Bab 16

258 70 11
                                    


Bab 16 


Kakinya terpaku tak bisa bergerak mengejar Yanti yang terlihat memucat. Tarikan lengan Lala dan pertanyaan anak perempuanya pun tak mampu menggerakkan kakinya. mencegahn Gigih untuk bergerak, karena tanda tanya di wajah anak perempuannya membuat semua kekuatiran tentang Yanti tersisihkan. Meski saat ini, ia tak bisa menghilangkan ekspresi marah, terkejut, kecewa, sakit dan sedih bisa ia lihat jelas di wajah perempuan yang ia cinta sejak sepuluh tahun lalu.

"Jadi Papa kenal sama tante Yanti?!" tanya Lala setelah beberapa langkah meninggalkan area cooking class. Meskipun Gigih sudah meminta gadisnya untuk menyimpan semua pertanyaannya hingga di dalam mobil. "Jawab, Pa! Kenapa wajah tante Yanti kelihatan marah?!"

Gigih menghentikan langkah dan memutar tubuhnya. "Sayang, kamu boleh menanyakan apapun tentang tante Yanti, tapi enggak di sini. Papa butuh nenangin kepala sebelum menjawab semuanya pertanyaanmu. Kita bicara di mobil, bisa?" Lala terlihat enggan, karena beberapa detik setelah Gigih menutup bibir, anak gadis yang bersedekap dan menatapnya tajam tak terlihat hendak melangkahkan kaki. "Sayang," kata Gigih dengan lembut.

"Janji enggak nyembunyikan apapun dari Lala. Papa cerita semuanya. Papa juga harus jawab semua pertanyaan Lala tanpa kecuali!" Gigih mengangguk dan kembali berjalan diikuti Lala yang sesekali meliriknya tajam. Sesekali ia mengecek ponsel dan kecewa karena pesannya tak berbalas.

Ci, kita perlu bicara.
Aku pengen jelasin semuanya. Please

Gigih masih tak percaya dengan kejadian hari ini. Fitra tak bisa menemani Lala, dan memintanya untuk menggantikan tugas tersebut. Tanpa memandang ke arah panggung, ia meninggalkan Lala mengikuti acara memasak dan berjalan mengelilingi mall sambil sesekali mengecek ponsel menanti Yanti membalas pesannya.

"Sejak kapan Papa pacaran sama Tante Yanti?" tanya Lala tak lama setelah keduanya memasuki mobil. Ia bahkan belum menutup pintu ketika pertanyaan itu terdengar. Gigih menggelengkan kepala setelah menghela napas panjang dan menyandarkan kepala yang terasa berat mengingat wajah Yanti beberapa saat lalu. "Terus kalau enggak pacaran—"

"Papa kenal dia waktu di kampus. Papa dekat sama dia dan memutuskan untuk menghilang darinya setelah mama kamu datang ke rumah." Gigih memutuskan untuk mempersingkat ceritanya tanpa membuat Lala merasa itu semua salahnya. Ia mengusap puncak kepala gadis yang tak melepas pandangan darinya. "Kedekatan kami berdua—"

"Dekat tapi enggak jadian?" tanya Lala. "Lalu Papa ngilang ... ghosting tante Yanti, gitu?!" Ia memalingkan wajah dan menatap anak gadis yang dalam waktu singkat terlihat terlalu dewasa untuk umurnya. Gigih merasa perubahan Lala dan semua kata di ujung lidahnya pun tertelan kembali. "Sekarang ketemu lagi, Papa enggak ngajak tante Yanti jadian atau apa gitu?" Kemarahan yang saat ini ada di wajah anak gadisnya membuat Gigih semakin merasa kacau.

Helaan napas panjangnya menarik perhatian Lala. Jari mungkin yang beberapa saat lalu terkepal menahan marah, kini mengusap pelan pipinya. "Papa enggak apa-apa?" tanya Lala kuatir. "Aku bantu papa untuk jelasin ke tante Yanti. Dia pasti mau dengerin aku."

Usapan lembut Lala membuat kekuatiran yang memenuhi hatinya sedikit berkurang. Meksi ia tak yakin Yanti masih ingin bertemu dengannya. "Papa enggak yakin dia mau dengerin kita berdua, Sayang. Papa udah nyakitin dia sepuluh tahu lalu, dan sekarang ... kesalahpahaman ini membuatnya kembali tersakiti. Mungkin Lala belum ngerti, tapi cinta yang Papa punya untuknya selama ini ... enggak bisa." Gigih terdiam.

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora