「2.5: Nasib baik belum datang」

290 53 12
                                    

.
.
Chapter ini sedikit lebih panjang dari biasanya.
.
.

Chapter ini sedikit lebih panjang dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JIKA ditilik lebih jauh ke belakang. Rasa suka Yumna pada Manaf bukanlah sesuatu yang disembunyikan. Bahkan secara terang-terangan Yumna menunjukkan rasa ketertarikan itu. Sebut saja, menawarkan semangka potong segar di pagi hari, lalu ingin selalu dekat dan terus ada di sisi Manaf, memberikan perhatian kecil seperti tadi; menemani Manaf berkeliling hanya untuk memutuskan jajanan apa yang akan ia beli. Kemudian, jika bukan karena ingin membebaskan Manaf dari tuduhan tidak berdasar hari itu, mana mau ia bicara empat mata dengan Esa dan mana mau juga ia merelakan diri datang ke tempat kotor belakang sekolah hanya untuk mendapatkan bukti dan saksi yang belum tentu juga akan ia dapatkan. Hal-hal semacam itu rasanya cukup untuk menjelaskan jika Yumna menaruh rasa pada Manaf.

Kalau dibilang sudah lama kenal dengan Manaf, Yumna tidak yakin akan hal itu. Awal ia masuk sekolah menengah atas, sesekali Yumna melihat sosok Manaf melintas di depannya, kala itu belum timbul rasa ketertarikan. Hingga satu hari keduanya berada di satu kelas yang sama. Lambat laun, sesuatu itu tumbuh dalam dada. Detak jantung Yumna selalu tidak karuan jika berada dekat dengan Manaf, padahal jika dilihat Manaf sama tidak melakukan apa-apa. Hanya diam, menatap langit dari jendela kelas dan tidur. Tidak banyak interaksi yang mereka lakukan, tetapi hal itu cukup untuk membuat Yumna yakin jika ia tertarik pada Manaf.

Manaf itu pendiam, tidak terlalu suka banyak bicara, harus dipancing dulu agar ia mau bicara panjang lebar. Bagi Yumna, pesona lelaki pendiam seperti Manaf memiliki daya tarik yang lebih dan ya, begitulah kenapa Yumna bisa suka pada Manaf.

Sayang seribu sayang, pujaan hatinya ini kelewat lempeng. Seterang apapun Yumna berusaha menunjukkan ketertarikannya, Manaf sama sekali tidak menyadari itu. Yumna sempat hampir menyerah, pikirnya apa yang sudah ia lakukan itu kurang brutal, atau pada dasarnya Manaf memang tidak tertarik padanya? Benar kata Heru, suka pada manusia kaku seperti Manaf harus punya sabar yang tebal.

“Lo beneran suka sama Manaf?” tanya Heru dengan suara yang meninggi sebagai bentuk rasa kaget atas pengakuan Yumna.

Saat itu Yumna hanya mengangguk pelan. Sambil menopang dahinya dengan dua tangan, gadis itu terlihat sangat kacau dengan rambut panjang yang sudah tidak karuan bentuknya.

Alih-alih memberi penyemangat agar Yumna bisa yakin akan perasaannya, Heru malah tergelak kencang sampai tanpa sadar memukul meja berulang kali.

“Gue kasih tau ya, suka sama orang lempeng kayak Manaf yang pikirannya cuma fokus di kerjaan, tugas, lo nggak bakal dapet apa yang lo mau. Paling lo cuma makan hati, soalnya dia kagak peka,” tutur Heru. Entah kenapa penuturan itu terdengar menjengkelkan di telinga Yumna. Meski ada benarnya sedikit.

“Modal kode doang Manaf nggak bakal paham. Dia pasti bakal ngira itu cuma bentuk rasa perhatian sebatas temen aja. Dia harus di-gas, hantam, langsung ke inti. Jadi … ketimbang kode-kode doang lo harus beraniin diri, secara langsung bilang kalau lo, suka sama dia.” Berbeda dengan tadi kali ini Heru berbicara dengan sedikit tegas. “Lo harus percaya sama gue,” sambungnya.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang