Dua-B

12 3 0
                                    

Annelise berjalan menyusuri setiap sudut Istana, mengulang kembali memori masa kecilnya. Annelise terhenti pada sebuah danau kecil dengan ayunan di sebelahnya, ia terhenti dan duduk disana sebentar. Dulu ayunan ini menjadi ayunan yang palin disukai Annelise, sebab raja Adalgiso dan permaisuri akan mengajaknya bermain di danau kecil ini, mengayunkan ayunan untuk dirinya. Dan sekali lagi itu dulu sebelum akhirnya raja Adalgiso memerintahkan dirinya tinggal di luar Istana kerajaan. Annelise berdiri, kembali menyusuri lorong-lorong istana yang dijaga ketat para prajurit kepercayaan istana. Annelise sampai di ujung lorong, bangunan di depannya membuat lukanya kembali. Itu bangunan tua kumuh yang penuh dengan mawar di sekelilingnya. Seingat Annelise, dulu itu kediaman permaisuri saat usia Annelise delapan tahun.

Bangunan itu benar-benar menyeramkan, mawar yang dulu tertata rapi dan gagah itu telah menjadi sayu, bertengger mengelilingi tembok belakang istana kerajaan seperti tanaman lusuh yang tak pernah dikasihani, manusia menjauh, melihatnya bukan lagi bahagia, melainkan bergidik nestapa. Annelise mencoba memasuki tembok itu, menyingkirkan dedaunan yang merambat dan menutup jalan. Ia masuk terlalu dalam, benar-benar penuh dengan mawar. Annelise memetic setangkai mawar dari sana, membuat tangannya terluka oleh duri si mawar. Annelise terus berjalan,

"Aww," denyit Annelise pelan. Ia menyingkap gaun yang tidak terlalu lebar itu, sebuah duri pada dahan mawar yang telah mengering tertancap pada balutan luka di kaki kirinya. Sungguh menyedihkan, luka akibat belati yang belum kering sepenuhnya kini kembali terluka dengan duri mawar. Annelise mencoba mencari tempat untunknya duduk, namun tak ia temukan selain tupukan dedaunan tak berduri yang mengering disana. Dengan kakinya yang terluka ia masih mencoba berjalan sekuat tenaga.

Annelise duduk pada tumpukan daun yang mengering, masih mencoba menahan rasa sakitnya, sungguh Annelise yang malang. Seorang pria datang dari kejauhan, tapi sayangnya topi yang dikenakan nya membuat Annelise tidak mampu melihat wajh pria itu dengan jelas. Pria itu mendekat pada Annelise, dan duduk di depan Annelise. Tangan nya menarik pelan kaki kiri Annelise, menyingkap sedikit kain Annelise, menampakkan kulit putih bersih Annelise yang kini penuh dengan bercak merah darah. Pria itu membersihkan duri yan menancap pada balutan luka Annelise, kemudian meraih tangan Annelise dan mengambil alih setangkai mawar dari tangannya, membalut luka di tangan Annelise.

Pria itu berdiri berbalik untuk pergi, Annelise segera berdiri dan menghentikannya.

"Tunggu," Annelise mencoba berdiri dengan menahan rasa sakitnya, pria itu berhenti, "berbaliklah!" perintah Annelise. Pria itu berbalik, topi itu hanya menyisakan dagu si pria untuk dilihat oleh Annelise, "angkat wajahmu Tuan, aku ingin melihatnya!" Annelise berjalan mendekat, namun pria itu justru mundur beberapa langkah.

"Maaf Putri Annelise, aku tidak bisa." Pria itu berbalik badan untuk pergi, namun kalimat yang disampaikan Annelise membuatnya berhenti lagi.

"Hahahaha," Annelise tertawa pelan, "semenakutkan itukah aku? Bahkan sekadar menatapku saja kau tidak bisa Tuan. Atau jangan-jangan kau beranggapan seperti Duke, bahwa aku adalah pembawa sial kerajaan barat. Sungguh menyakitkan ternyata, hancur oleh keluarga dan dikhianati oleh cinta." Annelise berjalan maju, tepat berada di belakang pria itu.

"Tolong jangan memetik mawar jika Putri tak sanggup dengan durinya atau Putri akan terluka, Hamba izin pamit," pria itu meninggalkan Annelise saat Annelise berusaha menggapai topi itu, topi berwarna coklat itu jatuh di depannya tepat didepan kakinya. Annelise menunduk mengambilnya, menatap lekat topi itu.

Jangan memetik mawar jika tak sanggup dengan durinya – suara itu kembali terdengar di telinga Annelise, segera ia keluar dari bangunan itu, bangunan yang masih kokoh dan menyeramkan. Pertanyaan-pertanyaan berkelebat pada pikiran Annelise. Siapa dia? Mengapa dia bisa ada disana? Tau darimana ia aku ada di bangunan itu? Apa maksud dari ucapannya? – ahh Annelise benci dengan pemikirannya.

***

Pesta pernikahan putri Esther dan Pangeran William berlangsung dengan meriah, tidak ada masalah. Annelise mendekati permaisuri.

"Ibu, ada yang ingin aku katakan pada Ibu," bisiknya.

"Katakan saja Anne,"

"Putri Esther sudah menikah, bisakah aku sementara tidak kembali ke Istana, aku ingin tetap di kastil itu. Anne belum siap dengan segala resiko yang Anne terima bila berada disini." Permaisuri tersenyum.

"Baiklah, tapi percayalah Anne, selama ada Ibunda kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Annelise tersenyum.

"Terima kasih Ibu," ucapnya dijawab dengan senyuman oleh permaisuri, "Anne pamit Ibu," Annelise memundurkan badannya beberapa langkah lalu berbalik dan pergi. Annelise berjalan, melewati seluruh manusia di ruangan itu. Orkestra terus dimainkan, membersamai para pasangan yang sedang berdansa di tengah tengah ruangan. Koridor dan lorong masih dipenuhi sesak nyawa manusia, Sebagian melirik bergidik ngeri terhadapnya.

***

Annelise meletakkan topi coklat itu disampingnya, menatap lekat kembali pada bentuk topi itu. Sial, isi pikirannya dipenuhi pria tadi, badan yang kekar, gagah, benar-benar membuat Annelise lupa akan sedihnya. Annelise tersenyum malu, berdiri memutar sebuah lagu dari piringan musik di kamarnya.

Lagu mengalun santai, Annelise berdiri dan berdansa sendirian, berputar-putar mesra dalam kesendiriannya. Jemari lentiknya ia arahkan pada langit-langit kamarnya, alunan musik membawa Annelise pada dunia nya yang lain, sesekali jemari halusnya menepikan anak rambut gelombangnya kebelakang, lalu berkaca pada cermin dan mengedipkan sebelah matanya menggoda, ia bahagia, lupa akan segala lukanya. Mawar itu belumlah layu, masih terawat rapi, gagah dan mempesona. Dengan peluh ia tumbuh, dengan kasih ia berwarna, tapi tak jarang semua memberinya luka bentuk sumpah serapah. Annelise masih membenamkan diri dalam tarian-tariannya,

Jangan memetik mawar jika kau tak siap dengan durinya, atau kau akan terluka – suara itu lagi, membuat Annelise menghentikan tarian nya yang melenggak lenggok indah.

***
Bersambung....

Jangan lupa supportnya yaa!!!
Dan baca juga kisah "Perih Pertama" Di Wattpad ku

Mawar yang PatahWhere stories live. Discover now