1. Little Hero

122 53 440
                                    

*Kalau nemu kalimat  typo kasih tau lewat komen ya #Authorjugamanusia ,  vote juga kalau lu suka cerita ini

----------------------

Gadis berpiyama putih terkurung di ruang bawah tanah yang gelap dengan minim pencahayaan dari sebuah kaca kecil buram di pintu. Mata almond coklat masih mampu melihat bayangan perabotan rongsokan di bawah gantungan lampu kosong. Ia merasa energi telah habis menelan kekalahan melawan udara panas membuat hidung menyerah menghirup udara pengap, tangan mungilnya tetap menggedor pintu kayu demi bebas dari cengkeraman kegelapan.

Berusaha berteriak 'minta tolong' namun seakan-akan sia-sia tak mampu menembus dinding kayu pintu yang cukup tebal. Seberkas cahaya merah menyala dari jauh melahap sesuatu bergerak mendekati ruang bawah tanah. 


PRANG!!!

Lizzie terbangun dari mimpi di malam musim dingin, masih jam tiga pagi dan salju masih rintik-rintik memutihkan Kota Urban Rite. Wanita berusia kepala enam itu beranjak dari ranjang dan bergegas ke kamar cucunya di sebelah kamarnya, seekor kucing ragdoll bersembunyi di bawah ranjang, Jean ikut terbangun melihat pecahan beling berserakan ke lantai.

"Ya ampun, kenapa bisa pecah begitu?" Jantung Lizzie nyaris merosot melihat gelas bergambar gadis beranting mutiara terkenal itu terpecah-belah.

"Bukan aku yang jatuhin, Max menggangguku tidurku sampai gelasnya pecah."

Lizzie menatap kesal, "Nenek sudah bilang jangan bawa gelas itu ke kamar." Cucu satu-satunya itu menatap sinis ke Max yang duduk di ujung ranjang, kucing itu melompat lalu keluar kamar tanpa rasa bersalah.

"Maaf, Nek. Aku menyukai gelas itu. Aku tidak bisa tidur tanpa gelas minuman di sampingku." Kata Jean.

"Mimpi buruk lagi?" Lizzie paham maksud Jean selalu minum di dini hari jika mengalami mimpi buruk yang sama secara berulang-ulang, Lizzie duduk di samping ranjang dan menyalakan lampu meja. 

"Aku terjebak di ruang bawah tanah sendirian dan gelap, ada cahaya api ingin mendekat ke arahku." Jean merasa kegelapan itu terus menghantuinya sejak kabur dari masa lalu meninggalkan kenangan menyakitkan meskipun masih sulit menerima.

Lizzie mengusap dahi gadis dengan lembut, "Sayang, kau hanya mimpi buruk. Apa yang dikatakan mimpimu itu tidak nyata, kau harus bisa menghadapi masa lalu itu."

"Maukah Nenek ingin tidur denganku?" Jean menatap lirih. Nenek tersenyum melihat tingkah cucunya yang menganggap masih kekanakan. "Tentu, akan Nenek jaga disini sampai pagi. Sekarang tidurlah, Nenek mau bersihkan pecahan gelas dulu."

Lizzie meninggalkan kamar sebentar. Melirik Jean yang kembali berbaring menatap langit-langit kamar merenungkan mimpi terulang lagi, andai putrinya masih hidup keluarganya masih tetap utuh walaupun tanpa ayah untuk Jean.


***

Sepatu boat hitam nyaris tenggelam ke tumpukan seiring langkah kaki melawan selimut putih di pinggir trotoar. Salju masih turun mendinginkan Kota Urban Rite, langit tetap kelabu meskipun mentari menyinari sinar kecil sambil malu-malu bersembunyi di awan abu.

Sebagian penduduk memilih mendekam di rumah sejak badai salju menerjang tiga hari yang lalu, mereka membencinya sebab salju selalu mengurung manusia di dalam bangunan. Jean justru menyukai salju di tengah langit kelabu sambil berjalan menikmati udara dingin usai  menahan emosi berdampingan dengan musim panas menyengat pada empat bulan yang lalu.

Sebagian orang menyebut gadis adalah putri salju modern bukan hanya suka salju saja, melainkan kulit akan semakin putih jika menyamakan dengan salju membuat bercahaya jika ditimpa oleh ribuan hujan dan badai buih putih. Ia mendapat julukan ini karena terlahir tepat saat salju turun menyelimuti belahan bumi, menjadi gadis menawan yang tercipta dari campuran tanah putih kristal.

Blood : Dearest And DarknessWhere stories live. Discover now