15 • Kita Teman Bahagia

5K 782 167
                                    

"Bisa sakit juga lo?" tanya Erga pagi itu menyempatkan diri untuk mampir ke apartemen Dirga sebelum berangkat ke klinik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bisa sakit juga lo?" tanya Erga pagi itu menyempatkan diri untuk mampir ke apartemen Dirga sebelum berangkat ke klinik. "Nih sekalian gue bawain sarapan," lanjutnya sambil menyerahkan kantung plastik berisi bubur kepada Dirga.

"Lo ini benar-benar punya indra ke-enam ya?" cibir Dirga mempersilahkan Erga masuk ke dalam apartemennya.

Tadi malam tepatnya pukul tiga dini hari, Dirga dikejutkan dengan telpon Erga. Dia pikir ada hal darurat sampai kembarannya itu harus menelponnya malam-malam. Tapi alangkah terkejutnya ia saat mengetahui alasan Erga menelpon hanya untuk menanyakan kabar. Dan Dirga jelas tahu kalau Erga bukan tipikal manusia gabut yang suka menelpon tengah malam kalau itu bukan hal yang mendesak.

"Kok lo bisa tahu gue sakit?" tanya Dirga sambil menyipitkan mata.

Erga mendengus pelan sebelum akhirnya berjalan melewati Dirga menuju dapur. "Apa sih yang enggak gue tahu?" tanya pria itu kemudian dengan santai menyeduh teh untuk dirinya sendiri. "Lo naksir Raya aja gue tahu."

Dirga mengumpat dalam hati. Ia benar-benar yakin kalau Erga ini sebenarnya adalah cenayang yang bisa membaca pikiran serta perasaan orang lain. Walaupun pria itu selalu bersembunyi dengan alasan feeling anak kembar, tapi tetap saja Dirga merasa ngeri setiap kali Erga bisa dengan sangat mudah menebak pikiran serta perasaannya, seperti sedang membaca buku yang terbuka.

"Kenapa?" Erga menarik sudut bibir samar sambil sesekali melirik Dirga. "Kok kayak shock gitu?"

Dirga menghela napas sebelum berjalan mendekati Erga. Tak ada gunanya juga ia menutupi semua ini dari Erga karena cepat atau lambat kembarannya itu pasti juga akan mengetahuinya. "Ga, oke gue mau jujur sama lo..." ujarnya membuat Erga lantas memasang telinga baik-baik. "Kayaknya gue suka deh sama Raya. Gimana menurut lo?" tanya pria itu meminta pendapat.

"Ya apanya yang gimana? Lo kejarlah kalau beneran suka," sahut Erga kalem sambil mengaduk tehnya dengan sendok kecil. "Memang sesuka apa?"

"Ini definisi suka sesuka-sukanya. Gue udah ketemu banyak perempuan di luar sana tapi Raya itu beda. Tiap bareng dia rasanya waktu itu kayak cepat banget berlalu. Dia punya sesuatu di dalam dirinya yang bikin gue ngerasa nyaman. Awalnya gue pikir ini cuma perasaan sesaat karena kita baru aja ketemu setelah sekian lama jadi wajar kalau gue menggebu-gebu tapi... ini beda Ga. Gue yakin ini beda," jelas Dirga panjang kebar. "Lo pernah gak sih ketemu perempuan yang enggak cuma lo suka, tapi juga pengen lo lindungi dan lo rela berkorban dan melakukan apa aja asalkan dia bisa bahagia. Bahkan semua hal yang kerasa gak mungkin bakalan mungkin lo lakukan asalkan dia yang minta."

"Ya." Erga mengangguk. Dia jelas paham perasaan seperti itu karena dulu ia juga merasakannya.

"Gue begitu sama Raya," lanjut Dirga tampak mengulas senyum. "Gimana cara dia bersikap sama lingkungan di sekitarnya. Perhatian yang ia tunjukin ke gue, Yaya, Bunda, semuanya kelihatan tulus dan gak dibuat-buat. Malah aneh kalau gue gak naksir dia kan?"

When We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang