32. Jino Lagi

17 0 0
                                    

Adnan mendengus pelan, berkali-kali ia mengintip ke jendela mobil menunggu Jingga keluar dari rumahnya. Ia sengaja lewat sini agar Jingga melihat kemesraan dirinya dengan Salsy. Sejak semalam ia memikirkan cara ini. Salsy menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, melihat sikap Adnan seperti ini membuatnya berpikir, apa Adnan gila? Hanya ingin membuat sang mantan cemburu dia melakukan hal seperti ini. Adnan keluar dari mobil, menoleh ke kanan dan ke kiri memperhatikan pintu gerbang sedikit terbuka.

"Kak. Kayaknya kamu percuma ngelakuin itu! Mana percaya mantan Ka—"

"Bukan mantan! Kami cuma break!" ucap Adnan cepat, memotong ucapan Salsy.

Salsy memutar bola matanya malas. Kisah putusnya Adnan dan Jingga sudah menyebar sampai seantero sekolah, bahkan guru-guru pun tahu. Banyak yang terharu dengan hubungan Adnan dan Jingga. Tidak, hanya pada Adnan. Adnan membuktikan ke semua orang kalau cinta tak harus memandang fisik dan ekonomi tapi saat mereka semua tahu penyebab Adnan putus, membuat rasa simpati mereka hilang. Mereka kembali beranggapan bahwa cinta memang memandang segalanya.

"Ayo, Kak berangkat. Kalau enggak, aku bakal berangkat sendiri!" ancam Salsy dibalas tatapan datar oleh Adnan.

"Gue jemput lo, karena ini. Dan lo mau pergi?"

"Ngambek," cibir Salsy sambil terkekeh, "iya! Aku bakal di sini, liat Kak Jingga cemburu."

"Diem!"

"Ralat, nungguin Kak Adnan cemburu. Liat ke arah gerbang, ada cowok lagi pelukan sama Kak Jingga!" bisik Salsy membuat Adnan menatap ke arah gerbang. Di sana ada Jingga dan Kenaan yang saling berpelukan. Dari jauh ia bisa melihat Kenaan mengode Jingga untuk mencium pipi dia. Jingga memukul pelan Kenaan lalu mengecup pipi Kenaan.

"Udah nemu yang baru ya Kak? Kayaknya lengket banget," ucap Salsy bernada candaan.

Adnan menggelengkan kepalanya pelan. "Itu kakaknya."

"Oh kakaknya. Kandung atau tiri?"

"Tiri."

"Bahaya tuh Kak. Bisa aja jadi sister complex kan?"

"Iya." Adnan masih memandang ke arah gerbang rumah Jingga. Tak lama mobil putih berhenti tepat di depan Jingga. Seseorang keluar dengan gaya elegannya. Orang itu adalah Rayn. Pria itu tersenyum, menyapa mereka berdua.

"Itu Kakak ganteng kan? Gercep banget pake ngejemput segala. Kayaknya ada yang udah kebakar deh," sindir Salsy sambil melirik Adnan. Kedua tangan Adnan mengepal, rahangnya mengeras. "Bukan kak, Jingga yang cemburu tapi Kak Adnan."

Adnan masuk ke dalam mobil, menyalakan mobilnya lalu pergi meninggalkan area perumahan Jingga dengan emosi. Ia memukul-mukul setirnya, meluapkan emosinya di sana. Salsy menatap Adnan sebentar kemudian mengedikkan bahunya acuh.

"Kak Adnan kalo marah lucu," ucap Salsy sambil terkekeh.

Adnan diam, tak menggubris ucapan Salsy.

"Sebenernya aku tuh mau ketawa Kak, tapi takut Kakak marah. Gimana ya? Niat mau buat cemburu tapi malah sendirinya yang dibuat cemburu, mana cemburunya kayak kebakaran jenggot lagi." Salsy tertawa kencang. Adnan masih diam, tak terpengaruh sedikit pun. "Tau gak Kakak tuh—"

"Diem atau gue congkel mulut lo!" potong Adnan tajam memandang lurus ke depan.

Salsy menelan salivanya kasar. "Kata orang-orang Kak Adnan baik, gak suka kasar ngomongnya, selalu ramah sama orang tapi ... kok ngomong ke aku suka kasar aja sih. Apa ini sikap asli Kak Adnan."

Adnan tertawa gemas, menatap Salsy tajam. "Gue kayak gini juga karena lo Salsy! Karena lo gue selalu kayak gini... cepet emosian!"

"Lah kok nyalahin Salsy sih?! Dasarnya aja sifat Kakak emang kayak gini!"

"Diem lo!"

***

Rayn menajamkan pengheliatannya saat melihat Adnan berdiri di samping mobil dekat rumah Jingga. Pagi ini ia sengaja menjemput Jingga di rumahnya karena ia sendiri yang memintanya. Sebelah sudut bibirnya terangkat, menunjukkan senyum devil. Matanya masih tertuju pada Adnan. Sepertinya dia sedang bersama pacar bohongannya. Lihat saja, apa yang akan ia lakukan.

Tidak, ia tidak perlu melakukan apa pun. Tanpa bantuan darinya, Adnan sudah merasa cemburu. Melihat Kenaan berpelukan dengan Jingga. Telinga dia memerah ketika Jingga mengecup pipi Kenaan. Rayn terkekeh pelan.

"Rasakan itu." Rayn kembali menyalakan mobilnya kemudian pergi menghampiri Jingga.

Mobilnya berhenti tepat di depan Jingga dan Kenaan. Ia keluar dari mobil, tersenyum ke arah Kenaan dan Jingga. "Pagi Kak Kenaan, Jingga."

"Pagi," balas Kenaan.

"Pagi Kak Rayn," balas Jingga bersemangat.

"Baiklah Jingga, Rayn, saya berangkat dulu. Hati-hati ya," pamit Kenaan dia berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu mobil Kenaan pergi meninggalkan Jingga dan Rayn.

"Kak?"

"Iya Jingga?"

"Aku perhatiin, dari tadi Kakak senyum-senyum aja kenapa? Ada yang aneh ya sama Jingga?" tanya Jingga.

Rayn menggeleng pelan. "Enggak. Hari ini kamu cantik," ungkap Rayn membuat Jingga salah tingkah, dia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.

"A-apa Kak?"

"Saya jujur. Kamu terlihat lebih cantik hari ini, mungkin para lelaki akan memandangmu tanpa berkedip. Perubahanmu cukup drastis, siapa yang mengubahmu Jingga?" tanya Rayn sambil terkekeh.

"Gak ada yang ngubah Jingga. Tapi Kak Ken, beliin aku banyak skincare," jawab Jingga gugup.

"Baguslah! Jadi kamu gak dibully lagi," ucap Rayn, "ayo kita berangkat Jingga." Rayn membukakan pintu mobil untuk Jingga.

Jingga tak bisa menahan senyumannya sekarang. Ia merasa diperlakukan seperti tuan putri sekarang. Tiba-tiba Rayn memuji dirinya. Tidak hanya Jingga, senyum Rayn pun tak luntur dari wajahnya. Bagaimana bisa ia melihat senyuman manis Rayn. Jujur saja senyuman Rayn lebih manis daripada Adnan.

"Bagaimana perkembangan nilaimu Jingga?"

Jingga menatap Rayn. "Meningkat drastis! Karena Kakak aku jadi gampang banget ngisi soal pas ulangan harian."

"Ulangan semester depan siap?"

"Banget! Doain aku ya Kak, semoga aku jadi juara kelas," balas Jingga bersemangat.

Rayn terkekeh pelan. "Pasti. Kamu tahu Jingga? Orang yang pernah bully kamu, ngeremehin kamu? Mereka akan menyesal, lambat laun mereka akan mencoba mendekatimu."

"Aku gak tau kalau hidupku akan secerah ini. Dulu, aku selalu bergantung sama seseorang--"

"Adnan?" tebak Rayn.

Jingga mengangguk kikuk. "I—Iya. Ka-kak tahu?"

"Lupa ya kalau kakak kamu pernah cerita sama Kakak?"

"Hehehe, iya. Aku lupa," jawab Jingga menggenggam erat tasnya. Berbicara dengan Rayn masih terasa canggung. Kadang lancar seperti kereta bergerak, kadang juga macet seperti jalanan Jakarta.

"Bagaimana pertemananmu dengan Ily? Dia membawa pengaruh buruk?"

Jingga menggelengkan kepalanya cepat. "Gak Kak! Dia baik banget ... malahan aku seneng bisa kenal Ily makasih ya Kak, udah izinin Ily temenan sama aku."

Rayn terdiam sejenak. "Saya sudah tahu kalau kamu baik. Kamu tidak perlu khawatir Jingga, saya sudah menasihati Ily untuk tidak macam-macam."

"Hm Kak? Sepertinya bukan Ily yang bermasalah tapi Jingga."

"Tidak Jingga. Adik saya dia sangat bermasalah. Kadang tingkahnya seperti anak kecil, kadang dewasa, kadang tidak bisa diatur sampai-sampai saya harus bertindak kasar. Hampir saja dia depresi, kalau saya tidak peka dalam situasi. Jadi jangan salah paham kalau Ily bercerita yang tidak-tidak tentang saya. Hal itu saya lakukan semata-mata karena saya menyayangi dia.

"Iya Kak. Jingga paham dan ngerti. Ily beruntung punya Kakak sebaik Kak Rayn."


Am I Perfect?Where stories live. Discover now