2.(Flashback)

139 15 5
                                    


Di tengah malam yang gelap nan suram, pada tanggal 23 Maret 1998 datanglah Tobirama ke perumahan Senju dengan membawa bayi berumur 7 bulan di dalam dekapannya. Bayi itu begitu tenang, tidak menangis walau sedetik pun. Tapi setenang apapun bayi itu, hati Tobirama tetap gusar begitu resah. Hati dan pikirannya sedang berkelahi saat ini. Netra merahnya melihat perlengkapan bayi yang sudah dibelinya. Tobirama terdiam sebentar di dalam mobil sebelum akhirnya memantapkan hati untuk membawa bayi berkulit pucat ini ke rumahnya.

"Semoga keajaiban Kami menyertaimu, nak...," batin Tobirama.

Bayi itu didekap dalam jas Tobirama, dia berjalan melalui halaman yang basah oleh hujan. Ketika kakinya melangkah untuk memasuki rumah, sang istri ternyata masih terjaga. Haruko, istrinya sedang duduk di sofa sembari menjahit baju putranya yang sobek. Haruko belum sadar ada seseorang bayi kecil di tangan Tobirama, sang suami mendekat ke arah istri. Ada perasaan tak nyaman saat Haruko menyadari bahwa Tobirama membawa seorang bayi.

"Anata... bayi siapa yang kau bawa ini?" Tanya Haruko, dia berdiri untuk melihat lebih jelas wajah bayi tersebut. Bayi itu berusaha keluar dari dekapan Tobirama, wajahnya terpampang jelas. Matanya sayu khas dengan warna abu-abu. Rambutnya perak, dan kulitnya putih pucat. Dan jangan lupa senyumnya indah bak rembulan di malam hari. Haruko seperti melihat refleksi wajah seseorang yang telah menyakitinya di masa lalu, tapi dia berusaha berfikir positif, namun hatinya tidak.

"Anata... siapa gerangan bayi ini?" Hatinya menggelap, diluar kendali, Haruko mencoba mencekik bayi tersebut, namun dengan cekatan Tobirama memeluk bayi itu erat dan menahan tangan sang istri.

Haruko mencoba melepas cengkraman kuat Tobirama, "Apa yang kau lakukan, Haruko?!" Tegas Tobirama. Degup jantungnya berpacu, tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika saja dia tidak cepat bertindak. Seketika senyuman bayi itu memudar, bibirnya mulai melengkung membentuk huruf 'U' bersiap untuk menangis mendengar suara tinggi Tobirama.

"Siapa dia?!" Bentak Haruko seraya menunjuk-nunjuk wajah bayi berkulit pucat itu. Air mata Haruko mulai mengalir dari pelupuk matanya.

"Maaf, Haruko. Aku tahu kau tidak akan menerimanya, tapi tolong biarkan dia tinggal bersama kita," Tobirama memohon, mendekap bayi di tangannya lebih erat.

"Apa?...," Haruko tak dapat menahan tangisannya lagi. Rasa sakit dan pengkhianatan kembali dia rasakan. Apakah Tobirama lupa bagaimana ayah dan ibu dari bayi itu menyakiti mereka berdua? Terbuat dari apa hatinya itu?

"Maafkan aku, Haruko... aku tidak bisa menahan perasaan ku ketika melihatnya, kumohon-"

"Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak menganggu kita? Apa kau lupa tentang janjinya, anata?...," potong Haruko dengan cepat diikuti mengalirnya air matanya dengan deras.

"Aku sudah melupakan semuanya. Kecuali janjinya, memang benar dia tak menganggu kita. Tapi ini adalah keinginanku sendiri, aku mohon... bukalah hatimu. Lihatlah, dia sama sekali tak berdosa. Dia sendirian, aku tak tega." Suaranya bergetar, bayi di dekapannya seperti merasakan apa yang dia rasakan. Bayi berambut perak itu pun merengek.

Sakumo dan istrinya meninggal akibat kecelakaan beberapa minggu setelah kelahiran putri mereka. Tobirama tahu dimana keberadaan putri mereka karena ia sendirilah yang menaruh bayi putih tersebut di panti asuhan. Dan dia jugalah yang membawa bayi itu pulang kembali.

"Dia sudah mengkhianati mu dan menyakiti perasaanku, mengapa kau masih baik padanya?!"
"Kumohon rendahkan suaramu, dia ketakutan," pinta Tobirama penuh kelembutan. "Mereka sudah melakukan penebusan dosa bersama. Kau tahu itu karena kau pun ada disana bersamaku." Hati Haruko bak disayat, ketika Tobirama mengingatkannya kembali masa lalu menyakitkan itu.

"Siapa yang bisa memastikan dia tidak akan tumbuh seperti orang tuanya?" ucap Haruko penuh kebencian, dia ingin berbalik dan meninggalkan sang suami tapi langkahnya terhenti ketika Tobirama bersujud di kakinya. Seorang Tobirama Senju. Sedang bersujud, memohon kepada seseorang.
"Anggap saja ini adalah permintaan egoisku untuk yang pertama dan terakhir kalinya," hati Haruko mencelos perasaan benci semakin menguat.

HOME IS WHERE THE HEART IS [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang