Bab 1

194 13 4
                                    

"Aku tahu kau tidak suka bunga, tapi aku merasa aneh jika datang tanpa membawa apapun." Sai memutar-mutar dua batang mawar di tangannya, sejenak ragu untuk meletakannya di atas gundukan tanah yang telah ditumbuhi rumput hijau. 

"Setidaknya adikmu suka." Sai berlutut dan meletakan kedua mawar itu di depan dua batu nisan di depannya.

Sudah tiga bulan ini dia tidak menjenguk mereka, biasanya Sai akan menyempatkan waktu untuk mampir sekitar seminggu sekali, namun kesibukkannya mencegah Sai untuk mengunjungi mereka akhir-akhir ini, membuat rasa bersalah dan kerinduan menjamur di dadanya.

"Aku menemukan anak-anak dengan bakat menarik, aku merekrut mereka dan membuat sebuah tim, dalam hanya beberapa bulan mereka berhasil membuat terobosan dari proyek gagal yang terdahulu." Sai diam sejenak, sudah menjadi kebiasaannya untuk melaporkan perkembangan perusahaan pada mantan atasannya ini, tapi sekarang laporannya kian bertahap berubah menjadi curahan hati.

"Aku tidak tahu bagaimana kau kuat mengelola banyaknya input output dan segala tetek bengek perusahaan, aku dibuat uring-uringan hanya karena kepala divisi periklanan." Sai menghelap napas, dia lelah, dia tahu seharusnya di waktu luangnya sekarang dia gunakan untuk istirahat, namun bukannya mengendarai mobil ke apartmennya, dia justru banting stir menuju mansion ini. Di sinilah mantan atasan yang mewariskan perusahaannya itu sekarang bersemayam, tepat di sebelah makam adiknya sendiri.

Secara teknis mansion ini telah menjadi properti miliknya, namun Sai memutuskan untuk membiarkan mansion itu apa adanya, dia lebih memilih tinggal di sebuah apartment sederhana tanpa latar belakang daripada mansion besar yang jelas mengandung terlalu banyak kenangan ini.

Sai memejamkan matanya, membiarkan dirinya tercebur ke dalam memori yang tidak pernah ikut terkubur bersama dengan kedua orang di depannya. Jika saja Sai membiarkan dirinya termenung beberapa saat di mansion ini, suara dari seseorang yang dia kenal akan memanggil-manggil namanya.

Sai menoleh ke mansion yang berdiri kokoh di belakangnya, mansion itu tetap terlihat indah, Sai menjaganya dengan baik sepeninggal penghuni yang lalu. Dulu setelah kematian Kaizo, hal yang ingin Sai lakukan untuk pertama kali adalah meruntuhkan mansion ini, namun sesuatu mencegahnya, sesuatu yang sama seperti detik ini.

Dua tahun kejadian itu telah berlalu, namun Sai masih dapat melihat sosok yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri itu berada di sana, sosok yang duduk di bingkai jendela sembari membaca buku kesukaannya. Fang seakan-akan masih berada di sana, menunduk menatap buku, sekali-kali pandangannya akan berubah melihat ke halaman mansion, saat pandangan mereka bertemu, Fang akan tersenyum dan melambai-lambai riang.

Sai tersenyum kecil, tangannya bergerak ingin membalas lambaian itu tapi kesadarannya masih cukup bagus sehingga dapat mengusir bayangan Fang. Saat Sai mengerjapkan mata, bayangan Fang musnah, digantikan oleh bingkai jendela yang tertutup rapat beserta gorden violetnya yang menutup kamar kosong itu. Tangan setengah terangkat itu seketika jatuh terkulai di sisi tubuhnya.

Kehampaan menghujam dadanya. Ada saat Sai menunggu-nunggu bayangan itu untuk muncul di depannya, namun tidak dapat Sai pungkiri kalau dia juga ingin mengenyahkan bayangan itu, berharap selamanya untuk tidak muncul kembali.

Tidak ada sudut di mansion ini yang bebas dari bayangan Fang, dulu pernah saat Sai berjalan-jalan di halaman mansion ini, dia melihat sosok kecil Fang yang berlari-lari mengejar kucing liar di halaman. Sai melupakan fakta sepenuhnya bahwa saat itu Fang telah pergi, kaki Sai bergerak sendiri mengejar sosok kecil Fang, senyuman kecil bahkan tergambar di wajahnya saat itu. Dia mengikuti sosok itu berlari hingga masuk ke dalam pavilion tempat sosok itu dikuburkan, saat Sai melihat nisan bertuliskan nama Fang di atasnya, Sai merasa dadanya dihajar.

Sai kira bayangan itu muncul karena dia sedang sangat berduka, namun bayangan-bayangan lain terus bermunculan, seperti sosok remaja Fang yang sibuk menggali tanah dengan sekop kecilnya, menanam bibit-bibit bunga untuk memperindah halaman hijaunya. Sai harus kuat untuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa itu hanyalah tipuan alam bawah sadarnya, jika tidak, saat matanya mengerjap bayangan itu tidak akan musnah.

A Small Heaven In PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang