「2.6: Hari penuh kejutan」

385 49 7
                                    

.
.
.
.
.

RUANG kelas masih kosong dan minim murid yang berdatangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RUANG kelas masih kosong dan minim murid yang berdatangan. Masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah sebetulnya, tetapi itu tidak menghalangi Yumna dan Heru yang sudah berada di kelas.

Saat ini, Yumna dalam posisi bertanya-tanya. Salah satu tangannya menopang dagu, kepala sedikit miring ke samping—menatap Heru yang sejak tadi berjalan kesana kemari. Dari sudut satu ke sudut yang lainnya. Juga, sejak kapan anak itu bisa datang pagi buta ke sekolah? Biasanya ia akan datang lima menit sebelum bel. Itu jauh lebih baik ketimbang, bunyi bel sudah lima menit berlalu, tetapi ia baru datang.

“Lo ngapain, sih?” tanya Yumna dengan nada jengkel. Kepalanya mulai sakit melihat tingkah aneh Heru.

Heru langsung menoleh ke arah Yumna. Menatap gadis itu dengan gurat khawatir pada wajahnya. Dan Tanpa sadar Heru menggenggam erat tangan Yumna.

“Manaf ….”

Yumna mengerutkan alisnya, bingung. “Manaf … kenapa?” Ia menelengkan kepala ingin tahu kelanjutannya.

“Manaf … nggak tau! Tapi kayaknya dia kena masalah sama bapaknya,” ungkap Heru sedikit gelapan membuat kalimat yang keluar dari bibirnya menjadi tidak jelas.

“Hah? Maksud lo?” Yumna mengernyitkan dahinya.

Heru berdecak sambil menghempaskan tangan Yumna. Masih dengan kegelisahannya Heru mencoba menjelaskan semuanya dari awal.

“Kemarin gue anter Manaf balik, terus tiba-tiba aja bapaknya keluar dari rumah. Narik helm gue, abis itu dia narik paksa Manaf ke rumah.”

Yumna memicingkan mata, ekspresinya penuh kekhawatiran. “Terus? Abis itu gimana?”

Sayangnya, pertanyaan itu dijawab dengan gelengan kepala.

“Lo nggak tolongin Manaf?” tuduh gadis itu.

Sontak Heru membulat. Tentu saja itu tidak benar, Heru sudah mencoba, tetapi pria paruh baya itu melarangnya untuk mendekat.

“Gue mau, tapi nggak bisa. Bapaknya ngancem gue, Yum!” sahut Heru, masih dalam keadaan menggebu-gebu.

Ini tidak bisa dibiarkan, keduanya mulai sama-sama panik. Mereka sudah tahu bagaimana tabiat bapak Manaf. Dalam keadaan khawatir Yumna coba menenangkan diri dan berpikir. Sesekali ia mengembuskan napas panjang guna menetralkan rasa cemas dalam dadanya.

“Kita susul Manaf sekarang, nggak bisa gue diem gini aja!” seru Yumna dan setujui langsung oleh Heru.

“Iya, kita ke sana sekarang!” pungkas Heru.

Mereka berdua segera meninggalkan sekolah menuju kediaman manaf. Namun, belum lagi mereka meninggalkan area sekolah, sosok yang membuat keduanya khawatir muncul dalam keadaan sempoyongan. Manaf muncul dalam keadaan lemas. Sepeda usang, kebanggaan miliknya dituntun di sisinya, langkahnya amat tertatih seperti orang tidak bertenaga. Yumna dan Heru langsung memekik, meneriakkan nama Manaf, ketika melihat temannya itu jatuh tersungkur—tidak berdaya.

Aang Sayang Aa || Mark Lee & Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang