Chapter 32, Cinta dan Segudang Perjuangannya

374 16 3
                                    

Bab kali ini melodrama sekali ya, cobalah membaca sambil mendengarkan musik yang slow atau galau, mungkin akan sampai ke hati ❤️

...

Setelah tiga jam perjalanan akhirnya Aziza sampai di desa tempat di mana orangtua Arhan tinggal. Berbekal alamat yang diberikan mama Wanda, sambil bertanya pada beberapa orang yang ia temui di jalan setelah turun dari angkot.

Rumah gaya kuno dengan halaman luas dan berdindingkan kayu. Sederhana sekali dibandingkan rumah yang dibeli Arhan di perumahan mewah di kota. Dengan sedikit ragu Aziza berjalan memasuki halaman rumah, sontak langkahnya terhenti saat ia mendengar suara jeritan dari dalam rumah. Suara yang membuat jantung Aziza sesaat seperti dipompa.

Beberapa saat kemudian seorang wanita dengan rambut berantakan berlari keluar dari rumah itu, larinya begitu cepat hingga tak sadar menubruk Aziza hingga gadis itu terjatuh tertimbun wanita itu. Seorang lelaki dengan sedikit panik lekas berlari mendekat dan menarik tubuh wanita itu dari Aziza yang nampak ketakutan.

"Jangan lari lagi! Arhan akan pulang hari ini!" Kata pria paruh baya itu sambil mengikat kedua tangan wanita itu dengan kain panjang.

Tubuh Aziza gemetar ketakutan dan napasnya memburu melihat wanita itu, dia benar-benar gila.

"Mbak tidak apa-apa? Maafkan istri saya, Mbak!" Kata pria paruh baya yang sudah beruban itu.

Aziza tertegun, pikiran dan hatinya saling memberontak hingga ia hanya bisa mengangguk mencoba mengubur semua ketakutan dalam dirinya.

Pria itu bernama pak Hasan, wajahnya teduh dan senyumnya tulus, namun sorot matanya menyimpan banyak luka.

"Kamu siapa?" Tanya pak Hasan sedikit menyelidik.

Aziza kembali mencoba menormalkan napasnya, "Saya, saya Aziza, Pak."

Pak Hasan tertegun, ia diam cukup lama sambil mengamati wajah Aziza yang baginya jelas nampak tidak asing.

"Aziza, siapa?"

Kini Aziza tertunduk, ia tidak tahu bahkan takut untuk mengeluarkan sepatah kata sekali pun. Tubuhnya masih menegang, juga kaki yang nampak gemetar. Ada rasa bersalah yang begitu besar menyusup membelenggu tubuhnya.

"Kamu anaknya Bayu?"

Aziza terkejut, namun tetap tidak berani mengangkat wajahnya. Dan saat itu, pak Hasan pun sedang menahan diri serta emosinya.

"Kenapa kamu datang ke sini? Apa Arhan menyuruh kamu ke sini?" Suara pak Hasan terdengar parau.

"Saya..." Aziza memberanikan diri mengangkat wajahnya, dan ia terguncang saat melihat wajah penuh kebencian yang pak Hasan tampakkan.

"Kamu tahu apa yang sudah papamu perbuat? Kamu lihat wanita itu? Dia gila! Dan papa kamu yang sudah membuatnya seperti itu." Sergah pak Hasan sambil menunjuk istrinya yang terduduk di tanah sambil memainkan rambutnya yang berantakan.

Aziza terdiam membeku, airmatanya tumpah seketika. Apakah ia harus menanggung kesalahan papanya?

"Aku tidak tau apa tujuan kamu datang ke sini, tapi jika kamu ingin tahu keadaan kami. Inilah yang kamu lihat. Selama sepuluh tahun istriku menderita, dan kalian hidup dengan bahagia. Sungguh aku tidak rela."

Seketika Aziza terduduk berlutut di depan pak Hasan dengan wajah penuh rasa bersalah, "Saya datang ke sini untuk memohon maaf atas nama papa saya, Pak. Saya tahu dia salah, tapi saat ini dia pun sedang kritis di rumah sakit. Saya datang untuk meminta maaf, maafkan papa saya! Maafkan atas semua kesalahan dia di masa lalu. Saya tahu permintaan maaf ini tidak cukup, tapi saya ... " Aziza tidak lagi mampu meneruskan kalimatnya, tubuhnya terguncang karena isak tangisnya. Ia hanya bisa tertunduk berlutut, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sebagai anak Aziza hanya ingin menyampaikan permintaan maaf papanya, dan mungkin hal itu satu-satunya yang bisa ia lakukan saat ini.

Our Wedding Days (SELESAI)Where stories live. Discover now