21. Lost

198 20 1
                                    

Sunghoon meraih ponselku yang berada didalam saku, "Tinggalah disini sebentar, aku akan mengurusi semua. Aku akan menjamin hidup barumu.." Finalnya, lalu meninggalkanku sendiri di apartement.

Setelah pintu tertutup, aku menuju kedekat sofa. Duduk dilantai dan menenggelamkan wajahku dilengan, begitu nyaman untuk meluapkan semuanya disini.

Apa sejak dahulu ia tidak sadar, apa lukaku? Aku kesepian.. Aku tidak pernah punya sesuatu yang bisa aku jadikan rumah. Aku─ tidak punya sesuatu yang bisa membuatku nyaman dalam waktu yang tidak menentu, aku tidak punya itu.

Aku butuh saudaraku. Aku butuh Sungchan.. Aku butuh keluargaku..

Pintu terbuka dengan tiba-tiba, aku tidak tertarik melihat siapa pelakunya. Tetapi, karena─

"H-Heeseung?"

Ia tersenyum kearahku dengan lugu, "Apa yang membuatmu begitu sedih?" Tanyanya lembut. Aku terdiam karena tidak percaya, jika lelaki itu yang kini duduk dihadapanku.

Sampai tangan kanannya menyapu bersih bekas air mataku, aku tersadar. Jika ini benar dirinya, Heeseung didepanku. "Haruskah kita pergi bersama?" Ucapnya tiba-tiba, mengingat beberapa waktu lalu. Sunghoon menyuruhku untuk meninggalkan kota ini.

"Kau tidak bisa pergi.. Kau akan kalah.." Cicitku pelan, "Kau harus membalas kematian ibumu.." Aku masih menangis menatapnya.

"Mengapa mereka begitu jahat? Mengapa harus ada kejahatan didunia ini?" Ucapku lagi. Berkeluh kesah dihadapannya.

Heeseung hanya menatapku, ia membasahi bibirnya lalu mengelus perlahan kepalaku dengan lembut, "Aku pikir, itu termasuk ketidak sempurnaan atau kekurangan dunia ini? Sama bukan seperti manusia? Tidak ada manusia yang sempurna disini. Begitupun jalan hidup mereka.." Ucapnya, membuatku sedikit terhanyut.

"Mengapa kau bisa disini?"

"Untuk menemanimu? Kau bilang kesepian ditempat ini.."

Aku tertawa pelan, memejamkan mataku lagi perlahan. Aku harap, Heeseung didunia yang aku pijak ini nyata. Karena, kebenaranya. Seseorang yang aku lihat ini adalah halusinasi yang aku ciptakan untuk menenangkan diriku sendiri. Layaknya seperti bisa menciptakan seseorang untuk menyembuhkan luka dalamku, aku merasa itu cukup mengobati.

Suara bell mengisi seluruh apartementku, kali ini bukan bagian dari imajinasiku. Siapa ia? Sepertinya bukan Sunghoon. Aku berdiri, berjalan pelan menuju benda kotak putih yang biasa menampilkan seseorang yang ingin bertamu keapartementku.

Itu─ Euijoo?

"Ada apa?" Tanyaku melalui pesan suara.

"Aku ditugaskan untuk menjemputmu, nona Jung.."

Aku terdiam untuk beberapa detik, menjemputku? Untuk apa? Maksudku. Tidak biasanya Euijoo datang, terkecuali ada urusan yang mendesak. Seperti waktu itu, ketika Heeseung hilang kendali. Lelaki ini rela menjemputku dipagi buta.

"Apa ada masalah mendesak?"

"Bukankah kau memang ingin pergi menemui tuan Lee?" Euijoo bertanya balik, ia menekan belnya sekali lagi, "Nona Jung, ada apa?"

"Aku tidak bisa kesana lagi.."

Eijoo nampak bingung, "Apa maksudmu?"

"Aku akan berhenti.."

Cukup lama Euijoo merespon ucapanku, sampai akhirnya ia menjauh untuk menelfon seseorang. Aku tidak bisa mendengar pasti, tidak lama kemudian. Ia kembali, "Dapat telefon dari tuan Park?"

Ponselku saja diambil alih Sunghoon.

"Ponselku.. Hilang.."

Euijoo tertawa sarkas, "Hilang? Kau sedang tidak bergurau, 'kan?" Tanya lelaki itu. Kini ia nampak kesal dengan tingkah lakuku, aku tahu aku menjengkelkan. Aku juga sadar, ini seperti bukan diriku yang terbilang sedang menghindari masalah. Ya, Tuhan.. Aku bingung. Sangat bingung.

StereotypeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora