Surat Hina

61 14 7
                                    

Happy reading

...

Surat permohonan maaf

Danar, Kakakku...

Saat aku kembali mengingat kejadian saat kita berusia 20-21 tahun, aku sangatlah membenci diriku lebih dari apapun. Betapa bodoh dan jahatnya aku kepadamu.

Nikita tidak bersalah, kau pun bukan pelaku kejahatan apapun atas perasaannya.

Disini akulah penjahatnya.
Ampunilah adikmu yang seorang penjahat ini.

....

"Itu hanya soal-soal yang mudah, bulan lalu aku mengajarimu kan?"

Gumilang semakin cemberut dan tidak bersemangat. Dia semakin merapatkan kedua tangannya di depan dada sebagai permohonan.

"Astaga Gumilang, yaudah kamu kerjain aja lima soal lagi habis itu aku bawain kamu makanan dari dapur, ya? Aku bantu kerjain juga kok." Keputusan terakhir dari Danar yang langsung disetujui Gumilang. Benar kan, meskipun tidak sepenuhnya menyelamatkan tapi Danar pasti akan meringankan bebannya.

Vivienne pun mendekati keduanya, tangannya sedikit menjewer telinga Gumilar pelan. "Kalau sampai nilai ujian kamu turun lagi, jangan berharap bisa panggil kakakmu buat bantuannya"

Danar yang melihat itu cuma tersenyum kecil, Gumilang memang satu-satunya adik yang tidak suka dan malas belajar. Dan Danar tidak bisa memaksanya karena Gumilang pasti punya bakat lainnya.

"Sudah sana kamu makan siang, jangan bermain handphone!lakukan kegiatan lainnya!" Langsung saja Gumilang bangun dan kabur ke ruang makan. Malas mendengar ocehan mamanya lagi.

"Mama bisa dua kali lipat lebih tua kalau setiap hari hadapin Gumi sendirian." Vivienne mengambil duduk di dekat Danar. Danar menggenggam tangan mamanya. "Senakal apapun dia, dia nurut sama mama."

"Ya itu karena kakakmu Angga udah ancam dia buat tendang dia dari rumah kalau ga mau nurut."

"Itu cuma ancaman di mulut, mana tega dia tendang adiknya sendiri."

Vivienne tersenyum dan menyandarkan kepalanya ke pundak Danar, ini adalah momen yang paling Vivienne suka saat dia bisa menghabiskan waktu yang tenang dengan Danar.

"Mama.. Dua jam lagi aku harus pergi lagi."

"Kemana?"

Danar bangun dari duduknya, mendapat pertanyaan dari Vivienne Danar tidak langsung menjawab. "Aku ada urusan Organisasi, mungkin aku pulang malam."

"Pulang malam atau pulang pagi?"

Danar menjilat bibirnya dan terkekeh. "Aku usahakan sebelum Kak Angga pulang, aku pulang."

"Baiklah, hati-hati ya, jangan lupa makan." Pesan Vivienne, Danar mengangguk dan segera pamit kembali. Saat itu Vivienne merasakan kosong lagi.

Semenjak Edwin meninggal, Vivienne selalu bekerja dari rumah tapi saat anak-anaknya juga beranjak dewasa, Vivienne semakin merasakan apa itu kesepian. Anaknya pergi satu, pulang satu, pergi lagi, pulang lagi.

Bahkan Harissa juga kadang sangat sibuk dengan les nya. Hanya Vivienne bersama dengan pelayannya.

••••

Elang sebenarnya bukan tidak berani mendekati Nikita, dia tidak merasa minder sedikitpun dengan para penggemarnya yang lain. Itu wajar karena Nikita jugalah artis media sosial yang punya nama baik.

Tapi saat Nikita terang-terangan mengatakan bahwa tipe idealnya adalah Danar pada saat di club malam minggu itu, Elang merasa ada pagar besi menjulang tinggi di depan jalannya. Danar lah sang pagar besi itu.

Dear Danar : Tentang caramu melihatku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang