita itu langsung mengajak Ameera untuk mengikutinya. Anak perempuan dan pria itu memandang Ameera dengan pandangan datar yang membuat Ameera merasa tidak nyaman. Untunglah raut anak perempuan itu tersenyum dan memanggilnya, "Mami!"

Ameera menarik sebelah sudut bibirnya sedetik lalu kembali memasang wajah datar. Bingung harus bersikap bagaimana dengan panggilan yang terdengar asing di telinganya. 

"Duduklah," pinta suara bariton itu yang langsung membuat tubuh Ameera langsung duduk di sisi kiri pria itu. Sedangkan Nayla duduk di sisi kanan. "Nayla habiskan sarapanmu dan segera berangkat ke sekolah. Hari ini kamu pergi dengan Pak Kusuma ya."

"Yah, kenapa bukan papi yang mengantar Nayla?"

"Papi harus menemani Mami sebentar."

"A-aku baik-baik saja," potong Ameera cepat. Di sebelahnya wanita paruh baya yang tadi mengantarkan sepiring roti dan telur mata sapi.

"Kamu mengerti ucapan Papi kan, Nayla?"

Dengan lemah Nayla mengangguk dan setelah selesai dia langsung bangkit dari duduknya dan pamit dari situ. Menyisakan Ameera dan pria yang hingga detik ini belum diketahui namanya.

"Aku akan menemanimu sampai dokter Brenda datang," kata pria itu memecah keheningan di antara mereka.

"Dokter Brenda?"

"Ya, dokter yang merawatmu selama ini. Dia salah satu rekanku jadi kamu tidak perlu takut karena Brenda adalah dalah satu dokter ternama di rumah sakit kami. Dan tentu saja kamu juga mengenalnya... dulu," jelas pria itu lagi.

Ameera memiih untuk diam. Dia mengerti apa yang diucapkan pria itu. Sehingga jika analisisnya tidak salah pria ini adalah seorang dokter. Karena dia menyebut dokter Brenda dengan rekannya. "Aku ingin bertanya."

Pria itu meraih gelas dan meminum air sebelum memandang Ameera. "Kamu bisa bertanya apa saja kepadaku."

Ameera memberanikan diri memandang pria asing yang mengaku sebagai suaminya sebelum membuka suaranya, "Siapa kamu dan di mana ini?"

Pria berahang kokoh itu menarik napasnya tersenyum kecil. "Namaku Anthony. Anthony Bragantara. Suamimu. Dan saat ini kamu sedang berada di rumah kita. Apakah jawaban itu cukup memuaskanmu? Atau ada lagi yang ingin kamu tanyakan?"

"Aku tidak ingat atau kenal kamu. Jadi bagaimana bisa kamu menjadi suamiku? Juga rumah ini, terasa sangat asing buatku dan aku membutuhkan ponselku. Aku harus menghubungi Zack dan memintanya untuk menjemputku."

"Zack?" Kedua alis Anthony terangkat. "Apakah pria itu yang membuatmu melarikan diri dariku?"

"A-apa? Apa maksudmu?" tanya Ameera bingung.

"Haruskah aku mengingatkanmu atau kamu sendiri yang akan menceritakan kejadian sebenarnya padaku?"

"Aku tidak mengerti ucapan anda."

"Kalau begitu aku akan membuat kamu mengerti. Karena Zack adalah kekasih gelapmu!"

"A-apa!"

***






The Magic RingWhere stories live. Discover now