Lapor, tuan.

16 2 0
                                    

Bajingan! Apa-apaan itu? Kalau saja aku tidak berlari menuju hutan dengan cepat, aku bisa saja mati tertimpa misil! Aku harus berterimakasih kepada Komandan Fredrich untuk mengajariku soal situasi kabur dengan reverse psychology. Akhirnya, aku berhasil kabur sambil membawa dokumen Protjecht 102.

Aku menggerakkan kakiku dengan kencang, menuruni gunung dengan salju yang tebal itu. Lingkaran kematian, tempatku hampir terbunuh oleh beruang itu, terlihat didepan mata. Kini aku mengerti mengapa mereka menyebutnya lingkaran kematian. Pohon-pohon pinus itu membentuk sebuah kepala tengkorak, menjadi habitat alsi bagi beruang salju. Di depan lingkaran itu sungai Novsta membentang panjang membatasi dua negara yang sedang bermusuhan.

Kakiku dengan cepat mengambil jalan utara, menghindari lingkaran itu sebisa mungkin. Bahuku sakit, memang. Aku tidak mengenakan seragamku, iya. Namun aku melakukan itu agar bisa segera pergi dari Rognov, kembali menuju markas pasukan 130.

Menjadi orang lain itu brengsek! Menggunakan tampang seolah-olah kau tidak berdaya dan lemah, merendahkan harga diri untuk keberhasilan misi, sialan! Untuk pertama kalinya aku bersyukur seseorang tidak mengenaliku.

Napasku mulai tidak beraturan dan tubuhku menjadi sedikit melemah. Selama beberapa detik sekali aku juga akan terbatuk. Bagaimana tidak? Aku tidak mengenakan pakaian atas. Aku memutuskan untuk beristirahat sebentar sambil duduk di atas sebuah batu, mencoba mengatur napasku.

Aku menelan ludahku sendiri dan mendesah kasar sambil merogoh saku celanaku. Aku menghela napas lega begitu melihat foto keluargaku masih utuh — walaupun sudah lecet. "Oh mama, jika saja kau ada disini sekarang."

Saat itu suhu terasa mulai hangat, aku juga bisa melihat salju yang mulai mencair di kejauhan. Aku berdiri dan berjalan tertatih-tatih menuju jembatan yang dijaga ketat oleh selusin tentara Eichenburg. Harapanku menyala, mengendalikan kakiku untuk terus melaju. Namun lagi-lagi, aku mendengar suara derup mesin terbang. Bukan hanya itu, aku mendengar bunyi gesekan metal.

Aku berhenti sejenak, dan berbalik. Mataku melebar dan jantungku berdegup kencang begitu aku melihat Puluhan prajurit, dua buah Android dan dua buah mesin terbang mengarah padaku.

Lendovski dan seorang wanita tua menaiki mesin terbang itu sembari tertawa bak maniak. Aku mundur, dan berlari menuju jembatan dengan cepat. Ratusan peluru ditembakkan ke arahku, dan syukurnya aku berhasil berlindung di balik batu. Adrenalinku naik mengingat masa-masa dimana aku gagal. Masa-masa dimana aku terdampar di lingkaran kematian. Tapi tidak, tidak kali ini.

Aku berdiri lagi dan berlari menuju perbatasan. Beberapa tentara yang sedang berjaga seketika mengarahkan senapan mereka padaku. Dengan kesadaran penuh, aku menaikkan Protjecht 102, membiarkan mereka melihat apa yang aku bawa.

"HELFEN! HELFEN!"

Tiba-tiba seorang tentara meluncurkan sebuah roket menuju salah satu Android, membuat robot usang itu meledak. Beberapa prajurit di belakangku dengan sigap mengambil posisi sembari mengarahkan senapan mereka padaku.

Kakiku menginjak jembatan itu. Hanya beberapa langkah lagi. Ini dia, gerbang menuju rumah, ratusan kilometer dibalik gerbang perbatasan ini, mama dan kakak menungguku. Aku akan pulang. Aku akan pulang dengan sela-!

Aku terjatuh. Aku melihat ke arah kakiku, dan mataku melebar melihat lubang kecil dengan darah bercucuran berada di betisku. Namun yang lebih penting sekarang adalah dokumen ini. Puluhan tentara perbatasan menyerang balik para Prajurit, lagi-lagi membuat pertempuran berdarah kembali terjadi di sungai Novsta.

Aku mencoba berdiri, namun tidak bisa. Lalu sebuah Android datang dan menggendongku, memastikan aku tidak terkena tembakan dan membawaku menuju posko perbatasan.

The world against usHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin