Dear Danar

120 21 5
                                    

Di suatu kota, 20xx

Teruntuk Danar tersayang.
Melalui surat ini Mama akan tumpahkan semua kasih sayang mama hanya untuk Danar. Melalui surat ini juga Mama ingin memuji dan membanggakan Danar satu-satunya.

Karena di sepanjang hidup ini Mama tahu Mama kurang atau bahkan jarang memuji kamu, nak..
Mama mengakui dengan kedua tangan di atas kepala atas segala rasa sesal dan sesak. Mengakui bahwa Mama selalu lupa siapa Danar.

Mama selalu lupa melihat ke arahmu, Mama selalu lupa untuk berterimakasih kepadamu. Mama selalu lupa kalau kamu jugalah seorang anak yang masih bertumbuh sama seperti saudaramu yang lain.

Orang-orang akan terus tertawa dan mengejek mama. Betapa bodohnya mama yang pura-pura bisa mengurus semua anak-anak mama. Dan pada kenyataannya mama gagal menjagamu. Mama gagal padamu.

Danar adalah anak mama sampai kapanpun tetap anak mama. Danar adalah adik serta kakak yang sangat bertanggungjawab dan penuh kasih. Danar adalah cahaya dalam rumah ini.

Jadi.. Saat kamu memilih pergi dengan wajah tanpa ekspresi dan hantaman pintu yang keras memekak telinga, mama tahu hati Danar telah hancur bersamaan dengan pintu itu.
Saat kamu memilih untuk tidak kembali dan tidak membalas pesan mama, mama tahu mama harus sadar bahwa kamu telah kecewa.

Danar, anakku..

Mama tahu kamu adalah anak mama yang paling tegar dan hati paling lapang. Jadi mama selalu berdoa saat jarak ada di antara kita, semoga Tuhan selalu melindungi dimanapun kamu berada. Semoga kamu tidak menangis sendirian di apartemen mu itu. Semoga Tuhan selalu merangkul dan menjaga mimpi-mimpi mu karena tangan mama tidak bisa meraih mu pada saat-saat itu.

Dan itu adalah kekalahan mama. Karena kasih sayang mama tak bisa menjangkau kamu. Sehingga mama bertanya-tanya sendiri, apa pandangan kamu terhadap mama. Tolong jangan beranggapan mama tidak mencintai kamu.

Mama sangat, sangatlah mencintai setiap anak-anak mama. Hanya mungkin memang mama gagal menyalurkan cinta mama kepadamu. Sehingga ada masa dimana kita kehilangan satu sama lain.

Dan mama tidak pernah sangka kehilangan itu akan terasa abadi.

Bahwa kamu tak akan lagi mengetuk pintu kamar mama, kamu tak akan lagi memakan masakan mama, kamu tak akan lagi memeluk mama. Tapi dari semua itu mama lebih takut mama takkan siap dengan segala itu.

Takkan siap menerima bahwa kamu..
Bahwa kamu takkan pernah membaca surat-surat ini.

Bahwa surat ini akan berakhir menumpuk dan berdebu di kamarmu. Surat ini, yang penuh kasih sayang ini akan gagal dikirim sama seperti mama yang gagal mengirimkan doa dan kasih mama.

Danar, sayangku, cahayaku, bintang sekaligus mentariku.
Semoga Tuhan memberikanmu kebahagiaan dimanapun kamu berada sekarang.
Semoga Tuhan memaafkan mama.

Surat ini berakhir disini, jangan khawatir, mama akan terus menulis untuk kamu.

Ini Mama yang mengenangmu setiap malam.

Salam sayang,
Mama.



......



"Nyonya, sudah larut malam. Anda harus segera tidur."

Vivienne meletakkan pensilnya saat asisten pribadinya memberitahunya untuk segera tidur. Vivienne melihat ke arah jam di meja kerjanya, pukul 1 dini hari. Tapi kenapa kantuk belum juga menyerang dirinya seperti biasa.

Vivienne seketika menoleh ke belakang tatkala melihat pintu kamarnya terbuka sedikit dan ia melihat seorang anak kecil yang mengintip dengan senyuman. Vivienne langsung berdiri dari duduknya membuat, Grace, asistennya merasa bingung dan bertanya-tanya.

"Kenapa... Kenapa Danar belum tidur, Grace?" Sebuah pertanyaan lolos dari bibirnya tanpa ia sadari. Belum sempat Grace menengahi, Vivienne sudah lebih dulu pergi menghampiri anak kecil yang malah berlari itu.

Vivienne ikutan berlari mengejarnya.

Danar...

Danar...

Danar...

Dalam hatinya ia terus memanggil. Sampai Danar berhenti di depan pintu kamarnya, Vivienne berhasil meraih tangan Danar dan langsung memeluknya dengan erat.

"Jangan lari, Dan.. "

Vivienne dengan hati begitu tenang memeluk anaknya, ya, anaknya. Sampai Vivienne merasakan tepukan pada pundaknya, Vivienne merasa enggan untuk melepaskan tapi dia tetap menoleh dan mendapati anak sulungnya sudah ada di belakangnya.

Airlangga, si sulung.

"Mama sedang apa?" Tanya Airlangga atau Angga sapaan akrabnya. Vivienne tidak kunjung menjawab walau sadar di belakang Angga sudah ada Karin, istrinya, dan Grace.

"Mama sedang... Sedang... "

Vivienne melihat lagi dan merasakan bahwa di depannya hanyalah angin kosong tanpa ada sosok Danar kecil. Vivienne terasa sangat linglung untuk sesaat.

Vivienne pun berdiri dan wajahnya kembali menampakkan emosi penuh khawatir.
"Dimana Danar? Dia masih belum pulang jam segini?"

Karin dan Grace tak mampu berkata-kata dan Karin diam-diam hanya mampu memberi dukungan kepada Angga lewat genggaman tangannya.

"Danar sudah tidur, Mama." Jawab Angga dengan tenang dan mencoba meyakinkan mama.

"Benarkah?"

Angga mengangguk sambil tersenyum dengan hangat, pelan ia tarik tangan mamanya membawa mamanya kembali ke kamar.

"Besok Mama bakalan masak makanan kesukaan Danar, kasian dia pasti lelah belajar sampai malam."

"Iya mama, dia pasti senang"

Kembali ke kamarnya, Vivienne segera merebahkan dirinya menarik selimut sampai sebatas dada. Angga masih di sana bahkan saat Vivienne memejamkan matanya dengan senyuman.

Diam-diam si sulung yang selalu terlihat keras dan kuat itu kewalahan menghapus air matanya dalam diam.














TBC!

Cerita baru lagi😄😄😄

Seperti biasa vote dan komennya ya:)

Dear Danar : Tentang caramu melihatku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang