My diary

206 20 1
                                    

20 07 2000.....

S

elamat pagi dunia.....

Selamat ulang tahun untuk diriku sendiri.... Ini adalah ulang tahun ku yang ke 20 tahun, yey!!! shēngrì kuàilè!!

Hari ini aku berada di rumah sakit...
Ini sangat membosankan... Jadi aku memutuskan untuk menulis diary untuk mengisi waktu luang.

Aku sendiri disini, dan aku cukup kesepian, meskipun terdapat 6 pasien lainnya yang terbaring satu ruangan dengan ku, tapi mereka tak banyak bicara dan tak bisa ku ajak bermain, benar-benar membosankan.

Ibu juga baru bisa mengunjungi ku saat malam, setelah restoran tutup. Tidak masalah, aku kan sudah besar jadi tidak perlu di jaga orang lain. Aku bisa melakukan apapun sendiri, karna aku laki-laki, dan seorang pria sejati harus bisa menjaga dirinya sendiri, sebelum menjaga orang lain sisinya

Sejak ayah ku meninggal, ibu ku menjadi tulang punggung keluarga. Menggantikan peran ayah, dia tetap meneruskan usaha yang telah di bangun mereka setelah menikah. Nama restorannya Xiang Qin Lang.


Dulu saat ayah masih ada, ayah akan berperan sebagai juru masak dan ibu akan berada di tempat kasir di bantu 2 pegawai yang akan melayani para pelanggan.

Kami hidup cukup berkecukupan. Cukup untuk makan, cukup untuk menggaji pegawai, cukup untuk membiayai ku sekolah sampai lulus SMA. Tapi sayangnya setelah lulus, ayah harus pergi karna sebuah kecelakaan yang menimpa kami saat pergi liburan.

Flashback

Hari itu cuacanya sangat indah, matahari bersinar dengan terangnya, dengan langit biru tanpa awan yang menambah pesonanya. Ayah  memutuskan untuk menutup restorannya untuk beberapa hari ke depan, karana dia ingin merayakan kelulusan ku dengan pergi liburan ke pantai.

Senang? Tentu saja, aku sangat senang.

Setelah sekian lama akhirnya keinginan ku untuk pergi ke pantai terkabul juga. Tapi setelahnya aku menyesalinya, aku mengutuk diriku sendiri yang telah memaksa ayah untuk pergi walaupun dia terlihat kurang baik.

Diperjalanan, aku tak bisa berhenti untuk tidak berbicara tentang apa saja yang ingin aku lakukan saat sudah sampai di sana.  Aku sudah merencanakan banyak hal, dari jauh hari sebelum hari ini, karenanya saat ibu mengatakan pada ku jika liburan kami ditunda. Aku sangat kecewa dan tak terima.

Aku sadar, aku sangat keras kepala dan egois. Saat itu usiaku masih 17 tahun, jadi sedang dalam masa-masa nya pubertas.

Sesekali ayah akan melihat ku dari kaca spion mobil, kemudian tersenyum ke arahku dengan wajahnya yang sedikit pucat. Tapi saat itu aku tidak terlalu memikirkannya.

Semuanya berjalan dengan lancar tanpa hambatan, tapi saat mencapai km 10. Tiba-tiba sebuah truk pengangkut pasir hilang kendali, sayangnya mobil di belakangnya terlambat menyadari hal tersebut. Dan terjadilah insiden tabrakan beruntun.

Bisa kurasakan penglihatan ku berputar-putar, semuanya terlihat buram, tubuhku rasanya sakit semua, tapi saat mengedarkan pandanganku. Aku dapat melihat jika kondisi ayah dan ibu tengah duduk terbalik dengan tetesan darah dari kepala mereka. Sementara posisiku berbaring meringkuk, karna aku tidak mengenakan shit bel, jadi aku sempat terpelanting beberapa kali.

Aku mencoba untuk memanggil keduanya, tapi tak ada satupun yang menyahut. Aku ingin menangis, namun kegelapan telah merenggut kesadaran ku sepenuhnya sebelum aku bisa melakukan itu.

Saat pertama kali aku membuka mata, hal pertama yang ku dengar adalah suara tangisan pilu, wanita paruh baya itu menangis sesenggukan dengan tangan keriputnya yang menggenggam tanganku erat.

"ibo kau sudah bangun nak?" Tanyanya dengan suara serak, wajah sembab dan mata bengkak. Adalah pemandangan yang pertama kali ku lihat.

"I-ibu?" Aku bertanya-tanya, kenapa sulit sekali rasanya untuk ku bisa berbicara. Tubuhku semua mati rasa.

'apa aku lumpuh'

"Jangan memaksakan diri sayang istirahat saja ya!"

Tak lama seorang pria berjas putih datang, dan meletakkan stetoskopnya di dada dan beberapa bagian lainnya. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan yang jelas itu membuat ibuku menangis tanpa suara.

Akhirnya setelah beberapa minggu menjalani perawatan dan terapi aku bisa bergerak kembali, tapi bodohnya aku. Saat itu aku baru menyadari jika ibu selalu menjaga ku seorang diri.

Kemana ayah?

"Ibu ayah dimana?" Awalnya ibu hanya diam saja, tapi kemudian dia berjanji akan membawa ku menemui ayah, jika aku sudah boleh pulang ke rumah. Dan aku hanya mengikuti keinginannya tanpa banyak bertanya lagi, mungkin ayah sedang istirahat di rumah. Jadi dia tak bisa menjenguk ku, tidak masalah. Tapi tepat saat aku di perbolehkan pulang-

"Ibu kenapa membawaku kemari?" Aku bingung, kenapa ibu membawa ku ketempat penyimpanan abu kremasi.

"Tabahkan hatimu nak" lirihnya. Lelehan air bening sudah membasahi pipi tirusnya, tapi aku masih belum mengerti juga.

Kami akhirnya sampai di depan lemari berisi berbagai guci abu dengan foto yang ku tahu itu biasanya foto sang mendiang.

Tunggu...

Mendiang?

Aku menatap ibuku lekat, tapi yang di tatap hanya menundukkan kepalanya dengan isakan lirih. Tangannya yang gemetar, tampak menggantung di salah satu kaca berisi abu dan foto.

Nafas ku seketika tercekat, udara di sekitar mendadak hilang dan itu membuat ku sesak. Aku tak ingin melihatnya, aku takut sangat takut hingga seluruh tubuh ku gemetaran.

Tepat saat aku melihat foto itu, tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan aku tak ingat apapun lagi setelahnya.









Next?

Perfect Doctor with Naughty PatientDonde viven las historias. Descúbrelo ahora