Dua-C

9 2 0
                                    

Hari berganti, bulan berlalu, entah sudah keberapa kalinya Annelise dan Arthur saling mengirim surat, pagi ini Annelise bersantai di halamannya. Burung-burung sibuk terbang mencari rerumputan kering untuk membuat sarang, kicauannya menenangkan, sedang rumput dan ilalang bergoyang lembut diterpa angin pagi ini. Beatrice datang memberinya amplop coklat, Annelise menerimanya dan membacanya dengan seksama di halaman kastil, ia tersenyum. Seiring waktu, sedihnya akan Natan terlupakan, perasaan nyaman dengan kehadiran Arthur mulai ia rasakan.

"Charlotte," panggilnya. Annelise bangkit dari duduknya, "siapkan baju terbaikku, aku ingin pergi menemui seseorang," ujarnya kemudian.

"Baik Nona," Charlotte pergi, mempersiapkan baju terbaik untuknya.

***

Annelise menatap dirinya pada cermin tua di kamarnya, benar-benar baju terbaiknya. Jubah putih yang begitu sederhana dengan lengan yang dipenuhi manik-manik. Annelise menoleh ke arah kanan dan kiri perlahan, menatap polesan sederhana di wajahnya, ia meraih perona bibir dan mengoleskannya sedikit, menampakkan aksen sederhananya, menambah gincu merah pada bibirnya sedikit, kini ia benar-benar mempesona. Charlotte memasuki kamarnya

"Perlu kusiapkan kereta kuda untukmu Nona?" tanyanya. Annelise menggeleng, meraih anting-anting merah darah dan memasangnya pada kedua teinganya.

"Tidak perlu, aku akan berjalan," Charlotte kemudian berjalan keluar dari kamar Annelise. Annelise kembali menatap dirinya pada cermin dari ujung kepala hingga kaki, tersenyum manis.

Annelise meraih jaketnya, meletakkan di kedua bahunya dan mengikatnya pelan, ia berjalan keluar dari kamarnya, suara hentakan sepatu Annelise memenuhi sudut-sudut lorong yang sepi. Annelise memetik setangkai mawar merah segar di halamannya, membersihkan duri-duri mawar dengan jemari lentiknya membuat satu jemarinya mengeluarkan setets darah akibat duri itu. Ia menyematkan mawar ranum itu sebagai hiasan di kepalanya. Annelise terus berjalan, menikmati jalanan yang mulai ramai.

Annelise sampai pada sebuah telaga, disana seorang lelaki menunggunya. Annelise tidak tahu itu siapa dan menerka bahwa itu adalah Arthur, tapi punggung itu tidak asing baginya. Annelise berjalan mendekati lelaki itu.

"Permisi Tuan," sapanya pada si Tuan membuat lelaki itu berbalik badan. Harapan Annelise pudar, sebab dia lelaki yang membantunya, bukan Arthur.

"Hm?" jawab pria itu singkat.

"Oh maaf, aku rasa aku salah mengenali orang," ujar Annelise mencoba berbalik badan untuk meninggalkan pria itu sendirian.

"Aku rasa kita pernah bertemu Nona?" tanya si pria

"Ah iya, kau pernah menyelamatkanmu Tuan. Aku lupa berterima kasih padamu saat itu," Annelise kembali berbalik hadap, "Terimakasih," Annelise memberi ucapan terima kasih pada pria itu dengan sedikit membungkukkan badannya.

"Ah benar, kau Nona pada malam itu," si pria tersenyum, "tidak perlu terlau formal Nona," ujarnya kemudian. Annelise tersenyum, "Oh iya, kau ingin menemui seseorang? Aku rasa tadi kau salah mengenaliku sebagai orang yang kau cari. Benar begitu Nona?" tanya nya kemudian.

"Emm, benar. Aku sedang menunggu seseorang. Aku pikir kau tadi orang itu, maaf sudah salah mengenali."

"Ah tidak apa-apa," jawab pria itu kemudian.

"Boleh aku tahu siapa nama Tuan?" Annelise tersenyum, mencoba menghilangkan kecanggungan mereka berdua. Pria itu terbahak.

"untuk apa Nona, saya rasa wanita terpandang seperti Nona tidak layak untuk mengenal laki-laki seperti saya."

"Ah, Tuan mengada-ada. Aku tidak seterpandang itu."

"Aku tidak yakin, bicaramu sungguh bukan seperti kebanyakan orang Nona,"

Mawar yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang