005

155 16 5
                                    

Damn! Thats stupid ...
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

✧•✧

━━━━
Kenapa
kau bertanya seperti itu?

Menurut anda, apakah kewajiban
itu sama?”
━━━━

══════════════════

✩̣̣̣̣̣•͙͙✧⃝•͙͙•͙✩̣̣̣̣̣

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


✩̣̣̣̣̣•͙͙✧⃝•͙͙•͙✩̣̣̣̣̣


Berlari kencang dia mengabaikan teriakan peringatan, dengan geram Halilintar melemparkan keris petir pada adik tertuanya, yang tidak tahu etika walaupun sudah akan debut tahun depan.

"Taufan!!" serunya geram.

"Aaaaaa!! Maaf Hali, Ini darurat!!" Taufan berlari, tunggang-langgang dia mengambil belokan menghindari keris petir Halilintar.

Halilintar berdecak pelan, tak ingin mendengar penjelasan, ia mulai mempercepat langkahnya dengan kuasa petirnya. "Beraninya kau menjatuhkan tumpukan dokumen ku!!"

Taufan mengabaikan seruan kakak satu-satunya, ada hal mendesak yang harus dia pastikan sekarang, Taufan mempercepat langkahnya, tanpa adab dan sopan santun dia membuka ; menendang pintu kamar adiknya.

"Gempa!! Ku dengar kau tadi malam menangis karena mimpi buruk, apa itu benar? apa kau tidak apa-apa?!" ucapannya cepat tanpa jeda, seperti tidak butuh bernapas saja. "Kenapa kau tidak ke kamar ku sa ...?"

Oh ... apa ini? Keningnya mengerut melihat pemandangan didepan matanya, setahunya Gempa sama sekali tidak dekat dengan si kembar, namun apa ini yang ada didepan matanya?

Ice berada di tengah-tengah, di himpit oleh Gempa dan Blaze, memeluk boneka paus kesukaannya Ice tampak tertidur pulas meskipun dihimpit sesak oleh mereka berdua.

Dari kejauhan bisa Taufan dengar derap langkah mengarah kepadanya, merentangkan tangan, Taufan membentuk pose menghentikan Halilintar.

Sontak saja Halilintar terhenti hampir menabrak Taufan.

"Taufan apa yang—?!" melongok penasaran, Halilintar berdecak kesal bingung apa sebenarnya yang dilihat Taufan, hanya sebentar sebelum keningnya mengerut penasaran dan menatap kebingungan.

Bibirnya dengan ragu-ragu terbuka, mencoba mencari sebuah ingatan di otak kecilnya, Halilintar menatap tajam Taufan. "Sejak kapan mereka sedekat itu?"

Benar sejak kapan mereka sedekat itu? Mereka tidak pernah terlihat dekat sejak dulu bahkan berpapasan saja jarang sekali. Taufan pun tidak akan pernah mengerti, sebenarnya apa yang terjadi.

"Entahlah," jawab Taufan lalu menghela napas pendek.

Merasa jawaban Taufan tidak berguna, dengan perlahan Halilintar memasuki kamar bernuansa biru tua, langkah kaki membawanya berjalan mendekati ranjang berukuran sedang dengan warna seputih salju.

Resentful Time [BoBoiBoy Fanfiction]Where stories live. Discover now