BAB 35

75 19 17
                                    

Taehyung naik ke lantai dua. Dengan ragu ia menghampiri kamar yang selama ini didiami olehnya bersama Yoona..

"Tok. Tok. Tok." Ia mengetuk dan mencoba untuk memutar gerendel pintu, namun pintu itu terkunci rapat.

"Yoona," panggilnya, "tolong buka pintunya. Kita harus bicara."

Yoona yang sedang menangis di dalam kamar sama sekali tidak menyahut.

"Yoona, kita berdua bukan anak kecil lagi. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan mengunci diri di dalam kamar."

Tetap tak ada jawaban apa-apa.

"Yoona, kalau kau masih menghargaiku sebagai suamimu, bukalah kamarmu." Taehyung menggedor-gedor pintu kamar mereka. "Yoona, buka pintunya. Rumah ini masih rumahku."

"Klik." Beberapa detik kemudian pintu kamar dibuka dari dalam.

Tatapan mata Yoona yang tajam langsung menusuk kedua mata suaminya. "Rumah ini memang rumahmu. Aku belum lupa kalau kau sudah membelinya dari ayahku. Kau ingin rumah ini? Silahkan, aku yang akan pergi."

Dengan hanya menenteng sebuah tas, Yoona tergesa-gesa meninggalkan kamarnya.

"Yoona, bukan itu maksudku!" Taehyung mencekal pergelangan tangan isterinya.

"Jadi apa maksudmu?" Belalak Yoona.

"Kita tidak akan menyelesaikan masalah dengan cara seperti ini."

"Memang tidak." Sahut Yoona pahit. "Tapi caramu juga tidak."

"Cara apa?"

"Apakah semalam kau memikirkan bagaimana perasaanku? Apakah kau bertanya-tanya bagaimana keadaanku di rumah? Apa yang kulakukan saat kau pergi membawa anak-anak dan tidak merasa perlu untuk pulang? Apa kau memikirkan apakah aku akan sakit hati jika kau membawa Kiwoo dan Sena ke rumah Seyoung dan menitipkan mereka pada bekas iparmu itu? Apakah kau mengira aku akan senang, hah?" Yoona melotot sesengit mungkin. "Jika semalam kau memikirkanku... Sedetik saja. Secuil saja... kau tidak akan meninggalkanku semalam-malaman di sini seorang diri dengan perasaan tak menentu, Tae."

Taehyung menatap Yoona tanpa berkedip.

"Kau bahkan tidak sudi untuk menerima semua telepon dariku." Bisik Yoona getir. "Apakah itu yang kau anggap sebagai cara terbagus untuk menyelesaikan masalah? Kau tak pernah berencana untuk mendengarkanku, bukan?"

"Yoona,"

"Berhentilah menyebut namaku. Aku mau pergi." Yoona menyentakkan tangannya yang masih dipegangi oleh Taehyung.

"Yoona!" Akhirnya Taehyung merasa gemas dan gusar juga. "Sebenarnya apa maumu? Mengapa kau mendadak bersikap tidak rasional seperti ini? Kau marah dan menyiksa anak-anakku tanpa alasan yang jelas. Kau bahkan meminta cerai padaku. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

"Kau masih belum tahu?" Yoona menyipitkan kedua matanya. "Kau masih belum paham juga meskipun aku sudah membanting semua album perkawinanmu dengan Lee Jieun di depan matamu?"

Taehyung menatap Yoona dengan tajam selama beberapa detik. "Kau marah cuma gara-gara ketiga album itu?"

"Cuma? Cuma, katamu?" Dada Yoona begitu panas bergolak. "Pandangi dan bacalah setiap kalimat yang kau tulis di album itu, mungkin baru kau akan paham bagaimana perasaanku!"

"Kau cemburu? Pada Jieun? Apakah itu akar permasalahan ini semua?" Wajah Taehyung memerah. "Kau siksa anak-anakku karena kau cemburu pada ibu mereka yang sudah lama tiada?"

"Mungkin jasad Jieun memang sudah tiada. Tapi di hatimu, dia masih hidup kekal, bukan?"

"Yoona, Jieun adalah mendiang isteriku! Dia adalah ibu dari anak-anakku! Aku harus bagaimana? Aku memang mencintai Jieun. Itu sebabnya dulu aku berpacaran dengannya dan menikah dengannya----"

WHEN LILAC IS FALLING [VYOON FANFIC]Where stories live. Discover now