Star At Four

2 0 0
                                    


Park Jongseong Birthday Event
Fanfiction by lcvsunshine

###

Di bulan kelahirannya, kami berpisah. Alasannya cukup sederhana, kami tak lagi sejalan untuk memulai sesuatu hubungan.

Aku, si penyuka buku yang sangat mencintai kesunyian harus berhadapan nya yang berbanding terbalik dengan ku. Semua tentang kami selalu tak sama, ya, kecuali perasaan kami saat memulai hubungan.

Namanya Jay, pemuda yang digadang-gadang lahir kala Tuhan tengah berbahagia. Bagaimana tidak?, tampangnya yang rupawan menjadi poin utama, bakatnya dalam bernyanyi dan bermain gitar menjadi icon dari pemuda itu sendiri, serta sikapnya yang ramah menjadi poin kesekian. 

Sedangkan aku? Hanya gadis biasa yang menjadi kekasihnya. Ralat, mantan kekasih.

Sedari awal hubungan kami berjalan ada banyak pertentangan dari mereka. Siapa Anindya? apakah ia pantas bersanding dengan seorang bintang seperti Jay.

Ada banyak yang mengatakan bahwa kami pantas dan cocok, namun ada lebih banyak yang mengatakan bahwa aku tak pantas untuk menjadi kekasih seorang bintang.

Anindya si penunggu perpustakaan dan Jay si bintang, tidak cocok untuk memiliki sebuah hubungan. Huh, kalimat itu yang memenuhi kolom komentar media sosial ku.

Tapi, kala itu Jay mengatakan untuk abai karena bukan mereka yang menjalaninya tapi kami.

Kala masih menjalin hubungan dengannya aku merasa diperlakukan seperti gadis paling beruntung di dunia. Bagaimana tidak, Jay tak pernah absen sekalipun untuk menanyakan bagaimana hati-hati ku berjalan. Ia selalu bersikap manis kepada ku, entah saat berada di dalam ataupun luar.

Selalu ada hari dimana aku duduk bersama buku ku dan Jay bersama gitar nya?. Aku yang membaca buku di iringi suara petikan gitar sertanya suaranya menjadi kesan paling berharga.

Namun, kesan paling berharga itu juga menjadi salah satu yang paling menonjol akan ketidak samaan kami.

Kami berpisah dalam kesan paling berharga itu. Aku dengan tiga 7 lembar terakhir serta satu lagu milik Keane yang Jay selesaikan.

Kami berpisah secara baik, aku rasa dengan aku yang mulainya. Selalu, aku berbicara dan Jay yang mendengar.

"Jay, ayo selesai" ujar ku kala itu.

Masih teringat jelas bagaimana tampang rupawannya menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. Matanya yang setajam elang seolah mengatakan kenapa?.

"Anin, jangan bercanda. Enggak lucu, tahu" katanya kala itu.

Aku menatap serius. Di pikiran ku kala itu cukup, cukup sampai disini hubungan tak sejalan kami. Cukup disini hubungan antara si penunggu perpustakaan dan si bintang yang dikagumi oleh banyak orang.

Kala itu, mata setajam elang miliknya melunak, tangan merentangkan hendak mendekap ku yang ku sambut dengan suka rela. Untuk terakhir kalinya.

"Jay. Aku serius, ayo selesai" bisik ku dengan parau di dalam dekapannya.

Remuk sudah tubuh ku di dalam dekapannya, dapat aku rasakan bagaimana gesekan antara rambutnya yang halus pada kulit leher ku. Basah ku rasakan pada bahu yang tertutup kemeja.

Jay menangis, namun entah bagaimana kala itu aku juga turut menangis.

Astaga, ternyata sesakit ini rupanya.

"Enggak. Aku enggak mau" ujar Jay tak kalah parau dengan ku, bahkan lebih parau dari ku.

"Kita harus. Kita sudah tak sejalan" ujar ku memberi pengertian kala itu.

Jay tetap kekeuh pada kehendaknya, masih berusaha menolak ajakan ku untuk berpisah.

"Setelah satu tahun kamu baru mengatakan bahwa kita tak lagi sejalan?" ujar nya.

"Hahaha" ia tertawa seraya melepaskan pelukannya.

Huh, kala itu aku senang karena terbebas dari dekapannya yang meremukkan tubuhku. Namun kesenangan itu tak bertahan lama, wajahnya yang memerah dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya membuat tak sampai hati.

"Anin, kenapa?" tanyanya.

Demi Tuhan, kala mengingat bagaimana suara parau nya kala itu aku ingin kembali menangis.

Aku mengigit bibir bawah ku, hidung kembang kempis mencoba menahan tangis serta merangkai kalimat untuk ku jadikan alasan mengapa aku ingin berpisah dengannya.

"Anin, kenapa?" tanya lagi, sekarang suara jauh lebih tegas.

Tangannya berada diatas bahu ku, menyuruh untuk tegak dan menatap matanya yang setajam elang. Aku tak bisa.

Masih jauh tertunduk tanpa ada niat itu menuruti perintah nya.

"Anin, kenapa?" huh, suara jauh sangat jauh lebih parau dari sebelumnya. Hanya bisikan kecil dengan tangannya yang mendadak melemah.

Ia menyerahkan.

"Jay, bagaimana jika bukan kamu lagi orangnya?" tanya ku.

Jay diam, tubuhnya jatuh bak tak memiliki tenaga. Bersandar pada sofa dengan mata terpejam. Ia memukul dadanya berkali-kali, aku tidak mencoba mehentikan nya kala itu, kala itu aku masih sibuk mencoba menahan air mataku.

Sungguh kebohongan yang menjijikan.

"Jay, maaf" ujar ku untuk meminta maaf atas kebohongan yang ku lakukan.

Dan wala, hari itu kami berpisah dengan alasan bahwa kami tak lagi sejalan serta, ia bukan lagi orangnya.

Jay, bagaimana jika kamu lagi bukan orang?. Kalimat penuh kebohongan yang ku sesali sampai saat ini.

Kejadian itu sudah berlalu sekitar tiga tahun lalu, namun masih tetap membekas. Aku sekarang adalah Anindya si penyuka buku yang selalu memutar lagu-lagu milik mantan kekasih nya untuk menemani belajar.

"Huh. Jay, maaf" ujar ku untuk hari ini.

Biar ku beri tahu, sekarang ini Jay adalah salah satu penyanyi yang tengah naik daun. Lagu-lagunya laris didengarkan oleh anak-anak muda, salah satunya aku.

Hari ini Jay mengeluarkan satu album terbaru nya. Dalam album tersebut terdapat lagu yang aku rasa diperuntukkan untuk ku.

Bukan bermaksud untuk percaya diri secara berlebihan, namun itu benar-benar aku. Bagaimana liriknya menyebutkan, kami yang tak sejalan serta ia bukan lagi orangnya menjadi penguat asumsi ku.

Sebenarnya bukan hanya aku berasumsi demikian, namun juga mereka yang pernah mengetahui hubungan ku dan Jay kala kami masih remaja. Huh, sekarang mereka memuji karena aku, Jay melahirkan karya baru dengan makna yang serupa dengan kehidupan percintaan mereka.

Hahaha, Terimakasih sudah mengabadikan aku dalam sebuah karya yang menuai banyak pujian.

Dari, Anindya si penunggu perpustakaan untuk Jay si bintang paling terang.

Guitar Guy Is Jay || PARK JONGSEONG ||Where stories live. Discover now