Dokter

179 26 7
                                    

"Kenapa aku melakonis begini sih"

Merasa kesal dengan dirinya sendiri, pemuda yang tengah menulis itupun membuang bukunya ke lantai. Suara benda jatuh terdengar menggema di seisi ruangan, dan itu membuat si pelaku mendapatkan tatapan tajam dari beberapa pengunjung pasien yang ada di sana.

Tapi pemuda itu tidak peduli, dia memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana sampai sebuah suara datar dan dingin menyapa indra pendengarannya.

"Tolong berbaring!" Merasa pasien yang akan di periksa nya tak bergeming, pria berjas putih dengan stetoskop itupun mengguncang tubuh pasiennya pelan.

"Pasien?!" Panggilnya.

Tapi masih tidak ada tanggapan, pria yang di ketahui dokter itu pun mencobanya sekali lagi, dan masih tidak ada tanggapan.

'aneh baru saja pasien ini membuang bukunya ke lantai dan sekarang kenapa dia hanya diam' batinnya.

Karena tak juga mendapatkan respon dokter itupun mencoba untuk mengguncangnya lebih kuat, tapi yang terjadi selanjutnya berhasil membuat dirinya heran sekaligus membeku.

Tubuh yang tengah meringkuk itu tiba-tiba terkulai ke dadanya dengan mata terpejam, jejak air mata tercetak di pipinya yang sedikit tirus.

Tersadar dari keterpakuannya dokter itupun segera mengambil tindakan, membaringkannya dan memeriksa kondisinya. Tak berapa lama kerutan halus tercetak di dahinya, dan saat ia mengambil catatan medis pasien itu kerutannya semakin dalam.

"Sleeping beauty syndrome" gumamnya tak percaya.

Meskipun masih tahap awal, tapi pasiennya ini jelas harus segera mendapatkan penanganan khusus. Setelah selesai melakukan pemeriksaan ia pun hendak pergi, tapi langkahnya urung saat sebuah tangan mencengkram lengannya dengan tidak bertenaga.

Dokter itupun menoleh, pasien yang dia kira tidak akan bangun dalam jangka waktu dekat itu, secara perlahan membuka matanya walau sedikit. Senyum tipis tercetak di bibir penuhnya yang terbuka untuk mengatakan sesuatu.

"Apa gege dokter baru?" Lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar. Xiaozhan bergeming di tempatnya, ia terus memperhatikan pemuda itu tanpa berkedip.

"Bisa bantu aku bangun? Aku tidak mau tidur. Tidak sebelum menemui ibu ku"

Dokter itu tidak mengatakan apapun, tapi dia tetap membantu pasiennya untuk bersandar di kepala ranjang. Kemudian menyodorkannya gelas berisi air dan membantunya minum.

"Terimakasih" ucapnya.

Sang dokter yang merasa tugasnya telah selesai, memutuskan untuk pergi. Tapi sekali lagi pasien itu tidak melepaskan pegangan di lengannya, yang mana itu membuatnya menghela nafas di balik masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Hai! Nama ku lan yibo, dokter tampan siapa namamu?" Katanya dengan riang, tapi orang di depannya tetap pada kebisuannya.

....

"Apa karna aku seorang pesakitan makanya dokter tak mau berteman denganku?" Sendunya. Dokter itu tetap mempertahankan ekspresi datarnya walau jauh di lubuk hatinya ia sedikit terkejut dengan kata-kata yang baru saja di lontarkan pemuda itu padanya.

....

Karena dokter tampan itu tak juga membuka mulutnya, yibo kemudian meraih sebuah gantungan kecil di saku dada kirinya kemudian membaca nama yang tertera disana.

"Dokter S.e.a.n? Sean gege apa yang membuatmu begitu bersedih?" tanyanya tiba-tiba

Sean yang di mendengar hal itu, semakin dibuat terkejut dan keheranan, bagaimana bisa pasiennya itu menanyakan hal seperti itu, padahal mereka baru saja bertemu.

"Ak-aku tidak...." Elaknya, entah kenapa lidahnya tiba-tiba menjadi kelu, hingga ia sulit berbicara dengan jelas.

"Kau mengatakan tidak! Tapi matamu berkata lain" godanya.

"Apa kau cenayang?" Tanyanya yang terdengar sangat konyol bagi yang mendengarnya.

"Hihi... Gege kau lucu sekali" suara kekehan terdengar olehnya, dan entah kenapa itu membuat jantungnya berpacu dengan cepat.

'siapa orang ini? Dan kenapa dia terus memanggil ku kakak?'

"Gege?"panggilnya.

"Apa kita saling mengenal?" Kini sean bertanya dengan serius, karna seingatnya dia tak pernah bertemu dengan pemuda ini sebelumnya. Atau mungkin dia lupa? Tapi-

"Mn kita saling mengenal" jawabnya santai.

"Kapan? Dimana?" Tanyanya semakin serius.

"Sekarang, di sini! Gege sudah tau nama ku bukan, dan aku juga tau nama gege jadi kita sudah saling mengenal selama 5 menit ini" ucapnya semakin mengembangkan senyum hingga deretan gigi rapihnya terlihat.

Sean menatap yibo datar tapi entah kenapa tiba-tiba sesuatu terasa menggelitik di liver nya hingga tanpa sadar sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk kurva tipis.

"Gege! Jika mau berteman dengan ku, gege bisa membagi keluh kesah hati mu pada ku. Dan aku janji akan menyimpannya selamanya"

"Baiklah" setelah terdiam sejenak sean akhirnya menjawabnya.

Entahlah...

Hanya rasanya dia sangat tidak tega jika harus menolak permintaan pemuda itu, lagi pula tak ada salahnya jika hanya berteman bukan.

"Benarkah! Yeyyy akhirnya aku punya teman"

'sebegitu senangnya kah?'

Hal sesederhana itu, sesimpel itu, bisa membuatnya terus tersenyum dengan binar kepolosan yang kentara.

'ada apa denganku?'

Sean menggeleng kecil, sebelum pamit untuk memeriksa pasien yang lainnya. Senyum di paras imut itu sedikit memudar tapi, pemuda itu tetap menganggukkan kepalanya.

Dan dengan berat hati ia pun melepaskan tautan tangannya dengan tak rela, menatap kepergian punggung tegap itu dengan senyuman tipis.

































'terimakasih gege'

'huhhfffttt ayah akhirnya sebelum aku menemui mu aku punya seorang teman. Ayah apa kau begitu merindukanku, aku terus saja memimpikan mu dalam tidurku. Mohon ayah beri aku sedikit waktu, agar aku bisa merasakan yang namanya punya teman. Setelahnya ayah bisa membawaku bersamamu. Ibo sayang ayah'

Pemuda itu terus mempertahankan senyuman di wajahnya sampai, seorang wanita paruh baya datang menghampirinya dengan beberapa kantong plastik dan rantang.

"Ibo bagaimana kabarmu sayang?"

"Aku baik bu, ibu pasti sangat lelah maafin ibo ya bu" sesalnya.

"Kalau begitu kau harus menuruti perkataan ibumu ini! Jika kau memang merasa kasian pada wanita tua ini"

"Siapa bilang! Ibu tidak tua! Ibu masih cantik dan muda" candanya

"Dasar anak nakal! Ayo sekarang kita makan dulu"

Ibu dan anak itupun menghabiskan waktunya dengan bercakap-cakap ria, sesekali wanita paruh baya itu akan menyuapi bocah yang terlihat lebih ceria dari biasanya. Dan itu semua tak luput dari pandangan Sean yang ternyata masih berdiri di depan pintu, ia memang berniat pergi tapi entah kenapa kakinya terasa sangat berat. Jadilah ia memperhatikan interaksi ibu dan anak itu lewat kaca transparan di pintu itu.

Melihat pasien dengan sindrom langka itu tersenyum dan tertawa, entah kenapa membuat dirinya juga ikut merasa senang dan menghangat.













'ada apa denganku?'


















Next?

Perfect Doctor with Naughty PatientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang