He Rides a Dragon, Doesn't He? - 4

413 39 14
                                    

8 Tahun lalu, Ruangan Jeongwoo.

Mungkin seharusnya Haruto tidak usah datang menjenguk Jeongwoo sejak awal.

Mengunjungi Jeongwoo ketika ia tidak sadar adalah suatu hal, tetapi mengunjungi Jeongwoo ketika dia telah terbangun lengkap dengan tatapannya yang datar, nah, itu adalah malapetaka.

Bukan berarti ada permusuhan dalam cara si Sentinel menatap, atau pandangan menilai, sinis dan lain sebagainya.

Kedua mata sama sekali Jeongwoo tidak memperlihatkan emosi tertentu dan inilah yang membuat Haruto gelisah. Dia tidak bisa mengurai emosi yang Jeongwoo rasakan terhadapnya. Akan lebih baik jika Sentinel itu berterus-terang mengenai perasaannya—it's not like Haruto were waiting for something or else, sebut saja dia mengantisipasi kalau-kalau sang Sentinel terganggu akan kehadirannya.

Dia sekarang telah mengerti nilai dari Sentinel kelas S ini sendiri, betapa pentingnya ia bagi federasi serta, untuk peran yang lebih besar, keselamatan semua orang dibandingkan sebelumnya. Rasa hormat yang ditujukan kepada Jeongwoo sekarang telah disertai oleh rasa sungkan. Selain itu, Haruto ingin menghargai perasaan Jeongwoo selaku seorang individu juga. Makanya penting baginya untuk setidaknya tahu apakah sang Sentinel terganggu dengan kunjungan rutinnya atau tidak.

Namun, yang terjadi sebenarnya Jeongwoo diam sepanjang waktu.

Haruto punya beberapa opsi dalam menafsirkan keheningan itu: satu, Jeongwoo masih dalam masa pemulihan, dia perlu menjaga tubuhnya untuk tetap stabil dan mungkin diam membantunya menjaga kekuatan tubuhnya yang belum pulih sepenuhnya.

Dua, Jeongwoo mungkin memang orang yang tidak terlalu peduli dengan sekitarnya. Orang-orang yang berkeliaran di dekatnya mungkin bukan masalah, apalagi dia sedang dalam masa pemulihan tapi bukankah itu poinnya? Dia sedang dalam masa pemulihan, bukankah dia butuh ruang pribadi agar pemulihannya tidak terganggu? Oleh karena itu, tiga, Jeongwoo terusik oleh kehadiran Haruto tetapi tidak vokal tentang itu.

Ini cukup mengantarkan Haruto merasa frustrasi. Apalagi sialnya Haruto tidak dapat berbalik lalu pergi begitu saja, Jeongwoo terlanjur melihatnya di pintu dan di atas itu semua, keduanya bertatapan.

Bisa apa Haruto selain masuk ke dalam dan mendekati ranjang Jeongwoo, dengan catatan, rasa canggung luar biasa.

Kira-kira sepuluh menit, atau mungkin lima belas menit, sejak Haruto masuk dan berdiam-diaman dalam ruangan Jeongwoo ini. Selama itu Haruto enggan menatap mata Jeongwoo, lebih banyak menyibukkan matanya melihat hal-hal remeh lain. Kadang-kadang dia mengintip untuk melihat Jeongwoo, yang satu kali melihat ke arah jendela, satu kali menunduk, dan kali lainnya memergoki Haruto yang mencuri-curi pandang. Spontan membuat Guide muda itu bergerak-gerak kecil di tempatnya. Dia merasakan tenggorokannya kering dan butuh air segera, sedangkan tangannya berkeringat.

Ini buruk. Sangat buruk.

Di satu sisi Haruto merasakan dorongan untuk membuka obrolan dan membunuh keheningan di antara keduanya, namun di sisi lain sebagian diri Haruto yang lain menyuruhnya untuk langsung lari saja dari sana.

Jadi ada dilema yang berlangsung dalam diri Haruto. Kebingungan tak berarti yang sebenarnya sama sekali tidak diperlukan.

"Uhm..." Jeongwoo menoleh pada Haruto ketika pria itu bersuara, sontak membuat Haruto tersentak sedikit. "K-kurasa aku harus pergi. Aku ada.. ehh... latihan? Benar, latihan!"

Jeongwoo hanya menatapnya tanpa menjawab yang justru memperburuk keadaan mental Haruto.

"K-kalau begitu aku pergi dulu. Aku akan datang lagi nanti." Sial kenapa kukatakan itu! Haruto beranjak dari tempat, ketika dia berbalik penyesalan langsung nampak di seluruh wajahnya.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Feb 17 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

𝐀 𝐏𝐋𝐀𝐂𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐂𝐀𝐋𝐋𝐄𝐃 𝐇𝐎𝐌𝐄 ; 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt