3

26.1K 1.4K 11
                                    

Shitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitshitapayangharusakulakukansekarangshitshitshitshitshitshitshitshit...

Pikiranku penuh dengan kalimat tanpa akhir yang membuatku berkeringat dingin. Aku bisa merasakan darah yang mulai meninggalkan tubuhku.

Telunjuknya di daguku belum berpindah tempat, tapi Clark hanya menatapku. Tampaknya ia masih bingung siapa aku, hanya saja familiar dengan wajahku. Ia hanya tau aku pernah melakukan sesuatu yang ia benci. Well, sebaiknya begini.

Sebaiknya ia tak ingat, akan lebih baik begitu untuk kita berdua.

Terlebih lagi untukku.

Aku dapat merasakan mataku memanas, menahan air mata yang mulai keluar. Bodoh, kenapa harus menangis di saat-saat seperti ini? Bagaimana kalau Clark melihatnya dan langsung mengenalimu?

"Hei, lepaskan jari busukmu dari gadisku!" Teriakan Floyd mengejutkan kami berdua. Clark menarik telunjuknya dari daguku dan mendongak angkuh. Mata Carol membulat, ia mundur perlahan, seolah mencari perlindungan di balik badan Clark. Mungkin ia terkejut Floyd tiba-tiba datang dan menyebutku 'gadisnya'. Terlebih lagi aku adalah anak baru yang tak dikenalnya. DAN JUGA aku adalah nerd dengan kacamata aneh dan rambut berantakan.

Floyd melirikku, menyuruhku untuk berdiri di sebelahnya. Aku menurut saja. Lagi pula apa lagi yang bisa kulakukan?

Ketika aku sampai di sebelah Floyd, Clark menjerit,"Itu gadismu?" Ia menunjukku.

Floyd hanya diam. Ia menyisipkan tangannya di pinggangku. Aku menegang, ketika merasakan ia tak melakukan hal yang lebih dari itu, aku semakin rileks.

Clark menyeringai. Ia menoleh ke belakang, ke arah Carol dan menciumnya di depan kami.

Wow.

Floyd pasti sakit hati.

Aku meliriknya lewat ekor mataku. Dagunya menegang, cengkeramannya pada pinggangku pun mengeras. Aku menringis pelan dalam hati, berusaha menahan sakit yang ia perbuat.

"Floyd..?" Aku berucap pelan, berusaha berakting sebagai 'gadisnya'.

Clark dan Carol menghentikan ciuman mereka yang menjijikan. Kenapa bisa Clark menghancurkan hubungan yang Carol dan Floyd jalin dari lama? Wanita bodoh, pakai kondom sana di hatimu, ia tak akan segan meracuninya.

Floyd mengalihkan pandangannya kepadaku. Tatapannya begitu nanar, membuatku ingin memangku dan membelainya lembut seolah anak kecil.

Puff, sadar situasimu. Kau berada di lorong-sekolah-di-sebelah-lelaki-yang-sedang-cemburu-setengah-mati-karena-mantan-pacarnya-dicium-Clark.

"Kita balik saja ya?" Aku berucap pelan. Berusaha untuk menatapnya dengan -hoek- perhatian dan penuh kasih sayang.

Ia tak berucap apa pun, hanya menggaet tanganku dan menariknya. Floyd, bukan begini seharusnya kau memperlakukan wanita.

Setelah beberapa saat, aku menegok ke belakang. Aku melihat Clark yang menyeringai dan Carol yang tampak... Entahlah, menyesal? Sudah terlambat sepertinya, Carol.

Kami berdua masuk ke lift dalam diam. Aku memojok ke belakang, berusaha menjauhinya sebisa mungkin. Ia menekan sembarang tombol.

"Eh, kita mau kemana?" Aku bertanya ragu-ragu. 25 menit lagi kelas akan dimulai. Aku, sebagai seorang professional nerd, tak mau membolos. Walaupun sebenarnya aku sangat sangat ingin. Aku sudah hafal semua pelajaran di luar kepala, untuk apa aku belajar lagi? Ya tentu saja untuk menyamar.

"Hei, aku bertanya. Kita, mau, kemana?" Aku juga mulai kesal karena Floyd sama sekali tidak menanggapiku. Dia pikir aku apa? Nyamuk?

"Tutup mulutmu!" Ucapnya setengah berteriak sambil meninju dinding lift. Laki-laki sekarang cepat emosi juga yah? Aku memutar bola mataku dengan kesal. Untung liftnya masih berjalan biasa.

Nerd? Nahh...Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz