Bab 2

302 68 9
                                    

Bab 2 



"Jadi ... itu klien barunya Mas Gigih." Gigih yang sibuk mengamati mobil yang Dara kendarai mengabaikan ejekan Putra. "Ngeliatnya biasa aja, Gih! Orangnya juga udah enggak kelihatan lagi, kan?!" Gigih masih mengabaikannya, hingga ia merasakan tangan Putra memukul kepalanya.

"Jancuk! Loro, Puput!" umpatnya sambil mengusap kepala.

"Ditakoni ket mau, meneng ae!" Putra terlihat jengkel ketika tak segera mendapat jawaban darinya. Namun, pikiran Gigih masih terbawa perempuan berambut panjang yang sejak kemunculannya beberapa saat lalu telah mendominasi isi kepalanya.

"Apa to Puput! Mau tanya apa?!" tanya Gigih yang tak kalah jengkel karena getokan Putra membuyarkan lamunannya. Rasa penasaran Putra terlihat jelas di wajahnya, tapi Gigih masih enggan menjawab meski tahu apa yang ingin pria itu tanyakan saat ini.

"Enggak usah pura-pura goblok!" hardik Putra mulai menyulut rokok di tangannya. Kebiasaan yang keduanya mulai sejak SMA hingga beberapa tahun lalu, Gigih memutuskan untuk berhenti. Meski Putra tak pernah berhenti menyodorkan rokok ke arahnya, Gigih tetap bertahan dan berhenti menghisap batang nikotin tersebut.

"Heh, aku itu ganteng dan mempesona bukan goblok!" katanya dengan menekan kata goblok sambil melihat Putra.

"Jancuk! Nek ngomong goblok enggak usah ndelok aku, setan!" Wajah jengkel Putra tercetak jelas, tapi itu tak membuat euforia yang dirasakannya berkurang.

Gigih tak pernah mendengar tentang kabar Yanti, meski wajah perempuan yang semakin terlihat cantik itu masih segar dalam ingatan. Ia tak pernah membayangkan akan kembali bertemu dan berdiri sedekat itu dengannya. Bahkan saat ini keduanya terlibat dalam urusan pekerjaan. "Iya, Yanti makin cantik. Puas?!" ucap Gigih memutuskan untuk menjawab pertanyaan Putra.

"Yo enggak, lah! Wajar kalau galaunya enggak hilang-hilang." Gigih mengabaikan seringai di wajah Putra. "Aku jadi ngerti kenapa enggak ada satu perempuan yang bisa tahan di sampingmu. Kalau aku jadi perempuan dan harus saingan sama Ci—"

"Yanti! Hanya aku yang boleh memanggilnya Cici!"

"Sorry, iya, Yanti." Putra meliriknya dengan penuh arti. "Gimana rasanya ketemu lagi?"

Gigih terdiam memikirkan pertanyaan Putra dan mencoba untuk menyelami perasaannya. Kemunculan Yanti dalam hidupnya kembali membawa gelombang kenangan menggulung semua keresahan hati yang muncul sejak ia memutuskan meninggalkan kehidupan lamanya. Ia bukan pria emosional yang bisa dengan mudah untuk mencurahkan isi hatinya, dan pertanyaan Putra membuatnya harus menahan diri. "Jangan mancing-mancing, Put!"

Hanya Putra dan wisnu yang mengetahui alasan di balik sikapnya sepuluh tahun yang lalu. Namun, kedua pria itu tidak tahu detail tentang hubungannya dan Yanti. Setelah hari ini, Gigih tahu ia tak akan bisa menghindar dari pertanyaan-pertanyaan Putra dan Wisnu.

"Udah berapa lama kerja sama Dara?" Gigih menoleh dengan cepat ketika Putra tiba-tiba menyebut nama sahabat Yanti. "Kenapa?" tanya Putra ketika Gigih tak kunjung menjawab pertanyaannya. Bahkan saat ini tanda tanya di kepala Gigih semakin besar.

"Cuma pengen tahu sudah berapa lama kenal Dara?" Putra yang selalu pandai menyimpan emosi terlihat mengulum senyum ketika menyebut nama sahabat Yanti. "Mulai kapan dia kerjasama sama kalian berdua?"

"Dua tiga tahun, lah." Selama pertemanan mereka, Putra tidak terlalu sering berbagi informasi tentang perasaan. Temasuk tentang perempuan yang menarik hatinya. "Kamu ... kenapa tiba-tiba tanya tentang Dara, Put?" tanya Gigih dengan mata membelalak tidak percaya.

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang