Benih

122 20 2
                                    

Taavi tidaklah bodoh, dia tidak mungkin membiarkan dirinya dan Ardan tetap di luar rumah terlalu lama, jika resikonya adalah terlihat oleh pihak security yang sedang berkeliling atau tetangga.

Makanya dia bergegas memaksa Ardan supaya berdiri, tanpa melepaskan cengkeraman tangannya di lengan ayah mertuanya, lalu Taavi membawanya masuk sampai kedalam kamar beliau melewati pintu depan.

Karena jika memilih masuk lewat jendela, itu artinya dia harus melepaskan pegangannya di tangan Ardan, sedangkan dirinya tidak memiliki sesuatu seperti seutas tali yang bisa dijadikannya alat untuk mengikatnya.

Taavi hanya tidak mau ketika tangan ayah mertuanya sudah terlepas, beliau akan menyerangnya lagi seperti tadi. Sejujurnya hal yang semacam itu sungguh merepotkan baginya.

Klik

Setelah sampai di kamar ayah mertuanya, Taavi mendorong pintu di belakangnya sampai tertutup dan memastikan untuk menguncinya.

Lalu matanya yang tajam berkeliaran seolah memindai ke seluruh area penjuru kamar, dan baru menghentikannya setelah menemukan apa yang dia cari.

Taavi bersiul tepat di samping telinga Ardan, yang membuat ayah mertuanya otomatis menoleh ke arahnya. Lalu dengan dagunya, dia mengisyaratkan pada Ardan agar mengikuti arah pandang nya, dan

Glek

Ardan langsung merasa gugup, jantungnya berdebar kencang ketika pandangannya menemukan mainan kesayangannya tergeletak tak berdaya di lantai yang dekat dengan salah satu kaki kasurnya.

Untuk memastikan isi pikirannya, dia melirik lagi kearah Taavi yang masih setia mengunci pergelangan tangannya, dan sepertinya itulah kesalahan terbesarnya malam ini.

Karena tepat ketika tatapan mata mereka saling beradu, Ardan bisa melihat adanya kilatan nakal yang terpancar jelas dari sorot mata menantunya.

"Ayah, saya ingin melihatnya."

"Benar kan!" Pikir Ardan.

Bagai anak kecil yang sedang merengek meminta sebuah mainan, Taavi tersenyum lebar pada Ardan.

"M-melihat apa?" Bohong. Ardan jelas berbohong.

Sebenarnya dia bisa langsung mengetahui apa yang ingin dilihat Taavi hanya dengan mengikuti arah pandangannya. Tapi mana mungkin Ardan akan menurutinya begitu saja, kecuali dia sudah tidak waras.

"Yang seperti tadi, ayah..." Taavi mengerling nakal ke arah Ardan. "Sejujurnya tadi itu pengalaman pertama saya, dan saya cukup takjub saat melihat ayah melakukannya, makanya saya jadi ingin menyaksikannya lagi. Boleh kan ayah?"

"Kau gila!!" Jawabnya sambil mengarahkan pandangannya ke plafon, lemari, tembok atau kemanapun, kecuali pada Taavi atau pada dildo sialan favoritnya itu.

Taavi merasa Dejavu saat mendengar kata gila terucap dari bibir Ardan. Ingatannya langsung terbang kembali pada interaksi manis yang terjalin diantara Jefrey dengan ayah mertuanya.

Entah mengapa senyuman kekanak-kanakan yang membingkai indah bibirnya seketika menghilang, ekspresi serta sorot matanya yang tadinya terlihat main-main pun langsung berubah menjadi begitu serius, tajam dan dingin.

"Saya bukan Jefrey pacar ayah, jadi jangan panggil saya seperti itu! Jangan samakan saya dengannya!"

Dia sengaja menggunakan deep voice nya untuk menambah tekanan pada suaranya, karena Taavi tahu, suaranya yang rendah dan dalam selalu berhasil mengintimidasi lawan-lawannya ketika dia tawuran.

Tapi yang tidak pernah Taavi tahu, kalau suara bariton nya pun memiliki efek untuk memberikan rasa merinding pada punggung orang yang mendengarnya. Dan itu dalam konteks hal yang cabul.

Midnight SecretWhere stories live. Discover now