01. Tiba di Tokyo

7 1 0
                                    

Alveria mengetuk pintu kamar hotel, sepelan mungkin agar tak mengganggu tamu di kamar-kamar lain. Tak lama, pintu itu terbuka dan wajah familiar Freyana muncul.

"Pinter banget kamu, ya!" komentarnya, ketika Alveria berjalan masuk sambil menarik tas berodanya. "Ketiduran di toilet bandara! Ckckck..."

"Sssh, jangan teriak-teriak," balas Alveria. "Kedengeran dari kamar sebelah ini. Eh, waduh, lumayan gede juga kamar kita yah?"

"Dih, kamu ini ya, kok bisa sih?! Jangan ganti topik dulu. Emang ada orang bisa tidur sambil duduk begitu!"

"Senyaman itu toilet di Incheon weh! Bersih, wangi juga," ujar Alveria sambil merebahkan diri di atas tempat tidur untuknya yang masih tertata rapi.

"Gak lucu ce! Buruan siap-siap gih, ini sejam lagi kegiatan kita."

"Frey, aku ngantuk banget..."

"Gak, gak, stop, jangan rebahan. Kamu bakal susah bangun lagi. Udah buruan mandi-mandi deh, bentar aku cariin kopi. Jangan sentuh bantal deh demi apapun!"

* * *

Pohon-pohon sakura di taman tampak sedikit menyedihkan di mata Alveria. Musim berbunganya sudah selesai, menyisakan ranting-ranting kurus yang menghitam, bercabang-cabang tidak beraturan. Beberapa burung beterbangan.

Bersama-sama anggota grup yang lain, dia berjalan menuju lokasi pembuatan musik video. Berada di Tokyo berarti harus berjalan cukup banyak, disela dengan perjalanan kereta dan naik turun tangga. Kakinya mulai terasa pegal. Hari ini dia memakai sepatu olahraga yang nyaman, namun itu tak seberapa membantu.

Tapi, bagaimanapun, udara Tokyo terasa lebih segar dari Jakarta, dan suasana Jepang masih terasa menyenangkan. Seperti rumah untuk Alveria.

Dari kejauhan tampak beberapa tenda telah disiapkan. Kakak-kakak manajer dan sensei tampak mondar-mandir. Alveria dan kawan-kawan segera diarahkan oleh seorang staf menuju satu tenda tempat untuk berganti kostum. Otaknya mulai mengingat-ingat lagi soal koreografi dan ekspresi wajah yang ingin dia tampilkan.

Hari sudah jauh malam ketika kegiatan usai. Alveria kelelahan, namun bahagia bisa menghabiskan hari dengan produktif. Sambil mendengar lelucon bapak-bapak dari Cornelia ("Alveria tolong kalau mau ke toilet tahan dulu, di hotel aja yah! Kita ga mau kamu ilang lagi!"), sambungan cerita dari Abigail ("Kak, aku sampe teriak-teriak di dalam toilet loh! Kak Alve, Kak Alve! Malu-maluin banget kak asli."), sampai ramai-ramai membantu Seruni yang mencari toko pernak-pernik Slam Dunk ("Ga mau pulang sampai dapet Air Jordan 6 Slam Dunk pokoknya...")

Kenyang setelah makan malam, Freyana dan Alveria masuk ke kamar hotel dan segera berbaring di tempat tidur masing-masing. 

"Cape kamu? Udah berasa jompo yah?" Freyana memulai percakapan. 

"Mentang-mentang masih muda kamu!" balas Alveria. "Aduh aduh punggung aku sakit beneran ini. Besok tolong bangunin aku ya, sepertinya aku mau tidur cepet. Masih capek banget efek perjalanan tadi pagi."

"Bersihin make-up buruan deh, mandi juga. Catokan, mau pinjam punyaku? Baru loh. Ngomong-ngomong itu baju-baju juga tolong dirapiin weh. Kemeja kamu tadi jatuh di bawah meja. Ketendang dikit."

Pada saat itu Alveria tersadar kemeja apa yang dimaksud. Terbawa oleh segala kesibukan hari ini, kejadian kemarin bersama Arion sempat terlupakan olehnya. Tak terasa nyata, seperti mimpi saat sakit panas. Tetapi kemeja flanel off-white navy itu menjadi bukti kalau semua memang terjadi.

Alveria segera membuka iPad dan mengirim sebuah email singkat pada pemilik kemeja itu.

* * *


Hari kedua di Tokyo juga sama melelahkan, namun selesai lebih cepat. Semua anggota grup dibebaskan pergi ke mana saja selepas makan siang. Ketika orang-orang mulai membubarkan diri, Alveria menarik lengan Freyana sambil berbisik, "temani aku yuk, cari sesuatu."

"Mau cari apa, kok tiba-tiba? Di mana?'

"Ke Diver City mungkin?"

"Oke... Kamu mau cari apa sih?"

"Ngng... Nggak tahu juga sih. Kalau cowok biasanya suka apa, yah?"

"Waduh?!"


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Alveria & Arion: Kisah Pendamping Simfoni KeduaWhere stories live. Discover now