VI. Catch Another

466 56 0
                                    

Arim sudah berada dikamar sewanya, sedang menangis begitu sendu dihadapan seluruh buku-buku dan berpuluh-puluh kertas yang menjadi saksi bisu seberapa keras dirinya bisa sampai dititik ini. Setelah puas mengatasi emosinya dengan menangis, gadis itu kini menengadahkan kepala agar air matanyanya bisa berhenti untuk turun.

"Tahan Arim, tahan.." Gumam Arim berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, "Kau akan melewati ini semua, beasiswa yang gugur  hanya satu. Kau masih memiliki 2 lagi. Tenang.."

Tangan yang masih bergetar itu terpaksa menyeka sendiri air mata yang belum juga mereda, Arim menatap seluruh barang-barang yang menjadi saksi bisunya selama ini beg, "Apa aku terlalu keras? Apa seharusnya aku tidak melakukan ini semua?" Gadis itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Lalu─ tidak lama setelah itu, telinganya menangkap ketukan berirama pada pintu masuk.

Arim mengangkat kepalanya lalu menggusak asal wajahnya yang sebenarnya masih terlihat begitu mengenaskan itu, pintu te─

"Sia─"

"Jake.." 

Arim bergumam sadar, lelaki ini adalah teman berbeda universitasnya. Mereka bertemu saat keduanya menghadiri perekrutan beasiswa pada rumah sakit Hyang Lee tempo hari yang lalu.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?"

Jake memberikan Arim sebuah kertas, "Kau memberikanku ini, kau lupa?"

"Ah─" Gadis itu menepuk keningnya pelan, "Aku memberikan ini, ya?"

"Bisakah aku masuk?" Tanya Jake, Arim pun segera mempersilahkan lelaki itu untuk menginjakan kakinya dikamar sewa Arim. Jake cukup kagum, bagaimana bisa Arim memiliki ruangan yang begitu rapih dan bersih, mengingat dirinya sendiri. Jika saja bukan karena para pekerja yang disewakan oleh sang ibu, Jake bisa  pastikan. Kamarnya sudah seperti kapal pecah.

"Kau pelupa tetapi mengingat seluruh materi yang kau pelajari, Arim?" Tanya Jake seraya membalikan tubuhnya dan mendapati Arim yang sedang mempersiapkan air mineral untuk mereka berdua.

"Duduklah, Jake.. Maaf, ruanganku tidak bagus, ya?"

"Tidak bagus bagaimana? Ini sangat rapih.." Tepis Jake seraya mendudukan dirinya dilantai, "Kau tidak ingin menjawab pertanyaanku, Jung?"

Arim mendekat dan segera menyuguhi Jake sebuah air dan beberapa cemilan yang dibelinya untuk menjaga stamina saat belajar, "Tentang?"

"Ingatanmu, bodoh.."

Arim tertawa lembut, ia duduk tepat disebelah Jake, "Ingatanku?" Gadis itu sempat terdiam untuk beberapa detik, sampai─ "Aku pun tidak tahu, Jake. Mungkin karena aku melakukan atau mengatakan itu hanya sekali?" Ia balik bertanya pada Jake.

"Tidak ada penyakit seperti itu.."

Arim terkejut, karena Jake menganggap dirinya itu sakit dikarena melupakan sesuatu. "Itu bukan penyakit, buktinya aku benar-benar mengingatnya sekarang.."

"Apa lagi yang kau ingat?"

Arim berpikir, entah mengapa ketika melihat wajah Arim secara dekat, detak jantung Jake terasa begitu cepat. Lalu─ gadis itu menatap dada Jake, "Kau mabuk?"

Jake tidak menjawab, lelaki itu hanya menatap lurus kearah gadis yang berada didepannya. Dengan perlahan, tangan Arim menyentuh dimana bagian detak jantung bisa sangat terasa. Ia benar-benar bisa merasakan pompaan darah Jake yang begitu cepat, "Ini penyakit apa, Jake?"

"Kau akan mengerti jika sudah tidak bodoh." Balas lelaki itu acuh dan menyingkirkan tangan Arim, "Dimana bukunya? Aku ingin meminjam.."

"Buku apa?"

Jake mendesah frustasi, ia memijat keningnya lalu menatap Arim jengkel, "Buku pengantar psikologis jilid ke 4." Jawab lelaki itu dengan penuh penekanan.

Arim mengangguk paham, ia segera berdiri dan berjongkok dihadapan tumpukan buku yang tidak bisa terhitung itu. Tangannya menarik salah satu buku yang ingin ia pinjamkan pada Jake, "Ini, 'kan?" Tanyanya memastikan.

Jake menadahkan tangannya, Arim segera mendekat, la─

"Jake!" Pekiknya karena sangat terkejut, "Apa yang kau lakukan?" Tanya Arim cepat, ketika bukan buku yang dipegangnya yang diraih. Justru tangan Arimyang ditarik sampai menyebabkan gadis itu jatuh tepat dihadapan tubuh Jake.

"Arim.." Panggil Jake sekali lagi, ia menatap gadis itu penuh dengan keyakinan, "Apa kau benar-benar tidak ingat aku?"

Arim menggigit bibirnya tepat dihadapan wajah Jake, kedua jemarinya mencekram kemeja lelaki itu dengan gelisah, "Kau.." Ucapnya pelan, "Putra angkatnya tuan Kang?"

"Bajingan." Umpat Jake kesal karena hanya fakta tersebut yang bisa Arim katakan, lelaki itu membanting cukup keras tubuh lawannya, lalu mengunci Arim tepat dibawah kuasa yang ia miliki, "Tidak bisakah kau katakan yang lain?"

"Aku tidak bisa mengingatnya, Jake.." Eluh Arim takut, "Maaf.."

Jake melepaskan kunciannya dan kembali terduduk gundah, ia menutup matanya untuk menetralisir emosi sebelumnya. Melupakan lagi fakta bahwa─ ibunya kembali menikah dengan paruh baya yang menjabat sebagai ketua SDM perusahaan medis yang mempekerjakan mendiang ayahnya dulu. "Ini semua  membuatku gila.."

"Jake.." Panggil Arim pelan, tetapi─ lelaki itu tidak merespon. Masih memijat pelan keningnya yang penat.

"Apa kau kenal Jongseong?"

Dengan sigap mata ganas itu segera mengalihkan pandangan pada sang mangsa, "Darimana kau tahu dia?"

"Tidak sengaja.." Jawabnya jujur, "Ia.. Berada dikediaman Lee, bukan?"

"Benar.. Lalu, mengapa kau menanyakannya?"

"Aku akan membantumu diujian beasiswa selanjutnya.. Tetapi, bantu aku.."

Jake menaikan alisnya, "Kau sekarang mengingatku?"

"Jake Sim.. Kau berada diperingkat 39 dari 35 siswa yang diterima dibeasiswa gelombang pertama. Kau duduk tepat dibelakangku, memakai kemeja berwarna abu-abu dengan tas selempang. Aku ingat ibumu, ia memakai kacamata, memiliki gaya rambut pendek. Ia melambaikan tangannya padamu dengan penuh haru sebelum tes dimulai, benar, 'kan?"

"Kau mempermainkanku?"

"Buat aku bertemu nyonya Lee. Akan kupastikan kau mendapat peringkat 5 besar ditest gelombang selanjutnya."

"Lalu mengapa kau bertanya tentang Jongseong?"

"Aku harus memiliki cadangan.."

Jung Arim─ gadis itu sudah berhasil sedikit mengorek cukup dalam tatanan keluarga Lee dengan kedua tangannya sendiri. Termasuk keberadaan Jake yang mungkin bisa dipastikan, lelaki itu akan berada pada sisinya.

StereotypeWhere stories live. Discover now