#2 Selesai

273 45 9
                                    

"Ih, ternyata ruang BK gitu ya? Bagus banget, gilak!" ujar Fanya, setelah meninggalkan ruang BK.

"Aneh lo, masuk ruang BK malah seneng!" timpal Alina sambil mencubiti lengan Fanya yang menganggur.

Fanya terkikik geli, dirinya lantas menggenggam tangan Alina yang sedang diayunkan kesana-kemari.

"Nya!" celetuk Alina.

Fanya hanya melirik ke arah sahabatnya yang sedang termenung, tapi termenung karena apa?

"Kenapa?" tanya Fanya, matanya menatap mata Alina yang terlihat sayu.

Alina hanya diam, tangannya mulai menggenggam tangan Fanya lebih erat lagi. Hatinya gelisah, tapi ia tidak tau kenapa.

"Gue nggak beneran jadi pacarnya dia kan? Gue nggak suka dia, berarti pacaran kita nggak sah kan?" cerocos Alina dengan bibir yang mengerucut beberapa centimeter.

Fanya mendelik, tangannya terkepal seketika saat itu. Dirinya masih kesal dengan sikap laki-laki itu yang menyalahkan Alina.

"Nggak Lin, gue bakal pastiin itu," gumam Fanya sambil melihat lantai yang ia pijaki.

"Hah?"

Fanya hanya berdehem kecil, hingga Alina tiba-tiba menyeret tangan Fanya menuju ke toilet. Alina memang suka pergi ke toilet, entah itu ingin pipis atau ingin ghibah.

Sementara Alina sedang ada di dalam toilet, Fanya malah berkaca dengan gayanya yang khas.

"Astaga! Gue cantik banget," pedenya.

Alina yang sedang ada di dalam toilet tentu merasa kesal, karena dirinya merasa terganggu dan tidak bisa tenang.

"Diem Nya, gue mau pipis jadi nggak tenang!" teriak Alina dari dalam toilet.

Fanya hanya berdecak malas, tangannya diulurkan untuk memencet jerawatnya yang semakin besar.

Crut!

"Yey, akhirnya keluar!" puas Fanya, tangannya terulur menarik tisu.

Meskipun wajahnya mulus, tak dapat dipungkiri banyak tumbuh jerawat. Ah, ia harus rajin merawat wajah sekarang.

Tut!

"Jaran, mambu kentut!" teriak Fanya karena tiba-tiba mencium bau tak sedap.

"HAHAHAHAHA!"

Fanya segera keluar dari toilet itu sambil menutup hidungnya menggunakan tangan.

Fanya hanya menggerutu dalam perjalanan, karena bau kentut Alina yang tidak hilang, malah semakin bau.

"Bau bangke," gerutunya di sepanjang perjalanan.

Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang menghadang jalannya. Fanya berdecak malas, dilihatnya laki-laki itu dari bawah hingga atas.

"Kenapa?" tanya Fanya sambil berkacak pinggang, melihat wajahnya saja sudah muak rasanya.

Laki-laki itu hanya tersenyum kikuk, tangannya mengeluarkan sebuah gelang yang berbentuk bulan.

"Lho, ini kan gelangnya Lin lin," ucapnya, sambil meraih gelang yang ada di tangan laki-laki itu.

"I-iya, tolong kasihkan ya," pintanya.

Fanya mengangguk, tapi, pandangannya masih ada pada laki-laki itu. Tatapannya memindai kesana-kemari.

"Kenapa?" tanya laki-laki itu pelan, sungguh sangat grogi jika ditatap seperti itu.

"Kak Arfan gak usah nemuin Alin lagi. Biar si mak lampir kakak nggak gangguin Alin," tegas Fanya.

Arfan My Boyfriend [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang