11. Sifat Rayn🌻

476 68 8
                                    

Bel pulang telah dibunyikan. Rayn menunggu di depan kelas Jingga, menantikan Jingga keluar dari kelasnya. Tidak lama menunggu para murid kelas Jingga keluar. Rayn kini menjadi sorotan utama. Kadang tersenyum tipis dan membalas sapaan mereka. Ia mengintip di jendela, dia masih mencatat tulisan di papan tulis. Di sana hanya ada Jingga dan dua perempuan sedang membersihkan kelas.

Rayn masuk ke dalam kelas Jingga. Ia melihat Jingga sedang diusir oleh salah satu temannya. Jingga menggeleng, menunjukkan tulisannya entah apa yang mereka bicarakan yang pasti Jingga merasa tersudukan. Ia mengambil Handphonenya, memfoto tulisan di papan tulis lalu berjalan menghampiri Jingga.

"Jingga ayo kita pulang," ajak Rayn datar sesekali menatap sosok perempuan itu.

Jingga mendongkak. "Ka-Kak maaf nunggu tapi Jingga belum selesai."

"Kita lanjutkan saja di rumah. Kakak sudah memfoto tulisan itu."

"Hm, oke. Jingga masukin ini dulu." Jingga merapikan seluruh alat tulisnya dan memasukkan semua itu ke dalam tas. Sementara perempuan itu masih menatap Jingga iri dan satu lainnya menyapu sesekali mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Jingga. PR besok jangan lupa dikerjain. Jangan sampe kita kena imbasnya!" peringat perempuan itu sambil menyapu kasar.

Jingga tidak langsung membalas ucapan wanita itu. Ia mengendong tasnya terlebih dahulu. "Iya. Jingga pasti kerjain."

"Lo itu curang tau gak. Masa PR dikerjain sama orang," sindir perempuan itu tanpa memedulikan Rayn di sana. Dia diam, berusaha untuk tetap tenang.

"Aku gak minta kerjain tapi aku minta ajarin. Aku gak pernah nyepelein tugas walau isiku salah. Bukannya kamu yang sering gak ngerjain?" tanya Jingga dengan wajah tenangnya.

"Kapan?!" ketus perempuan itu.

"Setiap ada tugas."

"Heh, gue selalu ngerjain ya!" cetus perempuan itu emosi.

"Nyontek di sekolah?" ejek Jingga. Nada suaranya masih santai.

"Tumben sekarang nyaut aja nih anak," sindir perempuan lainnya. Bertubuh jangkung dan halis tebal. Rayn tersenyum dalam hati. Jujur saja ia sangat senang melihat perdebatan ini. Jingga sangat pandai membolak-balikan ucapan orang. Tidak terbawa emosi dan tetap santai.

"Kalau aku diem aja kayak dulu. Kalian bakal kesenengan bully aku," sahut Jingga. "Kalau gitu, Jingga pamit ya. Assalamualaikum."

Rayn menggenggam tangan Jingga keluar dari kelasnya. Setelah Jingga keluar dari kelasnya, wajah Jingga murung. Seperti merasa bersalah. Rayn melepaskan genggaman tangannya.

"Kenapa murung?"

Jingga menggeleng lemah. "Apa yang dilakukan Jingga benar? Jingga merasa tak nyaman terus-terusan melakukan ini," ucap Jingga merasa bersalah. Nadanya rendah, dia berucap seperti berbisik. Untung saja Rayn mempunyai pendengaran yang jelas.

Rayn menarik lengan Jingga agar dia berhenti sejenak. Jingga mendongkak, menatap Rayn. "Kamu sudah melakukan hal yang benar. Siapa yang mengajarimu Jingga?"

Jingga mengalihkan tatapannya. "Hm, Kak Kenaan. Aku udah janji sama Kak Kenaan kalau aku bakal ikutin semua ucapan dia."

Rayn tersenyum, ia sudah menduganya. "Kenaan melakukan itu karena tidak ingin kamu terus-terusan bergantung diri sama orang. Kamu harus bisa menghadapinya sendiri."

"Iya Kak. Makasih banyak. Jingga beruntung ketemu sama Kak Rayn."
***
Sesampainya di rumah Rayn. Jingga berdecak kagum. Rumah Papa tiri dan Rayn tidak jauh berbeda dengan Rayn. Hanya saja rumah papa tirinya lebih besar dari Rayn. Mungkin banyak orang yang mengira bahwa Rayn berasal dari keluarga tidak mampu karena disela-sela kuliahnya dia mengajar Les dan menjadi penjaga perpustakaan.

Am I Perfect?Where stories live. Discover now