Tiga

46 36 3
                                    

Disclaimers:
● Cerita ini adalah FIKSI. Mohon kebijakan pembaca untuk tidak membawa karakter dalam cerita ini ke dalam kehidupan nyata visual yang bersangkutan;
● Jika ada kesamaan nama, tempat, atau alur, itu murni ketidaksengajaan;
● Jika ada typo, mohon dimaklumi dan boleh ditegur agar bisa direvisi nanti;
Last but not least, jangan lupa meninggalkan like dan komentar sebagai bentuk apresiasi terhadap cerita ini. Makin antusias kalian, makin bagus.



"Terima kasih sudah mau menemuiku untuk berbicara," ucap Kangta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Terima kasih sudah mau menemuiku untuk berbicara," ucap Kangta.

Atensinya yang sedari tadi menatap Irish, kini beralih ke dua pria lain yang duduk tidak jauh dari posisi mereka berdua berada dalam hitungan sekon yang singkat. Merasa diperhatikan lekat-lekat dengan tatapan mengintimidasi, membuat Kangta menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal.

Memperhatikan gerak-gerik pria di hadapannya, membuat Irish menyipitkan matanya curiga lalu bertanya, "Kenapa diam? Bukannya tadi ada hal penting yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Aku rasa berbicara di lobi terlalu terbuka. Apa kita tidak bisa berbicara di dalam apartemenmu saja?"

"Jika ingin berbicara, katakan saja di sini," tegas Irish. "Selain itu, aku tidak bisa sembarangan mengizinkan orang asing untuk masuk ke dalam apartemenku."

Ketika kalimat terakhir terucap, Irish bisa melihat tubuh Kangta menegang seketika diikuti dengan sepasang matanya yang mengerjap cepat. Ironisnya, hati kecil Irish berharap bahwa ucapannya barusan dengan menyebutkan kata 'orang asing' bisa memukul batin pria yang tidak pernah mencintainya itu.

"Sepertinya, kau diawasi, Rish. Apa perlu aku panggilkan security?"

"Maksudmu dua pemuda yang duduk tidak jauh di belakangku?" tanya Irish. Melihat Kangta yang merespons dengan anggukan singkat, membuatnya tertawa kecil. "Abaikan saja, mereka tidak berpotensi untuk melukaiku barang sedikit pun."

"Apa kau yakin?"

"Ya, aku yakin," jawab Irish, Ketimbang dua cecunguk yang bermusuhan di belakang sana, dirimu jauh lebih membahayakan karena lebih berpotensi untuk menyakiti hatiku, Kangta. "Tidak usah khawatir, aku mengenal mereka berdua dengan baik," lanjutnya.

"Memangnya mereka siapa?"

Irish berbalik lalu menunjuk ke arah Jaish dan Jaiveer secara bergantian. "Dia adalah adikku, satunya lagi adalah sepupuku."

"Mengapa kamu tidak pernah memberitahuku?" Respons Kangta terkejut.

Mendengar hal itu, membuat Irish tersenyum tipis. "Hubungan kita berdua hanya sebatas bisnis. Jadi untuk apa berbagi hal pribadi dengan orang asing?"

Avenoir  |  Jung JaehyunWhere stories live. Discover now