Sebelas

40 10 4
                                    

Disclaimers:
● Cerita ini adalah FIKSI. Mohon kebijakan pembaca untuk tidak membawa karakter dalam cerita ini ke dalam kehidupan nyata visual yang bersangkutan;
● Jika ada kesamaan nama, tempat, atau alur, itu murni ketidaksengajaan;
● Jika ada typo, mohon dimaklumi dan boleh ditegur agar bisa direvisi nanti;
Last but not least, jangan lupa meninggalkan like dan komentar sebagai bentuk apresiasi terhadap cerita ini. Makin antusias kalian, makin bagus.



Setelah kejadian singkat beberapa waktu lalu, tidak ada percakapan lebih lanjut yang terjadi di antara dua belah pihak. Bahkan ketika Irish mengucapkan terima kasih pada Juan karena sudah menyelamatkannya, Juan malah berlalu begitu saja masuk ke dalam mini swalayan—yang sempat dikunjungi beberapa waktu lalu—di seberang Panti Sosial Pelita Adiwarna. Merasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk berbicara, Irish pun mengekori Juan dan berusaha menjaga jarak agar pria tersebut tidak terusik.

Namun, baru beberapa langkah, Irish menghentikan langkahnya ketika melihat Juan tiba-tiba berhenti di tempar. Dari posisinya, Irish bisa melihat dengan jelas banyak sekali bahan-bahan pangan yang berserakan di lantai.

"Lihat apa yang sudah kau lakukan, Juan," ucap wanita paruh baya dengan raut wajah pasrah saat melihat kekacauan di sekitarnya. "Mengapa kau tiba-tiba berlari keluar begitu saja dan membuang barang-barang belanjaanmu? Ah, sayang sekali, padahal harga bahan pangan sedang naik terutama telur ayam. Lihatlah, 2 kg telur ayam yang kau beli pecah semua!"

Irish yang mendengar hal itu refleks bergerak mendekat ke arah kasir. Sebelum itu, tidak lupa ia mengenakan masker dan topi untuk menyamarkan identitasnya—yang sedang hangat dibicarakan di muka publik saat ini.

"Berapa total belanjaan yang harus dibayar, Bu?" tanya Irish, seraya mengeluarkan credit card dari dompet dan menyerahkannya kepada pemilik mini swalayan tersebut. "Pembayaran bisa cashless, kan?"

Juan yang menyaksikan aksi lancang itu refleks menepis tangan Irish untuk menyingkir. "Tidak perlu."

"Kekacauan ini karena aku, jadi biarkan aku untuk—"

"Bukan urusanmu," sela Juan. Setelah itu, ia berbicara pada pemilik mini swalayan. "Tolong itung keseluruhannya setelah aku membeli beberapa barang lagi, Bu Ida. Jangan khawatir, aku juga akan membersihkan kekacauan ini setelah berbelanja."

Irish pun hanya bisa bungkam saat Juan melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Bahkan nada bicara Juan yang begitu dingin mampu membuat tubuh Irish membeku di tempat dengan bulu kuduk meremang di sekujur tubuhnya. Sepeninggalnya Juan, ekor mata Irish masih senantiasa mengikuti ke arah mana pria dingin tersebut melangkah.

Irish menghela napas panjang, Baru kali ini ada pria lain yang berani bersikap dingin padaku selain ayah.

Melihat Juan yang mulai terlihat kesulitan karena membawa banyak barang di tangannya, membuat Irish refleka mengambil tas keranjang yang disediakan oleh mini swalayan dan bergegas menghampirinya. Irish langsung menyodorkan tas keranjang yang ada di tangannya tersebut pada Juan dengan kepala tertunduk untuk menghindari tatapan dingin yang mampu menghunus jantungnya.

Irish sudah mempersiapkan diri jika Juan akan bersikap dingin atau mungkin mengabaikannya, tetapi ia salah besar. Satu per satu, tas keranjang yang dipegang oleh Irish mulai terisi dengan bahan-bahan pangan yang ditata begitu rapi. Irish memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya sedikit dan mendapati ekspresi Juan yang sebenarnya masih sama seperti sebelumnya, yaitu datar. Akan tetapi, terlihat lebih tenang.

"Terima kasih," ucap Juan lalu mengambil alih tas keranjang tersebut dari tangan Irish dan berpaling menuju rak lainnya.

Irish tersenyum memandangi punggung Juan, Sepertinya suasana hatinya sudah membaik.

Avenoir  |  Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang