Sembilan Belas

36 9 0
                                    

...

"Beneran udah gapapa? Gimana kalau izin aja, biar nanti abang yang ketemu sama wali kelas kamu?" Nabhan berbicara sambil terus menatap lekat ke arah Melodi yang berada di sampingnya. Sepanjang perjalanan dia selalu menanyakan berkali-kali kepada Melodi tentang hal ini. Tangan kirinya terus menggenggam Melodi erat seolah enggan kehilangan tangan kecil hangat itu.

"Melodi udah gapapa kok, Abang. Sekarang udah kuat lagi Melodinya," Melodi menjawab pertanyaan Nabhan dengan senyum yang tersungging di wajahnya yang sayu usai terisak tangis.

Nabhan masih tetap menatap Melodi lekat, menelusuri mimik wajah dari gadis di hadapannya ini. Dia menghela napas panjang, wajahnya tak bisa berbohong. Dia sangat khawatir kepada sosok gadis di hadapannya ini. Gadis ini, gadis yang sukses membuat jantungnya berdenyut nyeri saat melihatnya terisak dengan tubuh yang bergetar. Melihat wajahnya memerah karena air mata sialan.

Sungguh, dia tidak tahu sebetulnya apa yang terjadi kepada Melodi. Melodi tidak menceritakan apapun. Nabhan hanya bisa menerka segala kemungkinan yang ada di kepalanya. Penyebab gadisnya ini menangis dengan derasnya. Nabhan rasanya ingin sekali memaki dan menghajar mereka yang sudah membuat gadisnya ini menangis, sungguh.

"Kalau ada apa--"

"Kalau ada apa-apa Melodi harus langsung hubungin Abang." sela Melodi sebelum Nabhan selesai mengucapkan kalimatnya.

"Abang udah bilang itu sepanjang jalan tadi." Melodi menggerakan badannya untuk menghadap Nabhan lurus,  dia menatap Nabhan kemudian melepaskan tautan tangannya,lantas mengangkat jari kelingking,

" Melodi janji, kalau Melodi gak baik-baik aja Abang jadi orang pertama yang bakal Melodi hubungin!" Nabhan menatap jari kecil dihadapannya kini. Dia tersenyum lantas menautkan jari kelingking itu dengan jari kelingkingnya.

" Pulangnya Abang jemput. Abang udah disini lima menit sebelum bel pulang. Paham?" Melodi lantas mengangguk-anggukan kepalanya.

Nabhan kembali menghela napas panjang, tanpa kata dia menarik tangan Melodi dan mendekapnya dengan erat. Nabhan menaruh dagunya di atas kepala Melodi, mengelus punggungnya dengan lembut. Melodi terdiam kaku, dia terkejut dengan tindakan Nabhan tersebut.

" Abang gak tau seberapa berat itu, tapi tolong tetap hidup ya. Tetap hidup dan bahagia. Kalau disana kamu gak bisa ukir sebuah kata bahagia, maka tolong izinin Abang yang ukir kebahagiaan itu. Boleh?" Nabhan mengatakan kalimat tersebut dengan mata yang memerah, menahan segala amarah di dalam dadanya. Melodi terdiam untuk beberapa saat, lantas tersenyum sambil memejamkan matanya, dia mengangguk sambil mengeratkan pelukan hangat itu.

•••

" Aww, sakit Mih!"

"Biarin, biar tau rasa." Dewi mencubit tubuh Nabhan dengan serangan bertubi-tubi. Dewi sangat kesal dengan anak tampannya tersebut lantaran tidak memberitahukan dirinya jikalau Melodi akan datang berkunjung. Namun, Nabhan sebenarnya memang tidak berniat untuk mengajak Melodi ke rumahnya. Dia baru terfikir untuk mengajak Melodi ke rumahnya saat perjalanan menjemput gadis itu. Tentunya dengan memberikan pesan kepada orang tua gadis tersebut, dia meminta izin untuk membawa Melodi hingga malam nanti.

Melodi melihat tindakan tante Dewi tersebut hanya tertawa kecil, " Maafin Melodi tante. Melodi gak izin dulu main ke rumah tantenya." Melodi berucap demikian lantaran merasa tidak enak hati melihat Nabhan yang dicubit karena mengajaknya ke sana tanpa rencana terlebih dahulu.

Tante Dewi menghampiri Melodi lantas merangkulnya, " Jangan minta maaf, sayang. Kamu gak salah, tante malah seneng kamu mau main ke rumah tante. Tante cubit Abang kamu itu karena harusnya dia kabarin tante, jadi kan tante bisa beli sesuatu buat kamu."

MELODI Sang Anak PertamaWhere stories live. Discover now