ka tujuh

92 20 5
                                    

Esok harinya. Sesuai perkataan Bangchan yang menikahi Hyunjin sudah terlaksana.

Tangan keduanya bergandengan bersamaan langkah mereka keluar dari gedung yang menjadi saksi mereka jadi sepasang suami isteri.

Pernikahan yang sangat-sangat sederhana, bahkan lebih dari kata sederhana. Keduanya hanya memakai balutan putih bersih namun cukup sopan untuk berada di hadapan seorang yang menjadi pemersatu mereka.

Atasan kemeja putih untuk Bangchan, lalu sweater rajut halus sedikit kebesaran Hyunjin kenakan. Tampaknya mereka cukup serasi, apalagi sepasang cincin yang terpasang manis di jari manis mereka .

Tidak ada sanak keluarga, tidak pula teman mereka hadir. Hanya ada Bangchan, Hyunjin juga sang penghulu. Hyunjin tak banyak menuntut pada suami barunya, mengingat ia hanya orang asing yang tiba-tiba dinikahi tanpa alasan yang jelas selain dari gunjingan para tetangga.

Bayi yang di kandungpun bukan bayi milik Bangchan sehingga ada rasa memalukan ketika yang bertanggung jawab bukanlah ayah dari anaknya.

Namun dari pada itu, Hyunjin sendiri lebih memilih untuk meninggalkan sang ayah kandung anaknya daripada tersiksa  lahir dan batin.

"Ok! Kita menikah sudah, mmm gimana kalo saat nya kita cari makan?"

Hyunjin yang memang merasa sudah lapar hanya mengangguk setuju, mengikuti langkah suaminya berjalan. Menelusuri trotoar dimana dia selalu saja waspada akan ke sekelilingnya guna memerhatikan setiap orang takut jika salah satu dari mereka adalah anak buah sepupunya.

"Mmm apa gak bisa di bungkus aja? Kita makan di rumah aja Chan." ujarnya sedikit tidak enak.

Bangchan tersenyum samabil melepas tautan tangan mereka, ia lantas mengelus gemas istri barunya. Ia tahu, bagaimana tidak nyamannya Hyunjin berada di luar rumah sejak dari sebelum berangkat untuk menikah.

Bukan tega Bangchan tidak mengiyakan keinginan itu, dia tetap membawa Hyunjin dalam rangkulannya berjalan santai menelusuri trotoar menuju tempat makan.

Ya, setidaknya mereka sedikit merayakan hari pernikahan mereka hanya berdua.

"Ini kan hari pernikahan kita yang sangat-sangat sederhana, jadi kita buat kenangan aja makan bareng di restoran!"

Hyunjin menunduk, menatap sepatu miliknya dari Bangchan yang senada dengan warna bajunya. Tak ada lagi niatan untuk menolak yang mana itu hanya penolakan kembali yang di dapat, tangan yang kini terbebas kini tanpa di sadari menyentuh perutnya.

Hingga beberapa menit setelahnya mereka sampai di resto yang tidak terlalu jauh dari gedung mereka menikah. Hanya resto kalangan orang biasa, mereka memasuki tepat tersebut hingga Bangchan memilih duduk di paling ujung mengingat melihat bagaimana Hyunjin semakin mengepalkan tangannya gugup kala berada disana.

Sattu persatu menu di pilih, bahkan Hyunjin pun langsung di pesankan yang mana menurut pria itu cukup sehat di konsumsi oleh orang hamil.

Hyunjin tidak akan protes,dia selalu menerima makanan pemberian dari bangchan sekalipun itu terong. Ya, terong.

Pernah sekali ia begitu menginginkan terong padahal pada nyatanya Hyunjin sangat membenci makanan tersebut. Cukup aneh sampai ia bertanya pada sang dokter kandungan kala di periksa yang mana ternyata saat sedang berbadan dua kesukaan makanan dapat terbalik tanpa di duga.

"Oke ada yang mau ditami?" sang waiters jelas menunggu sabil melirik antara dua manusia di hadapannya.

Hyunjin menggeleng sehingga Bangchan menyudahi pilihan menu miliknya. Sang pramh saji pun pamitmeninggalkan mereka sementara sehingga keduanya saling bertatapan satu sama lain.

"Chan sebenernya aku masih bingung, kenapa kamu bisa segininya buat aku."

Di sandarkannya punggung lebar milik Bangchan, dia tersenyum kecil sambil menselonjorkan kedua kakinya di bawah meja.

"Kayak yang kamu tau, aku nikahin kamu karena gunjingan tetangga. Terus ya... Biar aku bisa lepas dari suruhan ayah yang minta aku buat ikutan kenca buta, jadi ya lebih baik nikahin kamu."

Hyunjin mengangguk mengerti. Tidak sepatutnya ia merasa menjadi seseorang yang sangat beruntung kala dinikahi oleh pria lain, mengingat dia adalah orang bekas pakai oleh sepupunya.

"Makanya sejak kita tahu kamu hamil, aku bersi keras biar kamu gak gugurin kandungan itu. Kalau nanti memang kamu gak mau urus, jadi biaraku saja."

Tak enak hati mendengar celotehan dari pria di depannya. Hyunjin mentap perutnya bertepatan dengan adanya gerakan kecil dari dalam sana.

"Tapi nanti kamu kerja Chan, siapa yang urus?"

"Itu sih gampang. Kalo memang kamu ingin pergi dengan alasan apapun nanti, ya aku bakalan usahain sewa baby sitter."

Hyunjin tersadarkan akan ucapan Bangchan, kehadirannya mungkin tidak diinginkan pemuda atau suaminya ini. Kehadiran juga keadaan hamilnya tentu jelas hanya dijadikan sebuah kesempatan yang sebenarnya masih menjadi pertanyaan dalam otaknya, tetapi Hyunjin pikir juga masa bodo akan anaknya nanti toh tidak pernah ia inginkan.

Ia juga bukan seseorang yang spesial, sedikit hatinya mengilu namun apa boleh buat jika pernikahan mereka hanya sebatas balas budinya Hyunjin terhadap Bangchan.

Keadaan hening, sampai beberapa menit akhirnya pesanan mereka datang yang mana membuat Hyunjin sedikitnya melupakan ucapan Bangchan, dia tergoda masakan yang masih mengepulkan asap panas hingga harum wanginya makanan lezat menyapa lobang hidung.

Sudah lama dirinya tidak menyantap makanan lezat, dengan hati tenang di dalam restoran. Meski saat di kurung adik sepupunya ia memakan makanan selevel makanan restoran namun hatinya tidak sebebas saat ini.

Senyum mengembang yang mana itu menarik Bangchan untuk ikut tersenyum, dia senang saat melihat istrinya menampilkan wajah seperti itu seakan dirinya tidak memiliki masalah hidup yang berat.

'Andai aja papa tau Hyun, mungkin pernikahan ini gak akan di restui!' inernya dalam hati.

"Chan!"

Tersentak Bangchan disana, di tatapnya Hyunjin dengan pemikiran yang sedikit lebih fokus.

"Apa?"

"Kenapa liatin aku nya kayak gitu? Ayo makan!"

Terkekeh Bangchan di sana, lantas ia mengambil sendok dan segera memakan makanan yang dirinya pesan juga.





TBC

Halo guys aku kembali
Semoga kedepannya bisa sering up lagi
Kangen sih bisa up seminggu 3x kayak dulu lagi
Tapi apa daya kalo kerjaan menyita waktu

Monolog Renjana // ChanJinWhere stories live. Discover now