[Peach Blossom]

1.1K 97 81
                                    


- Salahkah aku? -

•○•


Amato menoleh ke sumber suara, ia menatap laki - laki tua yang memegang tongkat untuk menopang hidupnya.

Perkataan laki - laki tua itu menembus keributan, cukup pelan namun memberikan dampak yang signifikan.

Terutama pada Raja Emperor, laki - laki tua itu melangkah kan kaki ke tengah aula.

Ia membungkuk setengah walau kesusahan, tetap memberikan hormat pada sang kuasa.

"Maafkan hamba atas kelancangan hamba, Yang Mulia. Seperti yang saya ucapkan tadi, kejadian ini selalu terjadi sebelum adanya Festival Moon Plum Bloom" ucap pria tua itu dengan teratur.

Amato mengangguk, menyetujui perkataan rakyatnya. Ia baru saja mengingatnya, ada legenda tersendiri dibalik festival Moon Plum Bloom.

"Benar perkataanmu, lanjutkan." Raja Emperor membuka suara, lalu meminta pria tua itu melanjutkan perkataannya.

Pria tua bertongkat itu mengangguk pelan, "Saya lahir dan tumbuh dewasa di Kerajaan Emperor, saya telah melihat kejadian yang sama berulang kali.",

"Sebulan, sebelum adanya festival Moon Plum Bloom, kekeringan mulai melanda wilayah ini. Bahkan, hama - hama selalu berdatangan tanpa henti",

Pria tua itu menjeda ucapannya, melirik beberapa orang disekitarnya. Mencari validasi, terutama pada kaum petani.

"Hamba mohon kepada Yang Mulia, tolong lakukan sesuatu agar ladang kami tetap asri."

Pria tua itu menjatuhkan tongkatnya, kedua lututnya luruh. Saat pria tua itu ingin membungkuk kebawah, seseorang menahan lengannya.

"Tuan, jangan membungkuk dengan kondisi tulang punggung yang sakit", cegah seseorang dengan suara yang lembut.

Pria tua itu termenung, melihat wajah penuh senyuman orang dihadapannya. Ia mengikuti semua pergerakannya, menerima tongkat miliknya.

"Te-terimakasih.. ugh anda kan--" mulut pria tua itu bergetar.

Seseorang yang sedang membantunya adalah seorang pangeran yang menggunakan pakaian pelayan, mencegahnya membungkuk.

Pelayan itu menutup mulutnya dengan jemari telunjuknya, tersenyum seperti anak kecil. "Shuut, kakek diam ya",

Pria tua itu tersenyum teduh, paham maksud dari Pangeran Muda dihadapannya.

Pangeran Muda itu adalah Pangeran ke-tiga, Gempa Van Emperor.

Walaupun tertutup dengan seragam pelayan, aura kebangsawanan selalu melekat pada dirinya.

Kau tidak akan bisa membedakan, jika tak memiliki indra penglihatan yang tajam.

Melihat saudaranya turun ke aula, kedua manik Halilintar terbelalak kaget. Mengapa Ayahnya, membiarkan adiknya turun tanpa pengawasan.

Ia melihat saudaranya yang lain, reaksi mereka hampir sama dengan dirinya. Bantalan singgasana hampir rusak, karena dicengkram kuat.

Beralih ke tengah aula, Gempa menuntun pria tua tadi untuk berdiri. Bahkan, ia membawakan sebuah kursi untuknya.

Pria tua itu tidak enak, ia berusaha menghentikan tindakan dari pangeran. Namun, suaranya tidak di dengarkannya.

"Nah sudah, anda tidak perlu sampai membungkuk dalam keadaan tulang yang rapuh. Tak apa, duduklah selagi menceritakan legenda tersebut",

Gempa menepuk kedua tangannya, puas dengan tindakannya. Ia lalu pamit untuk pergi, kembali ke sisi singgasana Sang Raja.

𝑩𝒆𝒏𝒕𝒂𝒍𝒂 | 𝘌𝘭𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘭 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora