Acara syukuran yang di adakan di kediaman Darma berjalan dengan lancar. Para warga satu per satu sudah pulang ke rumah masing-masing. Namun, sebagian Ibu-ibu masih ada yang tinggal.
"Ibuk-ibuk semua saya mengucapkan terima kasih banyak karena Ibuk semua sudah membantu saya dari pagi sampai acara syukuran nya berjalan dengan lancar sampai selesai."
"Sama-sama Non Cia. Kami pun senang karena bisa membantu Non Cia. Kami juga mau mengucapkan selamat atas pernikahan Non Cia dan Bang Jangkar. Semoga Non Cia dan Bang Jangkar bahagia selalu dan pernikahan nya sakinah mawaddah dan warahmah," ucap Mak Iroh dengan senyum tulus begitu pun dengan Ibu-ibu yang masih tinggal.
"Iya. Semoga pernikahan Non Cia dan Bang Jangkar langgeng sampai maut memisahkan ya, Non!"
"Saya juga mendoakan Non Cia bahagia selalu dan segera di beri momongan."
Cia terharu mendapat ucapan selamat yang beruntun dari Ibu-ibu di sini.
"Aamiin. Terima kasih banyak sekali lagi doa-doa nya Ibu-ibu semua. Saya sangat senang sekali mendengar nya. Saya juga berdoa semoga kita semua selalu di beri kan kesehatan, di lancarkan rezeki nya dan sukses ke depan nya."
"Aamiin," sahut mereka serentak.
"Nah, Ibu-ibu semua. Tadi saya lihat sambal masih banyak sisa nya. Saya minta tolong Ibu-ibu semua bungkus sambal nya. Lalu di bawa pulang dan di bagi-bagi sama tetangga nya yang tidak kebagian."
"Serius Non Cia?" Teriak Santi?"
"Iya, Ibuk. Jangan sungkan-sungkan. Semua nya di bungkus ya, Buk."
"Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Non. Ini bisa buat makan malam kami sama suami dan anak-anak di rumah. Jadi, kami tidak perlu memasak lagi di rumah."
"Iya. Sama-sama, Ibuk." Cia tersenyum dengan hati yang bahagia melihat Ibu-ibu dengan sigap membungkus sambal dengam heboh.
"Buk Titin cemilan nya masih ada sisa nggak?"
"Habis semua, Non. Banyak yang bilang cemilan enak-enak. Apalagi anak-anak. Pada nambah mereka," jawab Buk Titin tertawa.
"Alhamdulillah. Saya ikut senang kalau mereka pada suka. Jadi, nggak mubazir, Buk."
"Buk Titin biar saya bantu cuci piring nya ya!"
"Lho. Tidak usah Buk Min. Biar saya saja."
"Nggak papa. Biar saya bantu. Segini banyak nya yang kotor bisa pucat semua jari Buk Titin."
Akhirnya Buk Titin pun mengangguk seraya mengumpulkan piring kotor.
****
Cia masuk ke dalam kamar dengan wajah lelah. Ia baru saja selesai membantu Buk Titin di dapur.
Jangkar yang baru selesai memakai baju langsung menatap Cia.
"Ah lelah nya," ujar Cia menghempaskan tubuh nya di atas kasur.
"Mandi dulu, sayang!"
Cia memejamkan mata nya.
"Nggak kuat, Abang. Mau nya langsung rebahan. Enak banget punggung nya."
"Lebih enak lagi kalau sudah mandi. Kan seger."
"Nggak kuat,"sahut Cia lemah nyaris berbisik.
"Mau Abang bantu mandi?"
Hap
Cia langsung membuka mata dan duduk. Jangkar terkekeh.
"Nggak deh. Ara bisa mandi sendiri."
Cia segera bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Jangkar geleng-geleng kepala.
"Begini rasa nya jika sudah menikah." gumam Jangkar tertawa.
Jangkar keluar dari kamar menemui Zaki yang menunggu nya di luar.
Sedangkan dalam kamar mandi. Cia mandi secepat ia bisa. Tidak sampai sepuluh menit, ia selesai mandi.
Cia keluar dari kamar mandi. Ia tidak melihat keberadaan Jangkar. Cia segera memakai baju tidur. Tak lupa seperti biasa sebelum tidur wajib memakai skincare.
Tak lupa Cia juga mengeringkan rambut nya dengam hairdryer. Tidak mungkin ia tidur dengan rambut basah.
Cia sudah selesai, namun Jangkar belum juga masuk ke dalam kamar. Cia sudah tidak tahan ingin merebahkan tubuh nya di atas kasur.
Saat naik ke atas ranjang, pintu kamar terbuka. Jangkar segera menutup pintu saat melihat pakaian Cia yang kembali membuat nya sakit kepala.
Jangkar penasaran dengan semua pakaian istri nya. Kenapa banyak sekali yang terbuka. Seperti sekarang stelan baju tidur. Celana pendek dan baju nya bertali spagetti itu menampakkan bahu telanjang Cia serta belahan dada yang sangat rendah.
"Abang,"
Jangkar mendekat. Cia duduk di atas kasur menunggu Jangkar.
"Abang dari mana?"
"Dari luar tadi nolongin Pak Mamat sebentar."
"Oh. Sudah selesai?"
Jangkar mengangguk. "Sudah!"
Jangkar menatap Cia dengan dada berdebar.
"Abang cuci tangan dulu ya. Tangan Abang kotor."
"Iya."
Jangkar masuk ke dalam kamar mandi. Cia segera menarik selimut dan menyelimuti tubuh nya sebatas dada.
Jantung nya tiba-tiba berdebar kencang. Ia tidak tahu apa penyebab nya. Ah ngeles. Pikiran Cia sudah kemana-mana sebenar nya.
Cia nggak sadar saat Jangkar sudah naik ke atas tempat tidur. Cia langsung menatap Jangkar yang membuka kaos nya sehingga dada bidang Jangkar langsung terpampang nyata di hadapan Cia.
"Abang kok buka baju?"
"Abang nggak biasa kalau tidur pakai baju. Nggak nyaman aja rasa nya."
Jangkar masuk ke dalam selimut dan bersandar di kepala ranjang.
"Udah ngantuk?"
Cia mengangguk lalu menggeleng. Jangkar tertawa.
"Jadi, yang benar yang mana? Udah ngantuk apa belum?"
Cia meringis malu. "Tadi nya udah ngantuk. Pengen langsung tidur. Tapi sekarang tiba-tiba kantuk nya hilang."
Jangkar menahan senyum nya yang terbit.
"Capek banget ya hari ini?"
Cia mengangguk. Tapi bibir nya melengkung indah.
"Capek sih. Tapi lebih banyak bahagia nya. Alhamdulillah acara syukuran nya berjalan lancar sampai selesai."
"Iya. Abang juga senang. Dengan begini semua orang sudah tahu kalau kita sudah menikah dan banyak yang mendoakan pernikahan kita dengan doa baik-baik."
"Iya. Seru juga ya kalau acara di kampung ini. Rasa kebersamaan nya itu terasa banget loh. Beda kalau di kota. Nggak ada ketemu yang seperti ini," curhat Cia seakan mengenang sesuatu.
"Iya itu poin bagus nya. Di kampung itu rasa kebersamaan dan kekeluargaan itu masih kental. Oh iya, Om Sam udah nyampe di Bandung?"
"Udah. Tadi Om Sam telpon kasih kabar. Kata nya udah sampai di bandara."
"Syukur lah."
Cia tersenyum. Tiba-tiba suasana antara Jangkar dan Cinta sedikit akward. Mereka tidak tahu apa yang harus di bicarakan atau apa yang harus di lakukan. Jadilah mereka sibuk saling diam.
Tbc!
10/03/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangkar Cinta (EBOOK READY DI GOOGLEBOOK/PLAYSTORE.)
RomanceKalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan dirinya. Bukan hal mudah untuk meninggalkan semua kenangan yang telah berlalu sepanjang hidup Ciara...