9.

76 8 7
                                    

Pukul 6 pagi Kakashi terbangun, cahaya mentari bersinar begitu terik padahal waktu masih awal. Rasa gerah menjalar di seluruh tubuh pucatnya, ia tak nyaman. Terlebih saat ini Obito sedang memeluknya erat.

Dia mundur pelan-pelan, melepaskan pelukan itu. Kakashi bangkit dari kasur, berjalan ke arah ke kamar mandi dan mulai mandi.

Kini Kakashi sudah merasa segar, ia memakai handuk baju dan membuka gorden serta jendela agar udara pagi masuk. Kakashi duduk di pinggir ranjang, menepuk pelan pipi Obito, tapi sayangnya kekasihnya itu tak kunjung bangun.

Dengarlah, suara yang lembayung membelai telinga saat Kakashi berkata, "Anata... ayo bangun, ini sudah pagi."

Obito perlahan membuka mata, dirinya tersenyum saat wajah Kakashi adalah yang pertama ia lihat pertama kali saat pagi.

"Pagi...," ucapnya dengan suara serak basah. Bukanya bangun, dia justru menaruh kepala di paha Kakashi dan bersiap untuk menutup mata kembali, "ayo bangun, aku masakin ya?"

"Memangnya kamu bisa memasak?"

Bibir Kakashi tersungging, "bisa," jawabnya mantap.

Mata Obito langsung melotot, "benarkah? Masakan apapun?"

"Uhm... Masak apa saja boleh, aku bisa."

•••

"Bagaimana rasanya menurutmu?"

Slrpp!

Mata Kakashi berkedip-kedip bingung, bagaimana bisa Obito bisa menyeruput kuah sup panas itu tanpa di tiup?

Obito tiba-tiba tertunduk, Kakashi semakin bingung. " Tidak enak, ya?"

Kekasihnya itu memegang sendok erat dan menatap Kakashi, matanya berkaca-kaca.

"Enak sekali! Saya sudah lama tidak makan masakan rumah," jelas Obito. Dia langsung mengambil nasi dan memakan sup ikan Kakashi dengan buru-buru.

"Rasanya benar-benar...."

Netra abu-abu Kakashi ikut berkaca-kaca, dia sudah lama tak mendengar pujian tentang masakannya.

"Tidak bohong kan....?"

"Tidak, sayang. Untuk apa saya bohong?" Jawab Obito sembari menyuap makanan pada mulutnya.

Dia lalu menyadari sesuatu, "kamu menangis? Ada apa?"

Obito menyudahi makannya dan langsung menghampiri gadisnya itu lalu memeluk Kakashi penuh kasih, "kenapa sayang?"

Kakashi terdiam sebentar, "terima kasih pujiannya, aku senang sekali kamu suka dengan masakan ku. Seterusnya aku akan menyajikan makanan yang lebih nikmat lagi."

"Kami... Jadi hanya karena itu kamu menangis? Tenang saja sayang, meskipun masakan mu gosong pun saya akan mengatakan enak. Karena saya tahu usahamu untuk memasak." Ucap Obito menenangkan seraya mengusap air mata Kakashi.

"Berarti yang tadi bohongan, ya?" Cicit Kakashi.

"Tidak sayang, saya bersungguh-sungguh. Ini enak sekali, itu hanya sebuah pernyataan jika mungkin 'nanti' masakan yang kamu buat itu gagal atau
semacamnya."

Kedua tangan Obito menangkup pipi Kakashi dan mengangkat nya pelan, "Dengar, saya membawamu kemari untuk membuatmu bahagia, bukan untuk bersedih. Jadi usahakan jangan menangis lagi, okay?" Sambung Obito dengan lembut.

"Saya sudah berjanji untuk tidak membuat mu merasakan sedih, jangan membuatku merasa gagal."

Kakashi mengangguk-angguk mengerti.

"Hm... Sudah, jangan menangis lagi."
"Lebih baik lanjutkan sarapan kita, mari saya suap," sambung Obito. Dia duduk di samping Kakashi, lalu menyuapinya.
Gadis bersurai perak itu membuka mulutnya, menerima suapan Obito.

HOME IS WHERE THE HEART IS [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now