Tuan memang baik

24 3 2
                                    

"DASAR BAJINGAN! KALIAN PIKIR KALIAN SIAPA MENYENTUH DIRIKU SEPERTI ITU? MEMANGNYA AKU MEMBERI KALIAN IZIN?! SEANDAINYA SAJA AKU CUKUP BERANI UNTUK MELAKUKAN ABORSI!"

"MAMA! MAAFKAN KAMI! KAMI BERJANJI TIDAK AKAN MEMELUK MAMA LAGI! KAMI TIDAK AKAN MENYENTUH MAMA LAGI!"

Pemandangan itu begitu jelas. Seorang wanita dan gadis kecil berambut pirang, dan seorang bocah laki berambut coklat dengan memar dimatanya. Gadis berambut pirang itu mencoba untuk meminta maaf pada si wanita yang sepertinya sang ibu, namun dia tidak mau menyentuhnya sama sekali.

"KALIAN INI SAMPAH DIRUMAHKU. KALIAN MENGHABISKAN UANG YANG BISA SAJA AKU GUNAKAN UNTUK HIDUP!"

"MAMA JANGAN PUKUL KAKAK LAGI! MAAFKAN KAMI MA... AKU MOHON-"

Sebuah gelas kaca terlempar ke kepala si bocah laki-laki, dan si gadis kecil menjerit ketakutan begitu dia melihat adiknya terkapar dilantai dengan darah mengucur dari kepalanya. Sang ibu lalu mencengkram tangan si gadis kecil dengan keras sambil memegang botol alkohol kosong, bersiap untuk memukulnya.

"MAMA MAAFKAN AKU-"

Aku membuka mataku, dan menguap. Kuregangkan badan sambil mencoba untuk duduk. Hal pertama yang kusadari adalah fakta kalau aku sedang tidak menggunakan baju, dan bagian dada hingga leherku diselimuti oleh perban. Hal kedua yang aku sadari adalah sebuah foto pria besar dengan seorang wanita dan gadis kecil terpajang di dinding. Dan hal ketiga yang aku sadari adalah fakta kalau aku sedang berada disebuah kabin — atau mungkin rumah seseorang? Dengan seragamku digantung di hanger pintu.

Suara obrolan terdengar dari balik pintu. Suara seorang pria, dan suara seorang wanita. Aku yakin kalau itu adalah suara si wanita tinggi, namun suara yang satu lagi milik siapa? Aku tidak ingat seorang pria menolongku juga. Kucoba untuk berdiri, dan memegang gagang pintu. Rasa keraguan muncul dibenakku, apakah aku harus mempercayai orang-orang ini? Apakah aku yakin mereka tidak membaca tentang 'Protjecht 102'?

Tunggu dulu, Protjecht 102!!

Aku seketika mencari ke seluruh sisi ruangan, mencari ransel hitam yang kutemukan di hutan. Syukurnya ransel itu berada di bawah sebuah meja. Aku mendekati ransel itu, dan membuka isinya.

...

Apa ini?! Dimana Dokumen itu?! Aku mengeluarkan semua benda di ransel itu, namun tetap saja aku tidak melihat keberadaan Protjecht 102. Sial, sial, sial, sial, sial! Aku akan digantung (mungkin saja dipenggal) kalau begini!

Tanpa peringatan, pintu kamar terbuka. Aku berbalik badan, dan mendapati sesosok pria besar berjenggot berdiri di ambang pintu. Dia adalah pria di foto. Pria itu akan tampak mengerikan, jika dia melepas apron bunga-bunga berwarna merah muda miliknya. Namun aku seperti melihat seorang pria paruh baya masih yang sangat menyukai bunga.

"Kau sudah sadar?" Dia bertanya dengan nada monoton. "Fyodor membuat kue."

"A-ah- Terimakasih... Uh... Fyodor siapa?" Aku bertanya dalam bahasa Zmirnostiy sambil memasang senyum yang bisa terbilang tolol. Pria besar itu menyipitkan matanya, lalu menunjuk dirinya sendiri.

"Aku Fyodor. Jangan banyak tanya, Fyodor membuat kue, dan sebentar lagi kue jadi. Pergi ke ruang tengah."

Aku mengangguk dan berjalan keluar kamar. Seketika wangi dari bunga matahari dan madu menusuk hidungku - dalam arti yang positif. Disebuah sofa, aku melihat si wanita tinggi sedang duduk sambil memainkan terminalnya. Jantungku melompat dari dadaku begitu aku sadar sesuatu yang kukira buku didepan wanita itu.

Protjecht 102.

Aku menelan ludahku sendiri, dan keringat mulai menetes di jidatku. Si wanita tinggi itu secara tiba-tiba menatap ke arahku, dan tersenyum sambil melambai. Meskipun terlihat ramah, aku bisa merasakan kekosongan di matanya. Mengerikan.

The world against usWhere stories live. Discover now